Pasar Kawak

Manakah salah satu tempat yang paling berkesan di masa kecil saya di kota kecil Madiun ? Pasar Kawak adalah jawabnya. Pasar kawak adalah istilah bahasa Jawa untuk “pasar loak” atau “flea market”, yaitu sejenis pasar yang menjual barang-barang bekas dari tool kit bekas (obeng +, obeng -, palu, kunci inggris, dsb) sampai buku-buku bekas (majalah “back issues”, komik-komik, sampai primbon). 

Di Madiun tahun 1970-an dulu, Pasar Kawak terletak di Jalan Haji Agus Salim persis di sebelah SMP saya yaitu SMP Negeri 2. Pasar yang selalu ramai di sebelah tembok sekolah SMP saya itu kalau siang ramainya mencapai puncak dari suara ibu-ibu dan bapak-bapak yang saling tawar menawar barang bekas sampai ramainya nyanyian “kenyo wandu” (banci alias bencong) yang ngamen pakai kotak sabun yang diberi 4 senar terbuat dari karet yang kalau dibetot bunyinya bakalan seperti ini…cetak dendang dung…cetak dendang dung…Lagu yang paling popular dinyanyikan pengamen kenyo wandu waktu itu antara lain “Hitam Manis”.  

“Hitam manis…hitam manis…pandang tak jemu…pandaaaang tak jemuuuu….cetak dendang dung…cetak dendang dung..”. 

Mungkin tidak ada di antara pembaca yang seberuntung saya waktu sekolah SMP, yaitu selama saya sekolah 3 tahun di SMP Negeri 2 Madiun, guru saya tua muda laki atau perempuan, semuanya tidak pernah marah sewaktu mengajar. Bagaimana mau marah ? Ada Pak Sugijanto guru ilmu ukur yang pada suatu hari mau marah dan mau menempeleng dua orang temen sekelas karena ngobrol melulu…e…e…pada waktu tangan sudah mau menempeleng, tiba-tiba terdengar suara “Hitam manis..hitam manis…cetak dendang dung..cetak dendang dung….“. Akhirnya Pak Sugijanto bukannya marah tapi malahan ikut nyanyi….Hopo tumon ? 

Begitu pula guru yang paling killer dan ditakuti oleh seantero murid SMP Negeri 2 bernama Pak Probo yang mengajar Sejarah Dunia akhirnya tidak pernah marah, walaupun suara semakin meninggi dan meninggi….pada akhirnya merendah lagi karena ada suara “cetak..dendang dung…cetak dendang dung….“ 

Uniknya yang terjadi di Madiun pada sekitar tahun 1970 itu, Pasar Kawak ada dua versi. Pasar Kawak siang bertempat di dekat Proliman Jalan Haji Agus Salim, yaitu di dalam pasar yang memang sudah disediakan oleh pemerintah. Tapi Pasar Kawak malam berpindah ke jalan di depan pasar, saya lupa namanya, tapi yang jelas namanya nama sebuah sungai (apakah Jalan Brantas ? kayaknya sih bukan). 

Hobbi saya waktu itu adalah mengunjungi Pasar Kawak malam ini. Dengan naik sepeda dari rumah saya yang berjarak sekitar 3 km, biasanya sendiri, di suatu hari saya menyusur Pasar Kawak malam ini dari ujung jalan yang satu menuju ujung jalan yang lain sepanjang kira-kira 300 meter. Yang paling saya buru adalah komik-komik bekas yang pada waktu itu sangat digandrungi oleh anak SD, SMP dan SMA di seluruh kota, yaitu komik barat karangan Yan Mintaraga (“Sebuah Noda Hitam“ dsb) sampai komik silat klasik karangan Ganes Th. (“Si Buta dari Gua Hantu“, “Si Pitung“, “Nilam dan Kesuma“, dsb), komik silat “agak jorok“ karangan Jair Warniponakanda (“Jaka Sembung“ dsb yang banyak menggambarkan secara vulgar prajurit Jepang memerkosa wanita pribumi), sampai komik Wiro si anak rimba (cerita anak rimba yang berkawan dengan seekor monyet yang mengembara dari Sumatera sampai Irian Jaya, tapi saya kira komik ini bukan karangan orang Indonesia)… 

Tujuan saya waktu itu berburu komik bekas di Pasar Kawak tidak lain tidak bukan adalah untuk mengkoleksi secara lengkap karya-karya komik dari Ganes Th, Jair Warniponakanda, dan Yan Mintaraga…yang akhirnya setelah berburu selama 1 tahun penuh, maka lemari saya penuh dengan buku komik bekas yang setiap bukunya waktu itu kalau tidak salah harganya Rp 10 sampai Rp 50 (sekitar Rp 1000 sampai Rp 5000 kalau pakai uang sekarang tahun 2007). Saya ingat uang yang diberikan ayah saya waktu saya SMP sebulan adalah sekitar Rp 500 (sekitar Rp 50.000 setara uang tahun 2007).. 

Ternyata 16 tahun kemudian yaitu pada tahun 1986, sewaktu saya tinggal selama 2 bulan di Kampus Bay Vista dari Florida International University di Miami, Florida untuk kursus bahasa Inggris di EF, kegiatan mengunjungi pasar kawak yang di Amrik disebut “Flea Market“ itu ternyata masih tetap berlangsung. Malahan piknik ke Flea Market ini dijadikan acara andalan oleh EF selain mengunjungi pantai Miami Beach, mengunjungi gedung-gedung Art Deco, mengunjungi Art Copo Deco Disco, sampai nonton 99-cent movie. Bedanya dengan pasar kawak di Madiun, flea market di Miami ini selain menjual barang-barang bekas juga menjual barang-barang baru berharga murah. Misalnya seorang teman membeli raket tennis baru merk Bard seharga $ 25 saja, sedangkan kalau di toko mungkin harganya dua kali lipat… 

Cerita sedihnya, seorang teman yaitu Jajang Hasyim pernah “hilang“ di flea market yang berlokasi di kota Fort Lauderdale ini selama berjam-jam mungkin saking asyiknya menawar barang dan karena luasnya flea market yang ada. Dari hilang jam 1 pm dan baru kembali ke Bay Vista yang jaraknya sekitar 10 km pada jam 11 pm !! 

Kedudukan Flea Market bagi orang Amerika tidak bisa disepelekan. Tidak hanya orang tidak punya, orang berkantong tebalpun banyak berburu barang bekas di flea market. Tidak kurang dari seniman perupa kondang Andy Warhol, sukanya mengumpulkan barang-barang antik murah dari flea market ini (kalau anda tinggal di Jakarta, mungkin jenis barang yang ditawarkan persis seperti yang ditawarkan oleh pasar barang bekas di Jalan Surabaya, Jakarta)..  

Ternyata 31 tahun kemudian yaitu di tahun 2001 waktu saya dan 42 teman lainnya dari BPPT, LIPI, BATAN dan LAPAN berkesempatan mengunjungi Seoul, kegiatan mengunjungi pasar loak ini tetap berlangsung..walau tanpa sengaja pada awalnya… 

Sesuai standar pegawai negeri, jika kita pergi ke luar negeri seperti Korea, maka setiap hari kita akan menerima uang lumpsum sebesar US $ 150,- yang nantinya sebagian besar dibayarkan biaya hotel dan sisanya masih dapat dibelikan oleh-oleh. Pada minggu-minggu pertama kita masih agak gede rasa dan memborong jaket-jaket wind breaker hitam atau biru tua bermerk Ossi atau Prada dengan kisaran harga 120.000 Won sampai 200.000 Won (Rp 840.000 sampai Rp 1,4 juta). Itupun di mal-mal besar seperti Samseong Mall atau setidaknya di toko-toko turis terkenal di kawasan Itaewon.. 

Tapi apa yang terjadi pada minggu keempat ? Beberapa di antara kita yang berbakat jadi intel ternyata telah menemukan pasar loak yang menjual barang-barang berharga murah, antara 5.000 Won sampai 10.000 Won (Rp 35.000 sampai Rp 70.000).. 

Karena suka memborong barang-barang serba murah dari baju sampai tas keren tapi dengan harga 5.000 Won saja dan kata “lima ribu” di bahasa Hang-Guk (bahasa Korea) adalah “O-con”, maka kelompok kita yang berjumlah 43 orang ini menamakan diri “Kelompok Ocon”… 

Ocon…ocon…ocon… 

Bedanya pasar loak di Amrik dan Korea tidak pakai “cetak…dendang dung…cetak dendang dung….”…seperti di Pasar Kawak Madiun dulu… 

186 Comments (+add yours?)

  1. edratna
    Oct 31, 2007 @ 06:12:48

    Pasar kawak Madiun, jika pagi atau sore hari, banyak penjual sayur segar dan harganya cukup bersaing dibanding Pasar Besar.

    Benar, kita-kita nih kalau ke LN senengannya memang mengunjungi pasar loak atau flee market, karena memang harganya miring. Jadi kalau melihat-lihat toko, ya cuma lihat-lihat…ujung-ujungnya belinya di tempat lain. Maklum rp kita dibanding dolar dan valas lain sangat rendah nilainya.

    Reply

  2. tridjoko
    Nov 01, 2007 @ 13:00:41

    Lokasi dan kelengkapan Pasar Kawak Madiun dari tahun ke tahun selalui berubah. Pernah ada yang jual sayur, setelah dipindah ke lokasi lain yang ada malah pedagang kaki lima. Saya nggak tahu di tahun 2007 ini lokasinya pindah kemana lagi..

    Sebagai pegawai, dan bukan pengusaha kaya, kalau mendapat kesempatan ke LN pasti kita harus pintar-pintar ngirit uang saku supaya orang-orang di rumah juga kebagian. Karena itu, ke Flea Market adalah solusi yang cerdas..he..he..

    Reply

  3. I Made Predanggapati Juana
    Nov 01, 2007 @ 15:35:09

    waa pak ..
    bole tuh qta jalan2 ke madiun .. hehe ..
    qta harus cri tau lagii letaknya dimana pak .. hehe ..

    eh, koleksi komiknya masii ada gak pak ??
    hhehehe .. pengen liat komik tempoe doeloe .. hehe ..

    plis visit frayalltime.blogspot.com ..
    blog pertama saya pak ..

    Reply

  4. tridjoko
    Nov 02, 2007 @ 18:34:14

    Hallo Made, waktu saya masih sekolah di Bogor (1979), komik-komik itu semua masih ada di lemari buku saya. Tapi setelah ayah dan ibu telah tiada, saya nggak tahu kemana lagi larinya komik-komik itu.

    Yang jelas, komik-komik wayang sampai saya di Cimanggis (1993) masih tetap ada. Kalau komik silat, gak tahu tuh kemana perginya..

    Reply

  5. simbah
    Feb 29, 2008 @ 23:35:52

    Pasar Kawak yg sekarang masih tetap ada, tapi bukak hanya dipagi hari, . . isinya kalo di Jkt mungkin setara Hero super ngampret, kwalitasnya bagus2 hanya saja tempatnya masih tradisional . . makanya harga relatif lebih mahal, tapi dijamin. Pemilik restoran di Madiun suka belanja di sini . . .

    Reply

  6. Tri Djoko
    Mar 01, 2008 @ 09:18:53

    -> simbah : Ooo..gitu ya perkembangannya, tapi sebenarnya maksud saya dengan “Pasar Kawak” adalah “Pasar Loak” yang ngejual barang-barang bekas dari obeng, kunci inggris, kunci pas, palu, sampai komik-komik bekas, majalah bekas, dan sebagainya…

    Kalau itu yang saya maksud, bukankah pindah ke Jalan Merpati sebelah barat rumahnya Gembes dulu dan sudah hampir mepet ke Kali Madiun ?

    Yen sudah kayak Hero Super Kampret ya..dimana-mana juga ada mas…ha..ha…

    Reply

  7. simbah
    Mar 01, 2008 @ 22:54:27

    Woo . . kalo pasar loak, sekarang pindah ke nJoyo, . .itu ujung Jl.Diponegoro sebelah timur, samping terminal Bus lama prapatan trus ngetan, wah . . sekarang tambah gede dan lengkap. Lagian di sana banyak komplex perumahan baru.
    Cuman buku2 bekas kayak di Kwitang, Jkt. Saya belum menemukan.

    Reply

  8. Tri Djoko
    Mar 02, 2008 @ 00:12:28

    -> Simbah : wah..saya sudah ketinggalan sepur ini dengan kabar mutakhir tentang kota tercinta Madiun.

    Terima kasih update-nya ya mas !

    Reply

  9. judi kasturi
    Jun 16, 2008 @ 03:05:42

    Yang dimaksud Pasar Kawak itu sekarang namanya Punthuk

    Reply

  10. judi kasturi
    Jun 16, 2008 @ 03:23:01

    Mungkin, hobi bapak membeli buku – buku bekas itu memang sangat menyenangkan. Dua tiga tahun terakhir ini, hampir tiap bulan sekali, saya membeli buku – buku bekas. Karena di Madiun sudah ada banyak perguruan tinggi, saya malah mendapatkan buku – buku bermutu.Bermula dari iseng, memang, karena sudah lama menganggur. Pengangguran sok intelektual. he3x. Bapak yang menyebutkan Pasar Kawak pindah ke Njoyo tadi, ada benarnya. Tapi di Njoyo, adalah alat – alat kendaraan bermotor bekas atau las – las. Lebih merupakan pasar kawak perkakas. Yang paling tepat seperti disebut Pak Tri joko, adalah gang Punthuk. Sebuah gang di belakang Pasar Besar. Disana, banyak buku bekas, obeng – obeng ataupun catut bahkan cetak de dang dung masih terdapat. Pakai celana pendek, walau saya sudah berumur, tidaka ada yang ngaru oro di gang Punthuk itu. Akan halnya, Pasar Kawak yang di sampign SMP 2 Madiun, tetap tempatnya. Banyak pedagang makanan dan buah dan boleh dibilang, tempat belanja kalangan elit Madiun. Setidaknya, sebelum mal marak di Madiun, orang elit belanjanya di Pasar kawak. Sedang tukang loaknya, sudah tidak begitu nampak. Mereka menggelar dagangannya di gang Punthuk. Tentu tak banyak berubah, pemandangan di dalam Pasar Kawak samping SMP 2 itu. Banyak yang menjual makanan mateng, termasuk onde – onde dan utri. Kenapa nggak berubah? Pada awal – awal tahun 70 an, saya tukang menjat pagar SMP 2 dan mendongakkan kepala untuk beli utri. Banyak kawan – kawanku, terutama yang cewek, memakai jasaku untuk membelikan utri. dan aku pun dapat upah. kegiatan begini, juga harus hati – hati, sebab kalau sampai ketahuan Pak Marmo, yang suka pakai halo – halo dengan crongnya itu, saya bisa di gojlok habis. SMP 2 dan Pasar kawak memang bergandengan sampai sekarang. Gak banyak berubah. Sekolah hebat. Dua pakar politik Indonesia berasal dari sekolah itu. Beliau adalah Sukardi Rinakit, Phd dan Prof Dr Hermawan Sulistyo. Hidup Pak Marmo !

    Reply

  11. tridjoko
    Jun 16, 2008 @ 09:20:03

    –> Mas Judi Kasturi :

    Wah..terima kasih infonya kalau Pasar Kawak Madiun khusus buku-buku sekarang pindah ke Jalan Punthuk..Kalau dulu sih saya juga pergi ke Jalan Punthuk buat ngeloakin koran Kompas langganan saya dan juga buat jual….rambut ibu saya !!! Waktu itu 1 kg rambut dihargai mahal sekali, mungkin sekitar Rp 100.000 uang sekarang di tahun 2008…

    hahahahaha…

    Ya..di SMP 2 dulu yang paling ditakuti memang Pak Marmo, soalnya kalau kita telat atau kita gondrong dan “ketangkep” Pak Marmo, wah..pasti kita disuruh nyapu ruang guru selama seminggu… Mana tahan !!!

    O ya Kikiek alias Hermawan Sulistyo dulu juga kapok kalau ketemu Pak Marmo, kalau bisa malah menghindar ketemu. Soalnya Kikiek selalu diledek Pak Marmo, “Wah..kamu ini cucunya orang Widodaren, Ngawi, apa yang kamu bisa ?? Orang Widodaren itu payah semua…”. Mungkin Pak Marmo hanya gemes lihat Kikiek yang nakal dan tidak sekalem Haryo, kakaknya…

    Ngomong-ngomong Kikiek dulu sejak kelas 1 sampai kelas 3 SMA 1 Madiun kost di rumah saya. Awalnya dia maksa masuk rumah saya, dan diusir berkali-kali, dengan bahasa halus maupun kasar, tidak mau pulang. Ya sudah, akhirnya kamar yang lebih mirip “kandang ayam” itu lalu dicat dan diberi tempat tidur untuk tidurnya Kikiek..

    Kalau Mas Judi Kasturi tuh angkatan tahun berapa ? Saya dan Kikiek masuk SMP 2 tahun 1970 dan lulus tahun 1972..

    Dan kalau Mas Sukardi Rinakit itu angkatan berapa ? Pantas bahasa dia kalau di kolom Kompas mengalir bagai air..

    Banyak lho orang2 Madiun yang pinter nulis, seperti Pak Slamet Suseno (Intisari) dan Pak Sjamsoeoed Sadjad (Kompas). Beliau berdua juga orang Madiun lho…

    Hidup Pak Marmo ? Emang beliau masih sugeng ? Kurang lebih 3 tahun yang lalu kakak saya Endang (SMP 2 tahun 1968-1970) reuni dengan guru-guru SMP 2. Kalau nggak salah Pak Narso dan Bu Suyatmi masih sugeng lan sehat wal afiat…

    Reply

  12. simbah
    Jun 16, 2008 @ 10:34:20

    Dik Yon,…pak Marmo dan pak Yoto (kakak beradik)…dua-duanya sudah meninggal Rumahnya di Jl. Dr. Soetomo samping rumah dr. Wiranto suwung brung..nggak ada yang menempati. Halamannya malah dipakai dagang warung makan…kalau malam. Konon dua-2 tidak menikah..
    Pak Tabrizi juga Bu Yono (Guru Menggambar) juga sudah berpulang….

    Reply

  13. tridjoko
    Jun 16, 2008 @ 15:23:03

    –> Simbah :

    Terima kasih mas, atas informasi updatenya…

    Makanya saya bilang menurut kakak saya, Pak Narso dan Bu Biyatmi masih sugeng…wah kasihan ya kakak-adik Pak Yoto dan Pak Marmo sudah berpulang semua dan tidak mempunyai keturunan…

    Pak Tab, Bu Yono dan Bu …. siapa yang meninggal waktu itu yang mas Didiek ceritakan gara-gara mikir putranya itu ?

    Reply

  14. judi kasturi
    Jun 17, 2008 @ 14:17:36

    Mas Kiki, hampir sama seperti dulu, ceplas ceplos dan blak – blakan. Dia orang jujur dan cenderung nyeniman. Dia sering ke rumahku di Taman, Madiun. Mungkin dia kasihan sama aku yang luntang lantung. kalau Kardi, kelahiran 1962. habis SMP 2, masuk SMA 2, FISIP UI dan terus ngambil S2 dan S3 di singapore. ekarang ini, beliau termasuk kebanggaan kita. Anak nambangan, omahe mlebu gang, jadi kolumnis tetap kompas, halaman 1 pula he 3x kardi orang bersahaja. Seneng nulis politik dari sudut yang mbudayani. Mungkin frame dia,melihat elite politik dari persepsi wong cilik Madiun. kALAU 1999 – 2004, tentang analisa politik, Mas Kiki, juaranya, sejak tahun 2004, orang mendengar Kardi. Weladalah, Mas, kita melu seneng. He3x Aq tamat SMP 2 tahun 1975, terus masuk STM Siang Madiun. Dgn mas kiki dan Mas Kardi, aq sangat dekat, Mas. Ke mereka, tanda undanganpun, aq berani masuk ke kantor pribadinya. Kardi sekarang jadi direktuir eksekuif Sugeng Saryadi Syandicate. kalau mas Kiki, jangan tanya,banyak aktifitasnya. Tentang Madiun, aq mbantu anak muda berbakat dari jalan Kuweni. Masih umuran 35 sudah jadi eksekutif produser. Produknya kalau jenengan mirsani Euro Cup, ditayangkan terus. yakni Iklan Fren, Sindo dan Hepi 3x

    Reply

  15. judi kasturi
    Jun 18, 2008 @ 09:49:21

    Pagi, Mas. Semalem aku nginep atau tepatnya, “nunut turu” di kantor Mas Kikiek. Sempat ketemu beliau dan tak sampaikan cerita panjenengan, dia langsung menjawab: “…itu pasti Tridjoko..”. Mbak I ing menimpali; “..ia, itu pasti dia he3x.Waktu aku pacaran sama mas Kikiek, yang pertama ribut ya Tridjoko”. Btw ketika panjenengan membahas Pasar kawak dan SMP 2, tentu yang tak kalah menarik adalah sepur grong dan stasiun kereta di depan SMP 2, jl Agus salim.Tentunya juga, kaom boeroeh linting yang sering ndeprok leren di per ko dan tukang becak yang nyetel radio RRI transistor. Terdengar sayup :”..murah sandang pangan, seger kuwarasan..”. Lalu suara grong – grong, ejes – ejes – ejes, kereta lewat dari arah stasiun ngarep pasar…

    Reply

  16. tridjoko
    Jun 18, 2008 @ 10:16:11

    –> Judi Kasturi :

    Wah…ketemu Kikiek sama Iing ya..hahahaha…seru dong !

    Gimana nggak ribut Kikiek pacaran sama Iing, lha wong nggak bilang-bilang ! Masnya Kikiek yang namanya Mas Herdi yang Kedokteran Unair itu datang ke rumahku mau nukar sepeda motor sama Kikiek. Jebul Kikiek ditunggu sampai jam 23.30 malam nggak pulang-pulang. Biasanya dia nggak begitu. Dikirain nongkrong di Jalan Jawa, nggak taunya nongkrong di tempat pacarnya yang baru…..Huhuhuhu…

    Jadi ceritanya, mereka itu pacaran ala backstreet karena dulu “ada yang punya” jadi teman-teman tahu Kikiek jadian sama Iing ya waktu sudah hampir lulus SMA…

    Yang repot saya, soalnya kalau kakaknya atau Bapak-Ibunya Kikiek datang ke rumah dan nanya kemana Kikiek saya kamisosolen nggak bisa ngejawab. Sudah itu, kakak atau Bapak-Ibunya nunggu lamaaaaa sekali di rumah, jadi saya kan nggak enak (maklum, jaman itu belum ada handphone…he..he..)…

    I ya mas, jaman dulu walaupun buruh panggul, kelihatannya hidupnya enak dan nggak banyak ngeluh…malahan sehari-hari mereka nyanyi terus..termasuk yang dekat SMP 2 itu…

    Coba deh, baca posting saya “Tape Mambu” di Blog ini…

    Reply

  17. simbah
    Jun 20, 2008 @ 17:45:58

    Iya,..dik Yon, yang meninggal nyemplung sumur itu bu Naryo…
    Woo.. mas Sukardi Rinakit, masih sepantaran Barack Obama ya…tulisannya bagus, saya suka membacanya…coba-2 dik Yon, anda nulis di Surat Kabar…kurang lebih sama lho.. ! Kalo anda mau,…makanya saya cari-2 di google ‘Sukardi Rinakit’ yang katanya orang Madiun, baru tahu dari mas Judi Kasturi, alumni SMP-2 rupanya….yah ikut bersyukur lah…orang Madiun tulisannya diterima Kompas..ngomong-2 saya dulu coba-2 ngirim artikel ke Kompas tidak pernah dapat…ada saja kekurangannya….

    Reply

  18. tridjoko
    Jun 20, 2008 @ 21:39:07

    –> Simbah :

    Di antara teman2 kita yang bisa masuk koran tulisannya ya cuman Kikiek doang. Sejak SMA kan pemikirannya sudah nyeleneh, makanya sering berbalas debat dengan Remy Silado di Majalah Aktuil tahun 1974-1975 dulu..

    Saya sudah puluhan kali ngirim tulisan ke berbagai koran atau majalah, pernah sih ditulis di suatu majalah, soalnya redaksinya ya…..Kikiek !! Siapa lagi ?

    Pernah juga tulisan dimuat di majalah Komputer di Jakarta, tapi lama-lama bosen juga nulis soalnya honornya leutik pisan…euy…

    Enakan nulis di Blog seperti sekarang ini : nulis sendiri, dibaca sendiri, ketawa sendiri kalau lucu…hehehehe.. ditambah komentar2 seperti dari sampeyan itu, wah jan berguna banget, dan membuat happy banget daripada tulisan kita dimuat di koran…hehehe…(dasar orang nggak bakat !)…

    Ayo mas, ikut nulis juga di Kompas, atau bikin blog mas….

    Reply

  19. judi kasturi
    Jul 01, 2008 @ 02:34:51

    Ee, nulis di Kompas mah, susah diterima. Dulu pernah nyoba nulis, ditolak lalu kapok lombok ha3x. Kalau Kardi emang lain. Dia cerdas dan tulisannya mbudayani. Tak heran kalau tiap selasa, 2 minggu sekali, tulisannya nongol di hal 1 Kompas. Apalagi kalau nggak tulisan tentang politik dengan bahasa madiunan he3x Tentang Blok, kulo gaptek Mas, tapi beberapa saat lalu, saya bikin koran Cross media Minggu, cuma 3 kali terbit, sekarang macet. Macet lagi 2x mungkin gara – gara Si Komo lewat. Koran itu beredar di 3 propinsi. Pemred merangkap red pel serta penulis, tak pegang sendiri. Makanya semplok. Ini lagi tata – tata lagi, Mas. Salah dua rubriknya, di isi oleh pengasuh yayasan filsafat dan tani di Purwokerto dan mas Totok mardikanto, Phd (dari IPB?), ngisi rubrik OBAT PEGEL : obrolan singkat tentang pemberdayaan golongan ekonomi lemah.

    Reply

  20. tridjoko
    Jul 01, 2008 @ 06:30:17

    –> Judi Kasturi :

    Hehe..benar mas, yang penting usaha..ha..ha..

    Saya kayak pernah dengar nama Totok Mardikanto , Ph.D tapi lupa dia angkatan berapa ya di IPB-nya ? Maksudnya, luwih tuwa tinimbang aku apa luwih enom ?

    Soale neng IPB aku angkatan 13 (1976), wis termasuk tuwa. Ning angkatan luwih tuwa sing isih seneng kumpul-kumpul ya akeh, misale angkatane mbakyuku angkatan 07 dan 11…

    Secara umum, media cetak akan mudah tiwas mas. Ini gejala tidak hanya di Jakarta tapi juga di seluruh dunia. Makanya sebelum Kompas mengubah wajah dan “mengecilkan diri” dia undang konsultan koran dari Amerika yang sudah menasehati banyak koran di dunia ini dari Jerman, Spanyol sampai Amerika…

    Makanya, sehari saya langganan 6 koran (Kompas, Republika, Media Indonesia, Warta Kota, TopSkor, IndoPos, kadang-kadang beli Rakyat Merdeka) tapi kalau nggak ada “berita rame” yang saya baca kembali ke Detikcom atau Kompascom (edisi online-nya). Atau blog-blog banyak orang itu…

    Saran saya ke Mas Judi Kasturi, cobalah bikin blog yang njawani ora nyleneh lan membuat bisnis dari situ. Saya sudah ketemu banyak orang di Jakarta dan Bandung, kebanyakan orang IT, yang hidup dan kehidupannya dari bikin tulisan di website…

    Dan kayaknya, hidup mereka gampang dan nyaman lho mas, arep tuku mobil kari lunga neng nggone diler-e…yen kene, nggolek utangan sik…..hehehehe….

    Reply

  21. judi kasturi
    Jul 02, 2008 @ 02:15:32

    Mas Totok, rupanya S1 nya dari Gajah mada. Baru S3 di IPB. Beliau sekarang direktur program pasca di UNS. Kalau ke Jakarta, sering ngajak saya, ngobrol ngalor ngidul tentang pertanian yang saya sendiri nggak begitu ngeh. Beliau sering matur,kalau cerdik cendekia kita itu kaya logika tapi miskin logistik. Dia konsen dengan pemberdayaan dan pengin ngentaskan kaum sarjana yang menganggur. Inipun mungkin sekedar nyindir saya ha 3x. Sedang Ashoka yang pernah tak sebut, juga agak nyeleneh, beliau pengin petani kita bekerja dengan pikiran dan kesadaran. Petani yang punya konsep. Makanya dia bikin padepokan filsafat dan tani. Dia papras bukit di Baturaden. Areal 7 ha dia bikin asrama untuk pelatihan. 70 orang mampu ia tampung. Kalau saya pribadi, karena baru 2 tahun terakhir di Jakarta dan mbolak mbalik Madiun, ketemu orang pintar dan nyeleneh cukup kagum. Mungkin karena saya kagum hingga menjadi dekat. Begitu juga dengan Kardi dan Mas Kikiek, saya kagum juga. Terakhir saya juga kagum dengan jenengan. Agak nyeleneh, menurut saya. Kalau saya pribadi, yang menarik memang pasar kawak. karena sebelum ke Jakarta, saya mengais rejeki dari mencari barang kawak di seantero Madiun he 7x. Tentang blog, saya belum begitu tahu cara bikinnya, saya tahu komputer baru akhir – akhir ini saja. Mungkin karena kerja – di lingkungan perusahaannya bos Hari Tanu – saya dicepaki komputer berikut outlooks untuk email me ngimail. Kari ndudul saja. Kemarin, senior2 di media, sempat mau ngajak bikin Clenik@Com. Mungkin ya blog itulah kamsudnya tapi saya ini masih seneng clurat clurut, kadang pada hari dan jam kerja malah tenguk2 di warung kopi punthuk, Madiun atau duduk jigang di warung kopi di water torn, dengan bercelana pendek. Nikmatnya, luar biasa. Kalau lagi bersepede di jalan, kadang kawan menegor: “orip..?”. Tak jawab;..”wah angel, ngeblasgong terus…” Madiun memang kota yang indah ketika kita merasa bukan siapa – siapa. Ketika kita punya niat mau mengejar pas ada layangan putus. Ketika kita duduk di beranda, ada mbok – mbok lewat menggendong rinjing dan nanya:”kagungan rosok, mas ?” Ha ha ha ha ha

    Reply

  22. tridjoko
    Jul 03, 2008 @ 12:15:56

    –> Judi Kasturi :

    He..he..kayaknya njenengan juga cukup nyeleneh. Kalau masih “waras”, masak mau bergaul dengan kita-kita ini yang nyeleneh..hehehehe…

    Memang Madiun itu seolah “sorga yang terlupakan”. Persis kata njenengan, kalau kita pas jalan-jalan di kota Madiun naik sepeda, lalu nongkrong makan
    pisang goreng dan minum secangkir kopi kental sambing jigang, wah…juannn enaaak tenan…. karena kita menjadi orang yang merdeka : merdeka berpikir, merdeka berbuat, dan merdeka segalanya. Bukankah itu yang kita cari di dunia kita ini ?

    Makanya waktu di Blog teman saya dibahas mana kota yang paling pantas
    jadi kota orang pensiunan ? Madiun memperoleh skor tertinggi kedua setelah Malang. Alasannya, hidup enak, makanan masih murah, dan tekanan sutriss juga masih minimal…

    Dan banyak nuansa kehidupan seperti mbok yang mencari rosok tadi yang sulit dicari di kota lain selain Madiun…hahaha…

    Reply

  23. judi kasturi
    Jul 04, 2008 @ 12:29:59

    Injih,Bos. di Madiun makanan relatif masih murah. Kenapa tak bilang relatif, ada juga restoran2 di Madiun, pasang harga unda undi dengan Restoran Tan Goey, di Menteng. Apalagi kalau dahar nasi pecel yang waktu malam bertebaran di Madiun. Harganya unda undi dengan harga gado – gado di bilangan mampang. Apalagi tentang per martabakan.malah mahal di Madiun ketimbang di Jakarta. Maka yang nikmat adalah di warung – warung kopi, yang mereba seperti jamur. kopi cingkir cilik masih kisaran 750 rupiah, rokok samsu sak util 750 perak dan sego jotos 1500 perak, jadi 3 ribu sudah kompli pakai telor ha ha ha ha itupun masih dapat bonus; uneg2 dari kadang madiun. Dari masalah BBM, Beaya sekolah sampai masalah pil2an, dari pilkate (pilihan ketua RT hingga pilpres (pilihan presiden). Sudah murah, warung kopi seperti layaknya koran lisan saja ha ha ha

    Reply

  24. bunda iing
    Jul 16, 2008 @ 18:19:07

    he..he..aku malah tahu blog ini dr kyoto alias dr ditto n fitra istrinya, rupanya mrk suka baca atau ndak sengaja masuk blog ini trus mereka cekikikan pas baca crita ttng bpk n ma2nya… waduh..judi kasturipun ikut nimbrung..aku jg bingung..tau2 sosok ini muncul dlm keseharian kami..he..3X…jdlah nostalgia madiunan.. BTW kota Madiun itu meskipun dr jaman aku lahir sampe sekarang ndak berubah tp tetap asyik didatengi. Kami sekeluarga selalu absen meskipun setahun sekali, untuk sekedar makan pecel (dr melek bangun tidur sampe tengah malem mau tidur lagi)..anak2ku yg notabene ‘anak kota’ karna ndak pernah hidup di desa (he..he..) favorit banget dengan yg namanya nasi pecel. Dan Madiun ya..seperti itu..dgn pasar kawaknya yg masih seperti sediakala.ha..ha..mungkin karna org madiun sangat menghargai sejarah ya..spt kata mas Kikiek bolak-balik… Selamat jumpa mas Trijoko… nek Kikiek tau pasti kita dibilang narsis soale isone ming nulis ning blog..ditulis dewe trus di woco dewe…he..he..ora opo2 yo..

    Reply

  25. ayodya
    Jul 17, 2008 @ 00:25:55

    om, saya ayodya, anaknya kikiek dan iing..
    yang cerita2 tentang orang tua saya, saya minta ijin mau masukin di blog saya ya.. hehehe..
    trima kasih..

    Reply

  26. tridjoko
    Jul 18, 2008 @ 10:24:41

    –> Bunda Iing :

    Wah…Ditto sama Fitra masih di Kyoto ya ? Ditto udah jadi temen Friendster-ku sejak setahun lalu tapi jarang kasih “Hi” sih jadi aku nggak tahu apa masih di Kyoto atau sudah pulang ke Indonesia…

    Hehe…nulis Blog nggak narsis lho…lebih tepat menghilangkan stress, bagi penulisnya dan juga pembacanya….alias beramal cerita-cerita gitu….

    Pada suatu saat saya sempat trenyuh melihat ketertinggalan pembangunan kota Madiun, tapi kalau dipikir-pikir sekarang menjadi seneng karena segalanya “preserved” and “still intact in place”…

    Reply

  27. tridjoko
    Jul 18, 2008 @ 10:29:21

    –> Ayodya :

    Hallo Ayu, sekarang sekolah dimana ? Dulu bapakmu pengin Ayu sekolah di Kedokteran ya, karena kata bapakmu kamu tenang sekali menghadapi jenazah-jenazah korban Tsunami di Simeuleu (??)…

    Ya boleh aja, nge-copy paste cerita bapak dan ibumu, tapi sebenarnya banyak cerita yang masih belum tertulis seperti : 1. Saya belajar Vespa dari Madiun sampai Gorang Gareng 2. Setiap malam berdebat dengan bapakmu sebelum tidur tentang apa saja, bagaimana bulan berputar mengelilingi bumi dan dari mana pesawat ruang angkasa mendapatkan powernya 3. Nonton film 4 x seminggu dengan bapakmu dan kawan2 lain 4. Nongkrong di Bioskop Lawu setiap malam minggu (baca posting : Bioskop Lawu). 5. Naik sepeda berdua dengan bapakmu nubruk polisi lalu lintas !

    Dsb..dsb….wah satu novel sendiri ntar !

    Reply

  28. bunda iing
    Jul 27, 2008 @ 15:40:03

    kt kikiek panggilanmu ndol..td baru aja dia baca2 blogmu..banyak yg dia sudah lupa..maklum sudah prof.riset..jd loading data terutama memori lawasnya jd agak ‘lemot’..he..3x… Ditto n Fitra masih di Kyoto Univ. Ditto sdh hmpr final dgn S2nya n baru submit utk S3nya sdngkan Fitra istrinya baru saja diterima di Kyoto Univ. juga utk S2.. Dan Ayodya alias Ade sekarang masuk semester 3 di Fak. Kedokteran Yarsi yg kampusnya di Cempaka Putih, jd dia bolak-balik Depok – Cempaka Putih .. dia berencana utk meneruskan ke spesialisasi Forensik .. agak nyeleneh utk anaka gadis yg mungil dan lembut kayak Ayodya , mungkin ada turunan ‘nyeleneh’ dr bapaknya..he..3x … aku setuju juga kalau nulis di blog itu utk menghilangkan stres..Ayodya dan Fitra yg selalu ngojok2i mamanya utk bikin blog, sehingga jdlah aku punya blog sendiri … slm utk kel. ya..

    Reply

  29. tridjoko
    Jul 27, 2008 @ 21:39:17

    –> Bunda Iing :

    Panggilan saya benar Ndoll (dengan 2 “l”) dari kata Jendholl, dan panggilan Kikiek adalah Tewel !!! Coba deh kalau Bunda Iing lagi marah sama Kikiek panggil aja dia “Tewel”…dijamin nggak jadi marah, malahan senyum kecut….hehehehe…

    (Mungkin supaya agak keren, panggil aja dia “Carlos Tewel” seperti nama pemain Manchester United itu…)…

    Syukurlah sekolah Ditto dan Fitria lancar-lancar aja. Eh…bukankah Kyoto U. itu kuat di liberal arts-nya (Hukum, Ekonomi, Sastra, ds) ? Kenapa Ditto sekolah di situ ? Mengenai Ayodya ya saya denger dia suka yang berbau “cadaver” gitu deh…makanya penginnya jadi dokter forensik…mungkin kebanyakan membaca buku Agatha Christie atau Hercule Poirot ya ?

    Eh, sekitar tahun 1999 dulu di BPPT ada ex teman SMA 1 Madiun yang kerja di sana. Bukan kerja di BPPT sih, tapi kerja di konsultan asing yang bekerja untuk BPPT. Setiap hari dia lewat depan meja saya yang letaknya di pojok. Awalnya saya nggak ngenali karena dia berewok lebat. Setelah 2-3 bulan saya tanya ke teman sekantor, “Eh..orang itu siapa sih namanya”. Lalu teman sekantor saya itu menyebut sebuah nama. Lalu saya nanya lagi, “Eh..dia lulusan universitas mana sih ?”. Lalu teman saya bilang sebuah institut terkenal di Bandung. Pada suatu hari saya berada di dalam lift berdua dengan dia, lalu saya sapa “Gemblung ya ?”. Dan diapun membalas, “Wo..Jancuk ! Kamu Tri Djoko ya ?”..

    Kira-kira bisa nebak dia siapa ?

    Reply

  30. bunda iing
    Aug 03, 2008 @ 10:40:35

    He..he.. pasti taulah ‘siapa gemblung itu’.. beliau msh sering kontak terutama dgn kikiek, tp keberadaan persisnya sekarang di mana dan ngapain belum jelas…
    Btw..Ditto di Kyoto Univ. tetap ngambil matematika tp di Kyoto Univ. masuk ke jurusan Civil Engineering, bgnnya applied mathematic gitulah..aku yo oro mudeng… Fitra juga di Civil Engineering tp bgnnya…wah..opo yo..pokoke belajar tentang struktur dsb..yg berhub. dgn gempa, kan dia lulusan arsitektur itb.. mudah2an lancarlah.. itu doanya ortu2..
    Lha kalau Ayodya memang dr kls 2 SMP sdh terobsesi jd peneliti cadaver, soalnya senengnya nonton film CSI .. dia berencana mendalami DNA .. piye anak2mu? sing gede yo ning itb to?..sdh lulus ta’?… slm utk kel. ya…

    Reply

  31. tridjoko
    Aug 03, 2008 @ 19:20:22

    –> Bunda Iing :

    Wah..Kyoto U. itu ibarat Oxford-nya Inggris atau Yale-nya Amerika lho ! Jangan-jangan nanti Ditto jadi Menteri PU dan Fitria jadi Menteri Perumahan…hahahaha…

    Syukurlah kalau masih ingat Gemblung yang adiknya Melly (seangkatan kakakku Endang). Tapi kalau pulang ke Madiun, dulu pekarangan rumah Gemblung luas banget, kayaknya sekarang sudah semakin sempit kena pelebaran jalan dan penggeseran kali Mblender…

    Saya punya temen pinter banget waktu di IPB dan sekarang jadi CEO perush besar (boss anak saya), anaknya yang besar juga pengin jadi peneliti DNA (dokter forensik). Adiknya cewek malah mau mendaki jembatan terkenal di Australia untuk mengobarkan bendera Greenpeace ! Ibunya pusing luar biasa, tapi bapaknya tenang-tenang aja (tanda rada-rada aneh seperti Kikiek…hehehe…)… Jadi pantas kalau Ayodya juga pengin jadi peneliti DNA…

    Anakku yang gede Dessa, lulusan FH Undip sudah 2 tahun ini kerja gonta-ganti di 3 perush : asuransi Amerika, minyak Indonesia, dan skg asuransi Indonesia…nanti 1 Nop 2008 mau “tying the knot” di Museum Purnabhakti Pertiwi (Gedung Graha Lukisan)…

    Yang kecil Ditta (namanya mirip “Ditto” anakmu kan ?), baru lulus ujian TA di jurusan Geophysics ITB. Ini saya baru datang dari Bandung mindahin barang-barangnya kembali ke Jakarta dari tempat kostnya di bilangan Sekeloa/Tubagus Ismail..nanti Oktober baru diwisuda..mungkin gelarnya S.T. karena lulusan Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan (FTTM)…

    Anak saya yang gede Dessa, juga suka nonton E.R., X-File, dan CSI…tapi kalau saya sukanya nonton Extravaganza dan Liga Italia….hahahaha…

    Reply

  32. bunda iing
    Aug 06, 2008 @ 02:14:26

    wuihh..arep mantu yo..jangan lupa undangannya ya.. insyaallah jadi reuni.. selamat ya.. jadi bisa merasakan juga menjadi mertua dan punya besan.. he..he…

    Reply

  33. tridjoko
    Aug 06, 2008 @ 07:25:36

    –> Bunda Iing :

    Iya…bentar lagi nyusul “status” yang kini disandang Kikiek-Iing : mertua dan besan….hehehehe…

    Reply

  34. judi kasturi
    Aug 13, 2008 @ 01:42:40

    We ladalah, akhirnya jadi reuni 2 keluarga nyeleneh asal madiun ha ha ha Terus terang, tadinya blog itu apa, saya nggak tahu, njajal nulis, eh langsung terkirim. Tadinya, bisa nongol di blog, menjadi angen2ku. Klakon tenan. Mungkin kalau gak ada wacana “pasar kawak’, ya nggak nulis di blog. Tentu wacana “kawak” begitu menarik, karena “barang kawak” memang pernah jadi mata pencaharianku ha ha ha Di Madiun, saya dijuluki “Mbah Enggot”, pencari barang kawak. Kalau bicara tentang Madiun, gandeng cenengnya ya bicara orang2 hebat asal madiun. Diantaranya ya mas Kikiek. Eh waktu ngrasani beliau, koq bisa “bocor” sampai Kyoto he he hebat. Figur nyeleneh ini cukup menarik karena jaman saya masih umur belasan, beliau sudah nongol jadi redaksi majalah “Gadis”. 3 anak muda Madiun yang beken lewat “Gadis”; mas Kikiek, Bens Leo dan Harry tjahjono. Berturut malah nyleneh lagi, dalam kancah lomba2 penelitian ilmiah remaja dan kemudian lama menggilang, eh balik2, muncul di balik demo2 ketika reformasi ha ha ha bukan nyeleneh lagi kan? ha ha ha Kalau saya pribadi, beliaulah yang menjadikan saya berani kembali ke Jakarta. Inspirator dan mungkin juga “jago kompor”, dan saya moto copy “kesenangan” beliau akan buku. Apa hubungannya dengan “Pasar Kawak” ? Disamping Tang, Catut, Kompor maupun Sepatu bekas, Pasar kawak Madiun yang mulai merembet ke timur, ke gang Punthuk, juga menjual buku – buku bekas. Kalau dulu, di Pasar klawak, saya kulakan Setrika “Jago” ataupun barang pecah belah yang kawak, karena insprirasi dari Mas Kikiek, saya berburu buku – buku bekas. Tapi cukup mengejutkan, saya dapat buku – buku yang langka dan menarik. Dari Novel karya Dostojevski hingga Babad Tanah Djawi, dari karya Stalin hingga M Yamin. Lumayan. Dapatnyapun juga nggak susah, karena memang saya berprofesi pencari barang bekas. “Rego (:harga) bakul. Rumahku di Madiun jadi penuh buku bekas. Saya juga mau berburu di pasar2 kawak di Solo, tegal dan Jakarta. Maka, ada hubungannya kan, antara mas Kikiek, mas Tridjoko dan “Pasar kawak” ha ha ha kalau sudah terkumpul puluhan ribu buku, kembali “nyonto” mas Kikiek lagi. Kalau beliau bikin Bukafe, bikin aja Bubekafe (:buku bekas dan kafe) he he he logikanya: kalau otak kita nggak nututi, ya moto copi aja ha ha ha maka jangan heran, kalau mas tridjoko mampir ke rumahku, di Madiun, langsung melihat ribuan buku bekas dan “kalender gaul” dengan gambar mas Kikiek. Tentu yang untung anak – anak saya, masih SMA “ketunggon” ribuan buku bermutu. Bahkan ketika anakku di SMP sudah mulai buka2 buku filsafat. Mungkin dalam benak mereka ada kekaguman pada mas Kikiek; figur yang menginspirasi ayahnya dari “bakul lumpang” menjadi “ayah yang bisa dibanggakan”. Setidaknya dalam hal menyediakan “jendela – jendela” untuk “melihat dunia”.

    Reply

  35. tridjoko
    Aug 13, 2008 @ 06:21:03

    –> Judi Kasturi :

    Hehehe…sampeyan niki memang belum banyak tahu den, terutama tentang paradigma yang disebut “Mas Kikiek”..

    Dia dulu sebelum tinggal di tempat kost di rumah saya yang lebih mirip “kandang ayam” daripada kamar kost, biasanya cuman membaca Reader’s Digest doang. Koran Kompas aja belum pernah baca. Apalagi buku filsafat. Yang dibanggakan cuman lihat tayangan Joe Cocker sama John Mayall di TVRI (dia bilang begitu…whatever he say lah…lha wong saya di rumah TV aja nggak punya….hahahaha….)…

    Lalu kalau siang hari pulang dari sekolah, saya selalu check out 2-5 buku dari lemari Bapak saya. Banyak buku-buku Filsafat di sana, dan Kikiek mulai suka membacanya. Biasaaaa, alasannya kalau ia membaca buku yang anak lain belum pernah membaca kan merasa hebat gimana, gitu ?

    Dan dia mulailah membaca buku-buku filsafat itu. Saya kira ia juga nggak begitu ngerti sih, cuman pura-pura aja ngerti. Lha wong setelah itu ia diam aja, diskusipun kagak…

    Terus kita panggil tukang photo. Kamar kita difoto hitam putih kalau nggak salah sama teman yang punya Rokok Koenir di Jalan Jendral Sudirman, namanya Hindarto. Foto-foto kamar itu dikirim ke Majalah Aktuil, buat ikut lomba “kamar tergaul” di Indonesia. Kita kalah, tapi teman-teman SMA pada sering berkunjung ke kamar kostnya Kikiek itu berkat “pemasaran” dari si mulut dower dan mata melotot…hahahaha…

    Dan di atas meja kamar yang kena foto itu, ditumpuk setumpuk buku-buku filsafat, entah apa maksudnya. Maksudnya mungkin lebih baik daripada buku IPA, Trigonometri, dsb…

    Mungkin begitu, saya juga nggak begitu ngeh. Dulu dan sekarang, as always. Makanya yang hebat sebenarnya Iing, bisa mendampingi Kikiek selama itu…..hik..hik..hik….

    Reply

  36. judi kasturi
    Aug 14, 2008 @ 03:06:42

    Eealah, ha ha ha tapi kalimat mas Tridjoko yang terakhir itu, saya nggak ikut – ikut, takut kualat ha ha ha. Mungkin pandangan panjenengan tentang mas Kikiek, dengan pandangan saya dan juga pandangan anak – anak saya, berbeda. Bagi panjenengan karena “tahu modalnya” boleh jadi nggak meleset. Tapi bagi saya, yang lahirnya tahun 60 an, mungkin mas Kikiek dianggep ruuarbiaza! Lha wong majalah Gadis itu termasuk majalah top2nya. Kalau gak salah dulu, beliau makai nama Kikiek Haryodo. Apalagi, waktu itu, anak muda Madiun jarang yang masuk UI. Kalau saya, terlanjur melihat beliau di awang – awang. Bayangkan, ketika awal tahun 80 an, mas Kikiek sudah nylingkrik jadi aktifis di kalangan mahasiswa UI. Kalau nggak salah inget, jadi sekretaris Senat Mahasiswa FIS UI dan kalau nggak salah inget juga pernah jadi Sekretaris Dewan Mahasiswa UI. Wong pernah jaman wingit – wingitnya kahanan, waktu mas Kikiek jadi aktifis senat, FIS UI mendatangkan Pramudya. Walhasil, ada mahasiswa yang kena pecat, eh mas Kikiek “aman”. Bahkan pun pada awal beliau jadi sarjana, mungkin karena aktifitasnya atau mungkin juga karena “tukang kompornya”, pak Nugroho Notosusanto, Rektor UI waktu itu menyebutnya – kalau gak salah denger lho – “sarjana yang sujono”. Maklum, pak Nug gak suka insan kampus yang kakehan polah, demo ataupun menyebar sas sus. Artinya, aktifitas mas Kikiek dianggap “membahayakan” kampus UI yang idealnya kudu “manut NKK BKK”. Menjadi kampus orde baru. Saya pribadi, “jarak” dengan beliau cukup jauh, disamping karena minder jadi tambah jauh. Ya itu tadi. di awang2 ha ha ha eh, begitu saya agak yakin diri, pengin kenal, beliau “menghilang” pada tahun 1984 an. Baru 2 tahunan yang lalu, ketika saya sudah cukup tua, baru kenal. Ketika mengunjungi “markas” beliau di duren Tiga, Jakarta, yang tak lihat pertama kali dalam kehidupan beliau, ya Bukafe. Tempat yang banyak sekali buku – bukunya. Mungkin saya berpikir, mas Kikiek pintar karena punya banyak buku. Lha kalau mas tridjoko tahu waktu SMA nya, mas Kikiek hanya punya beberapa buku, untung saya nggak tahu ha ha ha ha ha. Kalau mbak I ing, walau tadinya juga gak kenal, keluarganya saya tahu. Minimal, eyangnya, mbah Yatman sering tak kunjungi, tepatnya pohon mangga di belakang rumahnya atau pohon sawonya tak satroni. Halaman belakang rumah mbah Yatman lebar, berpagar pohon bambu dan kalenan batas desa Kejuron dan Taman, Madiun. Kalenan tempat nyari Belut dan Iwak Wader. Lahan yang enak buat dolanan. Adem banget. Dengan suara “pring keterak angin” yang khas. Jug walau bengak dan bengok, gak pernah saya melihat mbah Yatman marah. Depan rumah mbah Yatman direlakan jadi jalan tembus dan pintas menuju Sleko. Kalau rumah mbak Iing di Jl Pepaya, ada Langgar (:Mushola). Di lingkungan itu, merupakan mushola pertama yang didirikan, juga tempat pertama untuk belajar ngaji. Tempat dolanan dan juga tempat mengaji di waktu kecil, rupanya lama mengeram dalam ingatan.

    Reply

  37. tridjoko
    Aug 14, 2008 @ 14:04:22

    –> Judi Kasturi :

    Hahahaha…semakin membaca komentar anda, saya semakin pengin ketawa ngakak… hahahahaha….

    Tahu nggak Kikiek dulu datang ke kamar kost “kandang ayam” cuman bermodalkan 1 buku tulis, 1 pulpen Pentel, dan 1 majalah Reader’s Digest, semuanya ditaruh di tasnya berwarna putih yang terbuat dari bekas karung terigu !

    Jadi yang punya banyak buku itu Bapak saya, jumlahnya 1 lemari. Kebanyakan buku sastra, sisanya buku sejarah, filsafat, bahasa, dan buku agama. Ada yang buatan tahun 1850-an, terbitan Rotterdam. Biasanya saya yang ngambilin buku-buku dari almari bapak saya untuk dibawa ke kamar Kikiek. Saya lupa apa Kikiek pernah saya ajak masuk kamar Bapak saya dan melihat langsung buku itu…rasanya pernah, dan dia kelihatan seneng banget. Maklum kamar itu agak wingit dan banyak rahasianya…hahahaha…

    Termasuk orang Madiun pertama yang masuk UI ? Hahaha ini lucu sekali. Mas, tak bilangin ya…kalau ada anak Madiun masuk UI itu berarti ia tidak diterima di ITB, UGM dan UNAIR ! Dan itu yang terjadi dengan Kikiek dan saya (saya akhirnya masuk UI Pertanian alias IPB). Makanya, Kikiek dulu kan masuknya di Fisika UI dulu, tapi karena teman2nya pada pinter2 seperti Sumantri Slamet (Ade), dia minder dan pindah jurusan…biar bisa agak exist…hahaha (hal ini pernah diceritain Kikiek di depan saya dan keluarga dan tamu2 lainnya di acara mantennya Aang adiknya Iing di Depok kalau nggak salah)…

    Seingat saya Iing dulu rumahnya di Jalan Jambu ya ? Seingat saya dekat dengan rumah mbah saya yang namanya mbah Jono di Jalan Jambu, lha rumah Iing dari rumah mbak saya itu masuk lalu belok ke kanan, apa itu yang disebut Jalan Pepaya ? Wis pokoknya Taman jaman dulu ndeso tenan, jalan utamanya saja penuh dengan batu-batu gede dan hampir nggak ada aspalnya…sekarang memang jauh lebih baik…

    Mengenai lele dan wader, sampai sekarang saya suka. Kalau ke Kartika Sari Jalan Dago dekat ITB Bandung sambil nyambangin anak saya, saya selalu beli “Baby Fish Snack” ya ikan wader goreng lah…(kalau di Kalimantan sama Sumatera wader disebut “ikan seluang”)…

    Sebenarnya Kikiek bisa sukses itu karena konon di kamar kost “kandang ayam” yang dia tinggali hidup serombongan lebah madu yang bersarang nempel di kerangka atap. Dulu setiap tahun lebah itu masih bisa dipanen..mungkin waktu saya SMApun masih ada lebahnya…entah kalau sekarang. Kata orang, siapa yang tinggal di kamar berlebah itu, “akan jadi orang”…

    Yang jelas, saya masih disebut “orang”. Dan Kikiekpun sudah “jadi orang”…

    Hahahaha…

    Reply

  38. judi kasturi
    Aug 15, 2008 @ 04:41:25

    Walah, ha ha ha terus terang, komentar2 panjenengan tentang mas Kikiek di blog ini, kalau sampai terbaca anak2 saya, cukup berbahaya. figur yang dipanggil “Pak De” Kikiek -sebutan sok akrab- yang telah dianggap hebat, ternyata hanya “Tewel” dan bermodal tas karung terigu dan buku, pulpen nya cuma satu ha ha ha “Celakanya” lagi, mas Kikiek masuk UI “karena tak bisa nembus” ITB, UGM dan UNAIR. Ini bisa ditafsirkan “hanya lepeh an” ha ha ha Dari mas Tridjoko, saya dapat masukan dan memang kelebihan mas Kikiek, kalau punya karep nggak bisa “dipenggak” dan “agak keras kepala” ha ha ha Kalau sedikit belajar “ilmu keluwesan”, boleh jadi mas Kikiek bisa jadi jadi Menteri. Mas Tridjoko mesti tertawa kalau membayangkan mas Kikiek jadi Menteri Pendidikan ha ha ha ha Membincang blog nya mas Tridjoko, seperti menyiratkan gambaran tentang Madiun memang enak kalau dilihat dari “sudut masa lalu”; dari sudut ketika kita masih anak – anak hingga remaja. Artinya, belum memikirkan cari uang, dan mikirnya hanya belajar, dolan dan meminta duit orang tua. Mungkin kalau mas Tridjoko tinggal di Madiun, sekarang ini, akan “tenggelam” dalam pergaulan Madiun yang nyantai dan bersahaja. “Sak madyo”, istilahnya. Kalau kota – kota lain sibuk memikirkan arena bermain, THR Madiun malah dibiarkan terbengkalai. Kalau malam gelap gulita. Padahal, bangunannya boleh dibilang baru. Mungkin menandakan kota itu cukup sepi. “Dagangan koq gak enek sing ngenyang, koyok randa ne bupati”, keluh pedagang baju bekas di Punthuk, suatu kali. Dengan harga – harga kebutuhan sekarang ini, kehidupan wong cilik, cukup memprihatinkan. Pegadaian negeri maupun swasta, bank gede hingga “bank thithiL” laris kalau memasuki tahun ajaran baru. Kesulitan demi kesulitan, kadang diterjemahkan dengan cara sederhana; “mungkin ada salah kebijakan dari pimpinan daerah”. Dalam konteks “mencari pimpinan daerah”, yang bisa “mrantasi gawe”, ada yang mengangankan tentang alangkah idealnya kalau muncul pemimpin yang “new comer and fresh”. Siapa tahu, bisa membuat “daerah menjadi fresh”. Sebentar, tak membayangkan komentar mas Tridjoko nanti, sambil melihat realitas yang ada. Boleh percaya atau tidak, dari ujung barat sampai ujung timur Jawa Timur, cukup banyak yang mendukung mas Kikiek kalau seandainya bisa maju dalam pemilihan gubernur…

    Reply

  39. tridjoko
    Aug 15, 2008 @ 16:19:13

    –> Judi Kasturi :

    Wah..cerita tentang Kikiek belum selesai mas. Dia dulu kan termasuk dari keluarga mampu, lha wong anaknya orang pabrik gula di masa itu. Tapi begitu masuk rumah saya, sudah seperti di-brainwash… hidup menjadi jauh seadanya. Makan juga cuman pecel terus dari pagi sampai malam sampai pagi lagi, Itupun pecel buatan Ibu saya yang nggak bisa masak jadi kurang spicy gitu…

    Hidup tidak ada TV, adanya cuman koran. Kalau mau jajan gak punya uang, apa saja bisa diuangkan di Jalan Punthuk, “pusat finansial”-nya Madiun (sejajar dengan Wall Street-nya New York…hahahaha…). Dari bodholan rambut Ibu saya, kertas koran, dan sebagainya bisa diuangkan di Jalan Punthuk. Kalau Jalan Punthuk sudah tutup, malam harinya di Pusat Jajanan Madiun yang letaknya di kulon Stadion, baju, ikat pinggang dan sepatu juga bisa diuangkan. Kikiekpun ikut terlibat, say a tidak ingat apa yang dia jual…hahaha… kayaknya sih ikat pinggang merk Levi’s, laku Rp 600. Cukup untuk mentraktir kita teman2nya berenam untuk makan es dawet sama kokam (jangan dipanjangkan nama makanan ini…berbahaya !!! Tapi kata lainnya adalah gandasturi. Kita nyebutnya kokam…)….

    Jadi dari anak kaya di PG Rejosarie, ternyata Kikiek hidup bagai anak pesantren di SB 22…semuanya serba sederhana….

    Hahahaha….rasain deh !

    Reply

  40. simbah
    Aug 15, 2008 @ 17:20:42

    Ikutan…ahh…, Kalau berdebat sama Kikiek waktu itu kagak ada yang bisa ngalahin, kalau udah ngomong ber-api2 sampe urat lehernya yang hijau keluar semua…
    Termasuk nyleneh iya…juga, sewaktu Saya masih tinggal di PondokGede pernah nonton TV, Kikiek adu argument sama Pak Yusril. Pak Yusril pake jas lengkap dengan dasinya…Kikiek pake celana Jeans dan Kemeja panjang…doang.
    Tempo hari mau ndaftar jadi Cagub dari calon independent ditangguhkan sama KPU jawa timur, trus si Kikiek kampanye Golput…saya jadi ikutan dia..he..he…kebetulan pas coblosan cagub saya pas di Laut….

    Reply

  41. tridjoko
    Aug 15, 2008 @ 20:02:50

    –> Simbah :

    Mas dulu waktu SMA ikut Pramuka nggak ? Saya sama Kikiek ikut Pramuka. Waktu itu kalau nggak salah kelas 1 atau 2 SMA. Pas habis latihan Pramuka oleh Pembina Pramuka Pak Didik kita diberi 1 panci besar isinya es sirop yang maniiiis sekali…sampai-sampai semua cowok Pramuka berebut dengan gelas masing-masing untuk ngambil sirop itu…

    Melihat para cowok Pramuka berebut sirop dan tidak ada yang mau ngalah, Kikiekpun menuju panci berisi sirop itu lalu kemudian….. cuh… cuh…cuh…dia meludah 3-4 kali ke dalam panci berisi sirop itu…

    Semua cowok merasa jijik…dan satu demi satu mundur….sore yang panas itu, semuanya tidak jadi minum sirop gara-gara Kikiek…hahahaha !!!

    (Anehnya, saya kira Iing jatuh cinta sama Kikiek ya pas kegiatan Pramuka itu. Udah tahu kelakuan Kikiek kayak gitu, masih mau maju terus. Jadi sebenarnya yang waras siapa, hayo ???)….

    Reply

  42. simbah
    Aug 16, 2008 @ 10:06:13

    Ha…ha..ha..iya..ya..saya ingat, cuman aku nggak ikut masuk Pramuka waktu itu..soalnya lagi kedodoran, rapor cawu-1 kebakaran. Kalau Kikiek sama I’ing ikut Pramuka aku tahu, soalnya Rumah I’ing yang di Jl. Pepaya kebetulan ada di samping belakang Rumahku, jadi kalo Kikiek ngapel kesana aku sering lihat, cuman aku ngumpet-2 supaya nggak konangan Dia. si Kikiek itu kalau punya mau nggak bisa dipenggak, setahuku dulu I’ing diancam sama Kikiek, kalau nggak mau diapelin, genteng Rumahnya mau dilempari batu……nah lama-2 I’ing keder juga ngeri… gentengnya pecah….ya….nurutlah….dia…

    Reply

  43. tridjoko
    Aug 16, 2008 @ 17:02:06

    –> Simbah :

    Hahaha….ngancam gentengnya bakalan dihancurin, lalu “jadian” sama seseorang ? Walah..walah…itu sih contra-indication “Romeo and Juliet” ya ?

    Di pihak saya sebagai roommate-nya Kikiek, saya dan juga teman-teman lain yang sering ke rumah bingung setengah hidup, soalnya setiap malam hari tertentu (saya lupa, Selasa Kliwon atau Jumat Legi) si Kikiek selalu ngilang. Seingat saya, Kikiek waktu punya motor Suzuki Trail 125 warna hijau PKB sukanya nongkrong di Jalan Jawa, di depan rumahnya anaknya Dantares (Wowok). Jadi setiap kali saudaranya Kikiek datang ke rumah, dengan basa-basi yang sangat basi saya jelaskan…”Anu kok, Kikiek punika lare ingkang santun sanget, menawi lelungan pasti ninggalaken pesen…”. Lalu kota Madiun tak ubek-ubek, pakai sepeda tentu saja, lha wong motor aja saya tidak punya, sampai-sampai kakiku maksudku paha sak ke bawah sampai jempol kaki, mau terlepas dari sendinya saking capeknya !!!

    Ooo..tahu Kikiek suka ngendon di Jalan Pepaya, pasti saya langsung ke PG Rejosarie nglemparin rumahnya Kikiek…biar Kikieknya marah dan langsung pulang ke rumah…(Lho, ceritanya kok jadi lempar-lemparan genteng ya ?)…

    Celakanya, sebagai seorang yang berbakat detektif dan kenyang cerita Hercule Poirot, Agatha Christy, dsb saya nggak nyangka babar blas kalau Kikiek “parkir” di tempat Iing. Maklum, Iing waktu itu statusnya masih di-sekak-seter sama seseorang yang tentunya Simbah juga tahu (atau kura-kura dalam perahu, pura-pura tidak tahu)…jadi gagallah aku jadi detektif…

    Gitu lho ceritanya !

    Reply

  44. simbah
    Aug 17, 2008 @ 15:24:17

    He…he…..masa lalu,..memang manis, kadang-2 terharu….ada kalanya jadi jadi korban bulying…dari teman …tapi ya…nggak apa-apa…wong ABG. Masa mencari identitas…jadi belum bisa berpikir dewasa…

    Reply

  45. tridjoko
    Aug 18, 2008 @ 09:55:43

    –> Simbah :

    Ya..ya..the good old days….gitu katanya…

    Reply

  46. judi kasturi
    Aug 21, 2008 @ 02:09:37

    Lho, Simbah rupanya tonggonya mbak I ing, berarti seputaran Jl pepaya. Seingat saya waktu itu yang seusia mbak I ing di blok itu ya Dolly nya Pak Prapto (Kodim), terus ada Netty nya Pak Ahmad, tentara. Blok rumah I ing ada rumah Pak Topo. Dulu sempat dagang sapi. Waktu menaikkan sapi ke atas truk, eh sapi nya nggak mau naik. Dipentungi menggegek. Pak Topo itu seputaran rumah Mbah So. Blok – blok rumah yang menarik karena banyak pohon buahnya ha ha ha Rumah masih masih jarang, banyak pohon buah – buahan. Banyak jalan tembus, sampai ke Jl Pringgondani, rumah Pak Kushadinoto, ada pohon asem nya yang basar dan rindang. Indah rasanya. Jangan di waktu sekarang. Gang – gang ditutupi tembok-tembok rumah. Kembali ke Mas Kikiek, memang seperti tak habis dibahas, apalagi menyangkut “sentuhan” yang kita alami. Saya, contohnya. Kawan – kawan di madiun tahunya ya penjual rosok tapi memang cukup ada perobahan sejak kenal dengan mas Kikiek. Rumah dan motor saya di Madiun; baru ! Timbul rasanan; “lha. iyo, kenal mas Kikiek lagek pirang dino ae koq motor e anyar”he he he
    Ada perobahan yang cukup memang, bahkan anak saya pun sudah ketularan ber politik. Kema
    rin anak saya maju pemilihan ketua Ketua OSIS SMA 4 dan kepilih dengan suara terbanyak. Saya sendiri lha koq ikut nyaleg di PKB nya Gus Dur. Ini lagi menunggu “nasib baik”. Saya memang “dapat banyak” ketika bisa dekat dengan mas Kikiek. Ilmu lebih baik dari pemberian yang lainnya. Hal ini kawan – kawan banyak yang tidak menyadari. Maklaum teman – teman se Jawa timur pada nggembol nomer HP nya mas Kikiek. Hingga walaupun beliau di jakarta, jarum jatuh pun di Jawa timur, informasi masuk ke HP nya. “Kedekatan’ itu tak gunakan untuk kepentingan yang lain, yakni keberanian menapak masa depan dan menambah Pe de. Jarang orang bisa memanfaatkan seperti saya, hingga suka ada “mis kom” tentang “kedekatan” dengan mas Kikiek.

    Reply

  47. tridjoko
    Aug 21, 2008 @ 08:01:00

    –> Mas Judi Kasturi :

    Nah..saya jadi ingat, ya persis di belakang rumahnya mbak Dolly itulah rumah mbah saya. Saya, Bapak dan Ibu saya memanggil beliau “mbah Djono” entah siapa nama beliau tepatnya saya nggak tahu, mungkin Bapak-Ibu saya yang tahu. Memang bukan mbah persis mbah saya, tapi mungkin adiknya mbah saya tapi juga bukan adik kandung persis, karena usia beliau masih muda dibanding mbah-mbah saya.

    Kalau rumah mbak Dolly yang putrinya Pak Prapto madep ngetan, lha rumah mbah Djono ini madep ngalor. Sewaktu SD sampai kelas 4, setiap tahun terutama Lebaran Bapak, Ibu, mbak2 dan saya selalu sowan ke mbah Djono ini. Sayang sejak saya SMP nggak pernah kesana lagi, mungkin malu kalau ketahuan mbak Dolly…

    Dolly, seperti juga Kikiek, dan Simbah, adalah teman saya SMP 2 yang sama-sama meneruskan ke SMA 1, tapi kita beda kelasnya jadi ya nggak terlalu dekat, tapi tahu…

    Kembali ke Kikiek, kadang-kadang saya juga “memanfaatkan” kedekatan saya dengan Kikiek untuk untuk melirik gadis-gadis pabrik gula – walau sak lirikan thok, belajar naik motor dengan Vespanya Kikiek, dan yang terakhir….pinjam seperangkat pakaian adat dan perlengkapan tari Jawa yang dibawa Iing dan Kikiek ke Athens, Ohio. Ceritanya di tahun 1989 di kampus saya Bloomington, Indiana mau diadakan “Indonesian Night” semacam acara 17 belasan untuk memperkenalkan Indonesia ke teman2 dari negara lainnya. Nah, teman2 di Bloomington ora bondo opo-opo, terutama perlengkapan nari. Lalu saya telpon Kikiek di Athens, Ohio, yang nerima Iing soalnya Kikiek lagi mandi, “Ada apa Tri Djoko ?”. “Anu Ing, saya mau pinjam perlengkapan nari Jawa ada nggak ?”. “Ooo..ada, datang aja ke sini”. Ngobrol cukup lama sampai Kikiek selesai mandi, “Saya habis latihan karate nih, Ndoll. Ke sini aja kalau mau minjam”. Akhirnya, sayapun datang ke Athens, Ohio pakai mobil sports-nya Andre Ketua Permias Bloomington yang merknya Chrysler. Kita mampir ke apartemen Iing-Kikiek yang arsitekturnya bata merah campur semen dan terletak di tepi Sungai Ohio itu. Akhirnya menjelang sore (jam 8 malam suasana masih sore ada matahari), kamipun pulang. Eh..mau mampir makan bakso di Columbus, Ohio…toko baksonya sudah tutup. Sampai Bloomington udah sekitar jam 12 malam (setelah 4 jam perjalanan) dan seminggu kemudian acara Indonesian Night di Bloomington sukses, dan Kikiek bahkan calling temennya cewek bule Amerika sayang saya lupa namanya…yang menarikan tari Bali !!!

    Waktu saya ke Athens itu, Ditto mungkin masih SD usia sekitar 7 tahun, tapi Ayodya saya lupa-lupa ingat…seingat saya belum lahir ketika saya pergi ke Athens, Ohio…

    Reply

  48. judi kasturi
    Aug 22, 2008 @ 10:01:53

    Tentang rumah Mbha Djono, di belakang rumah Pak Prapto, saya inget, mas, tapi lamat – lamat. maklum isik piyik. Tapi yang nggak lamat – lamat, rumah mbah Djono itu kemudian dihuni Pak Amad. Kenapa tentang Pal Amad saya nggak lamat – lamat, karena salah satu putrinya, yang namanya Tutik, teman sebangklu saya, dari klas 2 hingga klas 6 SD Budi Utomo B, Jl Kemiri, Madiun. Mungkin guru – guru di B U itu mau “menjodohkan” saya dengan Tuti ha ha ha hubungan saya dengan Tuti, masih baik hingga sekarang. Lha, kakaknya Tuti, yang namanya Mbak Neti, kemudian diperistri oleh putra sulungnya Pak Prapto, yakni Mas Anton, kakaknya Dolly. JHadi hubungan Pak prapto dan Pak Amad adalah besan. Sekarang, karena Pak Amad menghuni rumahnya Mbah Djono, apa ada hubungan saudara ya ? Artinya, kalau ada hubungan saudara, berarti Mas Tridjoko dan Mbak Dolly adalah saudara juga ha ha ha ha ha ha. Kakaknya Mbak Dolly, Mbak Corin, denger-denger di peristri “orang berpangkat” di AL. Kemudian, kakaknya Mbak Dolly lagi, mas Bonsan jadi seniman keramik dan tinggal di daerah Cirebon. Mudah dihafal, karena putra – putranya Pak Prapto dinamani dengan huruf alfabet urut, A (Anton), B (Bonsan), C (Corin), D (Dolly), E (Ervanto), ;lha yang E ini, kawan saya sekelas di SMP 2, Maduin. Mas Kikiek memang “menyediakan” potensinya untuk dimanfaatkan. Contohnya. sudah 2 malan ini, saya tidur di Bukafe. Yang punya pulang ke Depok, malamnya, saya “tinggali”. Di Bukafe, banyak anak – anak jalanan dari Pasar Minggu, yang ditampung Mas Kikiek. Kalau saya, ya anak jalanan, asli Madiun. “Nunut turu”, memang termasuk hobi saya, mungkin tepatnya karena kepepet. Bertahun – tahun, saya “Nunut turu” di Rawamangun dan Bulungan, Jakarta. Makanya. “orang – orang besar” mantan gelanggang Remaja Bulungan, Jak sel, banyak yang saya kenal, termasuk mas Kikiek. Kalau di Bulungan, mas kikiek dikenal sebagai “Kikiek Karate”, ada juga yang menyebut “Kikiek Kacamata”, ada juga yang menyebut “Kikiek pengamat politik”. Herannya, sampai sekarang, masih saja ada yang belum tahu kalau Kikiek itu ya Hermawan Sulistyo.

    Reply

  49. tridjoko
    Aug 22, 2008 @ 11:06:08

    –> Mas Judi Kasturi :

    Wah..menarik cerita anda tentang ABCDE-nya putra-putrinya Pak Prapto. Kakak2 mbak Dolly yang A dan B mungkin saya pernah lihat, berkulit putih-putih gitu kan ? Tentunya, persisnya saya nggak ingat, lha wong udah 36 tahun yang lalu ! Tapi kalau nggak salah mbak Corin itu dulu juga di SMP 2, kalau nggak salah satu atau dua tahun di atas angkatan saya, Dolly, Kikiek, dan Simbah. Tentu saja wajah mbak Corin saya masih ingat : kulit putih, dan rambut agak keriting kan ? Tentang mbak Dolly, wo ingat sekali karena sampai kelas 3 SMA 1 masih satu sekolahan. Cara jalannya nggak ada yang nyamain…hahaha…

    Saya jadi agak jelas ingatan saya, mbah Djono kakung dan putri itu punya satu anak lelaki, ya mungkin Pak Ahmad itu…kalau nggak salah, dulu waktu muda sudah berkacamata…(maaf kalau salah, maklum sudah 45 tahun yang lalu !!! masya Allah, setengah abad !!!)…Ya nyuwun tulung Mas Judi Kasturi ntar kalau pulang ke Madiun, kalau ketemu Pak Ahmad atau putra-putrinya tulung ditanya bapaknya / kakeknya namanya siapa…pasti ada Djono-nya gitu…

    Mengenai Bukafe, saya pernah ditelpon Kikiek, “Ndoll, neng universitasmu ana lowongan dosen rak ? Anakku Ditto kae wis lulus tapi malah ra gelem mulih neng Jkt malahan nunggoni pacare sing neng Bandung”. Akhirnya saya rancang ketemu Ditto di Bukafe. Eh..ternyata dia datang sama Ibu Iing. Njur kita ngobrol sebentar. O ya, saya pura-pura mau beli buku di Bukafe, kalau nggak salah beli 1 atau 2 buku. Ternyata Ditto lebih pengin sekolah di Kyoto daripada ngajar di Binus. Eh..jebul, beberapa bulan kemudian pacare Ditto wis bar sekolahe lan njur..ding.. ding..kling..didadekna manten. Sayang aku nggak datang karena dikirain Minggu jebule Sabtu !!! Sadare wis Sabtu sore ditelpon Cak Pardan dari Surabaya, “Ndoll, kowe mau teko nggone mantune Kikiek rak ?”. Wis..lha dallah…lupa !!

    Waktu Kikiek dan Iing mantu adiknya Iing di Depok dulu waktu saya datang sekeluarga, yang datang dari Jenderal bintang 4 Polisi, tokoh2 DPR dan masyarakat, sampai anak2 jalanan..

    Kalau saya sendiri sudah anak jalanan, mosok memelihara anak jalanan lagi…hehehe…masak jeruk makan jeruk ?

    Reply

  50. judi kasturi
    Aug 23, 2008 @ 10:24:22

    Seperti biasa, malam tidur di Bukafe yang nyamuknya, alamak…ha ha ha mbalik ke panggonan Gontor (Manggon Kantor). Buka blog. Mas Anton nya Pak Prapto, potret remaja awal orde baru yang “ngikut Koes Plus”. Beliau termasuk elit grup KIKEK (kaum muda gondrong – gondrong. pakai blue jeans, di seputaran Kejuran dan Taman)), malah punya group band yang dinamai seperti itu. Di lain tempat ada grup KECIK (seputaran gedung bioskop Lawu), Gemble (seputaran Nambangan Lor dan Mangunharjo) dan ada juga Casanova (seputaran Nambangan Lor). Seinget saya, sejak 69 an hingga pertengahan 70 an, menjamur group – group anak muda seperti itu. Malah sampai sekarang, KECIK, misalnya masih klangenan ngumpul. Khabarnya ada mantan petinggi negeri ini, masa muda nya termasuk group “CAH KECIK”. Tentang Mas Anton, gambarannya tak jauh yang dibilang Mas Tridjoko. Beliau punya peralatan band n sekaligus pemimpinnya, kalau nggak salah namanya KIKEK BOYS. Waktu piyek, saya sering lewat jl Pepaya, jadi denger jrang jreng jrongnya latihan band di rumah Pak Prapto. Banyak “anak KECIK” yang terlihat di rumah pak Prapto itu. Gondrong – gondrong. pakai blue jeans, pokoknya mboys – mboys. Kembali ke pak Ahmad, mungkin benar juga. Pak Ahmad, seinget saya pak tentara yang berkacamata. Untuk kemudian entah kenapa, khabarnya menikah lagi, rumahnya di jl Pepaya itu dijual. Anak – anak Pak Ahmad, mbak Nety, tinggal di etan kuburan Taman, termasuk juga Rini, adiknya mbak Nety, terus sebagian lagi tinggal di Jl Borobudur, Kletak. Coba nanti tak tanyakan hubungan antara Mbah Djono dan Pak Ahmad.

    Reply

  51. tridjoko
    Aug 23, 2008 @ 17:27:59

    –> Mas Judi Kasturi :

    Saya pernah menulis posting tentang band-band Madiun di masa “Chechick Boys Club” yang dulu sering manggung kala 17 Agustusan. Kalau nggak salah, tahunnya 1968 atau 1969. Yang jelas, Orla sudah lewat dan Orba baru datang (soalnya, siapa yang musiknya jrang jreng jrong ama Bung Karno dimasukkan bui, contohnya ya Koes Bersaudara itu – belum Koes Plus – makanya ada yang lagunya “Di dalam Bui”). Salah satu lagunya adalah “Whole Lotta Love” dari Led Zeppelin !!! Wah, keterlaluan tuh Orba…masak 17 Agustusan lagunya ngimpor dari Inggris sono ! Tapi asyik, biasanya saya nonton njegugruk di depan panggung yang dipasang persis di depan gedung Walikota Madiun, dari band-nya belum muncul sampai band-nya bubar saya di sana terus…hehehe.. kalau diingat-ingat seru juga (saya tidak tahu, apa Kikiek kecil juga nonton, kalaupun nonton pasti pakai mobil pabrik gula, kalau tidak salah ia SD-nya Guntur dan pada saat itu masih di PG. Soedhono – Nggeneng)…

    Memang, salah satu anggota Chechick BC (demikian mereka nulisnya, bukan simpel seperti Kecik BC) adalah salah satu mantan Panglima TNI yang dari AURI. Wah…asyik ya, dari mboys sampai jadi orang beneran. Tapi saya pikir anak-anak Kechick BC sangat kompak kok. Saya yang ingat cuman bassist-nya yang bernama Supardi, akhirnya menjadi pegawai PG Rejosarie.

    Yang saya tidak tahu, dimana posisi “Isman Bersaudara” yang satu angkatan dengan Koes Bersaudara dan dulu pernah rekaman dan lumayan populer karena sering diputar RRI Madiun. Rumah mereka sekitar rumahnya Ifik Grafikayanti di Nambangan Lor sana (jalan besar dari jembatan Madiun ke arah selatan). Isman ini konon tokoh Kosgoro, yang salah satu putranya Haryono Isman yang pernah Menpora jaman Pak Harto (kalau tidak salah lho ! yang saya ingat, mereka sempat ngeband di Madiun, tapi ujug-ujug ilang dari Madiun karena… panggilan sejarah ?)…O ya, Ifik ini adik kelas di SMP 2 sekitar 2 tahun di bawah saya, kemudian ke SMA 1 juga sih…

    Mengenai band-bandnya anak Chechick BC, pernah saya tulis postingnya yang saya lupa judulnya (apa “Bioskop Lawu” ??) yang juga dikomentari panjang lebar sama Simbah..

    Saya Senin 25 Agustus sore Insya Allah sudah sampai Madiun untuk bekerja mengaudit IT di perusahaan client (sebaiknya tidak saya sebutkan). Pulangnya Kamis tanggal 29 Agustus malam naik KA Bima. Jadi cukup lama di Madiun-nya. Saya akan nyekar di makam alm. Bapak/Ibu di dekat rumah SB 22, lalu juga nyekar alm Bpk Salam – yang ngontrak di rumah saya – yang wafat Mei lalu dan dimakamkan di Pagotan…Biasanya oleh client, saya dan teman2 diinapkan di sebuah hotel terkenal yang dulu letaknya di depan bioskop Lawu…Hehehe..jadi kalau Mas Judi Kasturi sedang di Madiun, boleh nanti kita ngobrol di waktu malam…Tapi acara saya kelihatannya sudah padat, karena juga nyekar alm. mertua di Caruban, ketemu teman2 SMP 2 macam Simbah dan Totok, dan lain-lain..Hape saya nul-wol-ji-ji-wol-nem-mo-nul-ro-nul.

    Saya biasanya tetap baca dan nulis Blog selama di Madiun dari Warnet di Jalan Kalimantan yang terletak persis di seberang toko komputer terkenal (nama warnet dan toko komputer lupa euy…)…

    Reply

  52. judi kasturi
    Aug 23, 2008 @ 21:25:40

    Siap, ndan. Melu – melu bahasanya mas Kikiek. Tentang Chechiek Boys, eksponennya masih suka nongkrong di Madiun. Salah satunya De Tuk, nongkrongnya di Punthuk. Kalau saya cari rosok, beliau di seputaran ayam jago he he he. Tokoh – tokoh Chechiek Boys, saya lamat – lamat, karena masih klas 1 atau 2 SD, tapi mereka saya kenal ketika sudah sama – sama mikir ekonomi he he he namun tinggal cerita. Wis tuwo – tuwo, bahkan sudah usia pensiunan. Kalau Kikek Boys (Kikek: mungkin yang di maksud julukan bagi anak anjing yang kecil tapi sangar), nggrombolnya di seputara Gedung Fatimah, Kejuran, Madiun. Kalau nggak salah, disamping Mas Anton, elitenya, ada yang namanya Surung, Bandono dll. Lha, kalau Gamble Boys, di Nambangan, konon salah satu tokohnya Kokok Raya, Walikota Madiun. Kemudian ada group Casanova, group ini paling hot kalau pas pawai tujuh belasan, dengan bisingnya suara motor. Waktu itu, motor jarang yang punya. Motor sebagai barang elit. Kalau nggak salah ingat, salah satu ciri anak Chechik Lawu, ya motor Harley nya. Bisa dibayangkan kota yang waktu itu cuma satu kecamatan, ada beberapa group yang anggotanya mboys – mboys he he he. Ruuame. Lha era 76 an, muncul se suia adik -adik nya group – group yang terdahulu, diantaranya CC Group, tokohnya Togog, dan ada juga Dwi Bora (teman mas Kikiek, anak pabrik gula). Kemudian Gamble Yunior, tokohnya Nggonot, dsb. Kemudian ada juga Asabor, singkatannya Anak Sadis Borobudur, tokohnya kalau nggak salah inget Bagyo Kalur. Wah, hebat ya? he he he tentu tak lepas dari gesekan padu don, namanya juga anak muda, sekaligus nama “jago – jago”. Makanya, sampai sekarang Pak Wali Madiun, tetap ada yang njuluki “Janggo”. Setelah era itu, masih muncul grup grup, agak halus, seperti Draksi, grup – grup anak SMA 1 atau SMA 2, antah apa namanya. Mungkin, grup grup anak muda madiun itu, bisa di telaah lebih lanjut. Terakhir, yang dominan adalah grup – grup dari dunia persilatan dan manyiratkan seduluran. Sedulur Tunggal Kecer (STK), misalnya. Tetap menuculkan adanya “padu don”, khas anak muda. Kalau mas Tridjoko tindak Madiun sekarang ini, yang banyak grup grup partai ha ha ha ditambah grup grup pendukung Kandidat Cawali Madiun. S eperti menggambarkan orang Madiun memang cenderung “meng grup – grup”. Kalau jenengan, bukan orang populer, bis ngagem celana pendek, nongkrong di warung – warung. Nanti akan menjumpai banyak pengamat – pengamat politik tingkat lokalan, tak kalah vokal dengan mas Kikiek pun dengan mas Kardi Rinakit ha ha ha ha Ngasto uang 5 ribu dengan bersepeda, sudah berani mengunjungi 2 atau 3 warung, asal cuma ngunjuk kopi cangkir dan telo atau gedang goreng he he he bahkan kalau “anggung” nya mas Tridjoko bagus, malah duit utuh, ada saja yang mbayari nantinya. Itulah kenapa orang tinggal di Madiun bisa betah. Tentang grup – grup itu, saya ngerti tapi agak kuper, mas. Maklum, saya hanya keluarga tukang becak saja. Manut orangtua;”…wong ora duwe, tumindak sing ati – ati, Le…”. Kuper dan minder itulah, yang membuat saya memandang mas Kikiek dulu di awang – awang. Saya masih ingat, ketika Eyang Haryodo wafat, saya duduk nyempil di rumah temenku nggak jauh dari rumah Eyang Haryodo, di Jl Kapuas, Madiun. Teman saya sempat ngasih tahu; “kae lho sing nyapu kae, putrane Eyang Haryodo. Jenenge Hermawan Sulistyo, pengamat sing gawene mlebu TV nasional”. Baru 2 lebaran lalu, njelalah saya ketemu Hudi Prihanto, teman se kelas di SMP 2 Madiun. Ketika main ke rumahnya, teman yang bapaknya dulu ngajar di SMP 3 Madiun itu, mengenalkan pada kakaknya, mas Joko Pentet. Mas Joko lah yang ngasih no hp nya mas Kikiek dan kemudian saya ewang – ewang waktu nyalon gubernur Jatim. Nggak jadi nyalon, tapi saya bathi kenal mas Kikiek he he he Disamping seneng “menggerombol”, banyak orang Madiun yang seneng seni, Mas. Konon dulu, Sudjojono pernah bikin Persatuan Ahli Gambar di Madiun. Makanya kalau panjenengan inget IKIP Malang cabang Madiun, ada jurusan Seni Rupanya. Bahkan Widyamandala, Madiun awal – awalnya yang kondang fakultas sastra nya. Khabarnya, Wojowasito dan juga penyair sapardi Joko Damono, khabarnya lho, pernah ngajar di Madiun. Saya masih inget, kalau nggak salah lagu dangdut orang Nambangan sering di putar di Radio Gabriel waktu itu. Orang Madiun banyak yang hebat, antara lain; Prof Haryati Sudibyo, Prof Rooseno, Bondan Gunawan, Pangab Joko Suyanto, wah buanyak. Malah, saya pernah kenal, kakak iparnya Setiawan Jodi, dulu tinggal di Jl Lawu no 1, Madiun (sekarang dipakai tangkis bengawan). Makanya, mertuanya Setiawan Jodi, “di sare kan” di Taman. Kalau miturut informasi, mertua Pak Setiawan Jodi, termasuk pengusaha Indonesia yang sukses berdagang di Amrik. Jadi bagi sebagian orang Madiun, Amrik sudah nggak asing. Begitu juga Amrik bagi mas Tridjoko ha ha ha Boleh jadi yang bersekolah tinggi -awal – awal munculnya universitas di neger ini- banyak orang Madiun nya. Cuma setelah berhasil tidak kembali ke Madiun. Di jl Sulawesi, ada kediaman Bpk Ali Sastroamijoyo (pernah jadi Perdana Menteri di republik ini), sebelah rumahnya Bpk Ali itu, hanya selisih bangunan sekolahan, tempat tinggal mertuanya alm Nurcholis Majid. Jangan – jangan orang Madiun juga banyak yang sudah jadi “orang Bandung”. Tak heran, di Bandung ada jl Alibasyah Sentot, panglima Diponegoro yang asli Madiun. Yang justru mengherankan, di Madiun sendiri gak ada jalan yang bernama Alibasyah Sentot, Ali Sastroamijoyo atau Nurcholis Majid. yang ada jl Pepaya, jl Rawabhakti dsb ha ha ha

    Reply

  53. tridjoko
    Aug 23, 2008 @ 23:06:20

    –> Mas Judi Kasturi :

    He..he..he..kalau nggembol duwit Rp 5 ribu, pakai celana pendek, lan naik sepeda, pasti nggak bakalan ada orang yang ngenal saya : pendek, gempal, item, rambut putih, mungkin dikirain Bugel Kaliki dari Gunung Ciremai lagi turun gunung…hahaha… Tapi pada isteri dan anak-anak saya, saya pernah berutopia liburan seminggu di Madiun lan sore-sore nongkrong di alun-alun, siapa tahu masih ada yang mengenal saya (sejak pergi dari Madiun thn 1975 alias 33 tahun yang lalu !)…Kalau punya duwit limang ewu, senengaku ya ngombe es dawet lan mangan kokam (k*nt** k*mb*ng alias “gandasturi”) di warung Jl. Trunolantaran – Mojorejo…

    Tentang IKIP Madiun, saya tahu persis sis..lha wong bapak saya dulu dosen IKIP Malang Cabang Madiun. Kalau Pak Wojowasito itu Guru Besar IKIP Malang, jadi tinggalnya di Malang. Tapi yah sering datang ke Madiun, begitu pula beberapa dosen IKIP Yogyakarta, IKIP Semarang dan IKIP Surabaya, selain IKIP Malang, juga sering ngajar di Madiun pada waktu itu. Konon, Sapardi Djoko Damono dulunya juga dosen IKIP Malang Cabang Madiun yang ketika dilebur sekitar tahun 1973-an, Sapardi mungkin memutuskan pindah ke UI (karena akhirnya Guru Besarnya dari UI). Bapak saya dulu juga ditawari pindah ke IKIP mana saja di tanah air setelah IKIP Malang Cabang Madiun dilikuidasi…tapi beliau berkata, “Saya sudah tua, pindah malah bikin sengsara, gaji tetap tapi harus cari rumah kontrakan dan sebagainya padahal anak masih sekolah semua”. Akhirnya bapak memutuskan tetap di Madiun dan mengajar di SPG Madiun sampai meninggalnya (yang gedungnya ex gedung IKIP Malang Cabang Madiun)…

    Ir. Rooseno yang adik kelas Bung Karno di Sipil ITB juga orang Madiun (Winongo). Waktu muda sukanya nongkrong di jembatan kereta api Winongo, kagum akan kekuatan struktur jembatan yang tidak ambrol walau dilewati kereta api yang lari kencang…

    Jaman Orla, Madiun memang “kota pilihan” alias “kota maju”. Masih ingat telpon jaman dulu? Di kota-kota lainnya masih pakai telpon engkol dan masih pakai operator tapi Madiun telponnya sudah otomat ? Mungkin karena Madiun kota militer (angkatan udara). Makanya Megawati di tahun 1960an tinggalnya di Jalan Sulawesi karena suaminya pilot AURI. Saya masih ingat Mega suka naik VW 1300 menderum-derum memecah Jalan Sulawesi, karena konon kabarnya Bung Karno dan Mega suka berkunjung ke keluarga pemilik armada bensin “Mitro Nowo” di sebelah selatan stadion Madiun..

    Saya juga dengar isterinya Cak Nur orang Jalan Sulawesi, malahan kakaknya adik kelas saya di SMA 1 Madiun namanya Hetty atau Hesty gitu (yang tahu persis mahasiswa saya di Univ Paramadina – Nandya Asril Wardhono yang juga saudaranya)..

    Mengenai nama jalan mengapa di Bandung tidak ada Jalan Gajah Mada, di Madiun mengapa tidak ada Jalan Alibasyah Sentot, itu yang disebut “kecelakaan sejarah”. Dulu Jalan pinggir kali dari Pasar Klegen ke selatan itu namanya Jalan Pattirajawane waktu saya SD, setelah itu diubah menjadi Jl. M.T. Haryono karena di jalan itu tinggal orangtua Pahlawan Revolusi itu…

    Dengan berubahnya pemerintahan dari Orla menjadi Orba, kelihatan Madiun dikonstruksi menjadi kecil karena kota di sebelahnya yaitu Solo – yang merupakan kota kelahiran Ibu Tien dan kota masa remaja Pak Harto – ganti dibesarkan, makanya lahirlah UNS dan sebagainya…

    Perlu disesali ? Oh, tidak. Kekurangannya Madiun tidak banyak berkembang tapi kelebihannya Madiun tetap seperti semula penampilannya : kalem, tentrem, murah, lan banyak pensiunannya….hahaha…

    Reply

  54. simbah
    Aug 23, 2008 @ 23:58:05

    Kalau tidak salah ingat, membaca tulisan Dik Yon sambil bergurau, bahwa kamar kost-nya Kikiek atau kamar Anda, ada penunggunya….yang siapa tinggal disitu akan jadi orang….??
    Menurut kata orang-2 Tua jaman dulu meskipun tidak pernah makan sekolahan, tapi toh lebih banyak makan asam garam…itupun tidak bisa dipandang remeh…atau bahan tertawaan, meski tidak masuk diakal…toh prediksi itu benar adanya kan..? Coba Anda berdua ketemu di Amrik, sekolah di sana…yang dulunya tinggal di Ngrowo…
    Aku sendiri, berhubung sekolahku gak gaduk. Tapi hal-2 semacam ini masih kuyakini adanya. Ada hal-2 yang tidak bisa dilihat dan di nalar, tapi bisa dirasakan dan nyata adanya. Mungkin orang mengatakannya mistik, tapi di pelajaran Tasawuf ada disinggung. Kekuasaan Allah tiada batasnya…he…he.. agak serius ya??

    – > Mas Judi Kasturi, sebetulnya alamatmu di Madiun dulu dimanakah tepatnya ? Saya dulu tinggal persis di belakang Rumahnya pak Topo, madep ngalor, persis depannya pak Kooshadinoto. Ibuku dulu guru, mulang di SD Budi Oetomo-B sekarang pensiun, barangkali anda masih ingat, asmane Bu Kartini. Saya lulus SD BO tahun 1969 dan lulus SMP-2 bareng Dik Yon, tahun 1972 trus masuk SMASA yang harus mbayar selawe ewu…itu…
    Teman dolanku waktu sih piyik ya Putrane Pak Topo almarhum Kaheri Indrokincoko, trus putrane pak Kadeni, Jito, Budi dan Priyo dan depan Rumahnya pak Topo kan ada mBak Isnu, penyiar RRI madiun tempo dulu, masih ingatkah..?

    –> Iya Dik Yon, saat ini aku lagi mendharat, kalau anda ada sedikit waktu bisa ketemu, sekalian sama Totok, ben wawuh gak satru maneh…he..he…

    -> Di Madiun, menurut Radar-Madiun sedang dibangun pusat perbelanjaan Carefour, dibekas terminal lama nJoyo, sekarang sedang diperluas dan konon akan dapat menyerap tenaga kerja sekitar 1000 orang, semoga….

    Reply

  55. Oemar Bakrie
    Aug 24, 2008 @ 00:08:19

    Ikutan nimbrung ya Pak. Soalnya Bapak saya juga alumni IKIP Malang yg di Madiun jurusan Seni Rupa meskipun sudah kerja di Perhutani. Lulusnya tahun berapa saya lupa, yg jelas saya masih TK atau SD klas 1.

    Salah satu kenangannya ada di posting saya yg ini (jadi numpang nge-link).

    http://grandis.wordpress.com/2008/02/18/sang-pemikir-le-penseur-the-thinker/

    Reply

  56. judi kasturi
    Aug 24, 2008 @ 02:19:15

    Warakadah, si Mbah he he he tentang panjenengan, saya jadi lamat2 tahu. Pertama, Bu Kartini, guru idolaku di SD. Beliau tidak pernah marah. Apa masih sugeng ya? Waktu SD, aku di juluki Bagong. Bu Kartini pasti ingat. Wong ke dua adik saya, juga sekolah BO, sering di “tegor” Bu Kartini, “…mas mu Bagong kae pinter, sayang tulisane koyok cekeremes he he he Ke dua, yang disebuat kawan2 si Mbah, Kaheri, Jito, saya kenal. Jito itu sangat trampil tangannya. Bikin2 pekerjaan tangan, walaupun ke dua kakinya cacat sedari lahir. Ke tiga, ada putri Bu Kartini, kalau nggak salah Herlina apa siapa ya namanya, temanku sekolah dan sekelas di SMP 2, walau SD nya di BO A. Berarti, nitik kelahirannya si mbah, pasti kakaknya temanku di SMP 2 yang berkacamata itu. Rumahku di Jl Kuweni, Mbah. Masa kecilku sering “blusukan” di samping rumah Bu Kartini karena banyak pohon mangga. Kalau nggak salah, penghuninya bernama Mbah So. Kalau masa kecilku, dipanggil Bagong, masa tuanya dipanggil Mbah Enggot, bakul rosok atawa barang kawak. Maka begitu ada istilah “kawak”, seperti blog nya mas Tridjoko, saya langsung “nyahut”. Dunia memang sempit, nggih? Tapi nyuwun sewu, kawulo lamat – lamat. Panjenengan waktu muda nya gemuk dan sedikit agak membungkuk, jalannya hampir seperti guru idolaku, Bu Kartini. Barakan saya Didit nya Pak Kushadinoto, dan samping kiri rumah panjenegan di Pringgondani, yang hok, namanya Pri. Saya enjoy di Madiun, wong pegang 2 ribu saja sudah dapat sego pecel sak buntel plus lawuh lempeng apa rempeyek. Ya, gara – gara kenal dengan mas Kikiek, wis tuwo njajal lagi ke Jakarta. Sudah hampir 2 tahun terakhir ini, saya war wer Madiun – Jakarta, jan2nya ya sudah ulap ha ha ha Mungkin karena bertahun2 bohemian, saya terbiasa tinggal “ber clok”. Jadi bergaul di Jakarta tak anggep seperti bergaul di pasar Sleko saja ha ha ha

    Reply

  57. tridjoko
    Aug 24, 2008 @ 04:49:14

    –> Simbah :

    Sebenarnya itu “wishful thinking” saja mas. Semacam kenyataan logis yang dihubungkan dengan harapan batin dengan rumus : H = f(B)..hallah…sok matematis !

    Jadi mungkin sifatnya orangtua saya (bapak dan ibu) untuk menyemangati anak-anaknya dan teman anak-anaknya dan anak-anak kost supaya rajin belajar saja. Kenyataannya nantinya kan beliau-beliau nggak tahu…lha wong sudah seda.

    Jadi di atas atap kamar kost Kikiek dulu waktu saya TK dan SD sampai kelas 3-4, ada segerombolan lebah madu yang tinggal di sana. Uwoh madunya buanyaaak lho, asal saja berani melawan entup-entup madu itu pasti deh dapat madunya. Jadi dulu ngunduhnya pakai panco menutup seluruh badan dan merokok klobot kebal-kebul, baru rumah tawon yang masih muda diunduh…dan dimasak bothok tawon…juan ueenaaak tenan. Manusia senang karena bisa makan bothok tawon, dan lebahpun pasti senang karena ia bisa membangun rumah madu / sarang tawon yang baru. Di Al Qur’an-pun kedudukan lebah kan sangat penting sampai dibahas di beberapa ayat..

    Nyatanya, anak-anak kost yang pernah kost di rumahku itu sudah banyak yang jadi doktor. Saya hitung tidak kurang dari 5 doktor !

    Tapi ya sekolah nggak sekolah itu rejekinya masing-masing mas. Ente cemburu same aye karena sekolah, tapi aye kan cemburu same ane kan karena ane kerjanye di tukeng minyek… hehehehe…

    Iya mas, nanti kalau pas waktu luang sampeyan tak telpon. Aku jane lali no telpon sampeyan, tapi mengko tak goleki ketoke wis mbok tulis neng blog iki…

    Reply

  58. tridjoko
    Aug 24, 2008 @ 04:54:13

    –> Pak Grandis :

    Seingat saya IKIP Malang Cabang Madiun meluluskan lulusannya antara tahun 1963 sampai 1972. Dan universitas di Madiun itu ditutup (baca: sengaja ditutup) waktu IKIP Solo bersama beberapa univ lainnya di Solo dilebur jadi UNS..

    Bapak saya dulu dosen Sastra Indonesia di Fakultas Sastra dan Seni IKIP Malang cabang Madiun. Namanya Pak Marsono. Saya punya saudara namanya Pak Pardi Prasetyo yang menjadi dosen Seni Rupa dan tinggalnya di Taman. Sampai sekarang beliau masih segar bugar, tapi mungkin sudah sepuh sekali (sekitar 80-90 tahunan)…Selain itu, dosen Seni Rupa IKIP Malang Cabang Madiun yang masih saya ingat adalah Pak Widjojo Sujono, lulusan Seni Rupa ITB, orangnya tinggi besar dengan kumis mbaplang..saya ingat karena waktu SD pernah “kursus menggambar” ke beliau…ya bisanya cuman menggambar buah dan tangan…haha…

    Nanti deh posting Bapak saya baca…

    Reply

  59. tridjoko
    Aug 24, 2008 @ 06:50:47

    –> Mas Judi Kasturi :

    Orang Madiun nyebutnya Sleko agak dikeren-kerenin menjadi “Sleko-Slovakia”…hehehe… Dulu pernah ada pegawai Binus yang namanya Ling Ling (Sylvia Lenny Wijaya) orang asli Sleko, makanya sering saya ledekin, “Ling, kowe wis mulih neng Sleko-Slovakia durung ?” dan biasanya dia cuman mesem kecut (sayang sekarang sudah keluar dari Binus)…

    Saya juga masih ingat SD BO, selain karena Ibu Kartini – ibunya Simbah – teman karib Ibu saya Ibu Sumirah yang Kepala SD Bhakti (belakang SMA 1 Madiun persis), beliau juga sering datang ke rumah, jadi lamat-lamat saya masih ingat sosok Ibu Kartini yang ibunya Simbah itu (beliau masih sugeng lho sampai sekarang, Ibu saya wafat waktu usia 61 tahun). Sosoknya lebih tinggi dan lebih besar daripada Ibu saya…

    Kakak sepupu saya yang biasa saya panggil “Mbah Yah” (mungkin nama lengkapnya “Sabariyah”) alias “Ibu Pardi Prasetyo” juga guru SD BO. Tapi ora jelas BO-A atau BO-B. Nah, mbak Yah sudah wafat beberapa waktu yang lalu karena sakit gula. Sedangkan Pak Pardi Prasetyo sampai saat ini masih sugeng…

    BO dulu terkenal sekali dengan “jago pertandingan kasti” di tahun-tahun 1963-1969 gitu. Anaknya tinggi-tinggi dan besar-besar sehingga kalau kena embatan bola kasti dari anak BO dijamin abang biru kulit punggungnya selama 7 hari 7 malam. Selain BO, dulu yang ditakuti SD Guntur-nya Kikiek. Busyet…ada 2 cewek raksasa yang sekolah di sana, mirip “Two Towers”-nya serial Lord of The Rings…. Dan kalau anak besar tadi pegang bola, pemain kasti SD saya lebih baik menghindar keluar lapangan biar nggak diembat. Hehehe…ini nostal-gila permainan kasti yang dulu benar-benar gila. Bolanya aja sekeras batu !!!

    Mas Judi Kasturi ini walau juragan rosok, rejekinya sudah ngalahin yang punya showroom kuda tunggang mesin dari Jepun lho….hehehe…

    Reply

  60. Oemar Bakrie
    Aug 24, 2008 @ 06:53:19

    Kalau nggak salah di salah satu posting Pak Tridjoko ada menyebut nama Kris Pudjiastuti yg dulu di BPPT kemudian pindah ke Pertamina divisi Geotermal. Kalau memang benar kita bicara the same person, saya kenal juga karena dia satu dept. dengan saya (Geofisika & Meteorologi, GM). Tapi saya kenal dia sebagai angkatan 78. Saya malah baru tahu kalau dia orang Madiun (maklum saya kuper Pak, nggak tanya2 asal orang … hehehe).

    Reply

  61. tridjoko
    Aug 24, 2008 @ 07:26:18

    –> Pak Grandis :

    Betul pak, Kris Pudjiastuti teman sekelas saya di SMA 1 Madiun lulus Desember 1975. Lalu saya melanjutkan ke IPB sejak Januari 1976 (angkatan 1976 alias angkatan 13), tapi lost contact dengan teman2 SMA. Yang jelas yang langsung masuk ITB adalah Eddy Asmanto (TI), Handoyo (SI), Muhammad (GD), dan Prihadi Setyo Darmanto (MS), jadi mereka berempat ini ITB-nya angkatan 1976. Lalu tahun berikutnya beberapa teman mencoba masuk ITB lagi seperti Kris Pudjiastuti (FI) dan Dewi (BI), cuman mereka ini masuk ITB-nya tahun berapa, saya juga nggak begitu ngeh walau Bandung-Bogor jaraknya dekat. Seingat saya keduanya masuk ITB angkatan 1977. Tapi kalau berdasar cerita Pak Grandis angkatan 1978, ya wallahuallam. Jadi pak, oui…we talk about the same person…

    Rumah Kris di Jalan Bali pojokan, dulu teman2 cowok pada suka nongkrong di sana…(saya tidak termasuk, anak alim …hehehe..)..

    Reply

  62. Oemar Bakrie
    Aug 24, 2008 @ 07:59:07

    Iya Pak. Setahu saya dia juga sudah lama tidak di Pertamina lagi karena pindah ke US ikut suaminya yg orang bule. Denger2 liburan summer ini dia pulang dan ada reuni dengan sesama angkatan 78 ITB kelas T02.

    Trus Pak Judi nyebut2 nama mas Bonsan, itu adiknya teman adik saya di SMA 2 …

    Wah, it’s a small world after all, ya Pak? atau karena memang Madiun kota kecil, jadi ibaratnya tiap pengkolan pasti ada yg nyambung/kenal …

    Reply

  63. Oemar Bakrie
    Aug 24, 2008 @ 08:09:30

    Ooops sorry Pak, saya salah ternyata bukan mbak Kris Pudjiastuti yg menikah dengan bule … orang lain lagi … hehehe. Sudah STW (setengah tuwa) begini kadang suka salah sambung …

    Reply

  64. tridjoko
    Aug 24, 2008 @ 10:36:47

    –> Pak Grandis :

    Pokoknya kalau mbak Kris Pudjiastuti yang teman saya itu orangnya berkulit kuning langsat, tidak terlalu tinggi (155 cm), mata besar berbinar-binar, dan rambut keriting mengombak..

    Dulu kerja di BPPT, menikah dengan orang BPPT, lalu pindah ke Pertamina sekitar tahun 1990-1991 begitu…

    Kalau ciri-ciri fisiknya persis, ya itulah pak mbak Kris yang kita maksud bersama…

    (Kayaknya memang Dept. GM dan keahlian mbak Kris adalah Reservoir Characterization – kayaknya ngambil S2 di GM juga, karena GM dulu dari FI, jadi di kalangan teman SMA mengingatnya FI. Kata seorang dosen Ose yang barusan saya temui, FI kebanyakan keahliannya GM sedangkan yang murni FI seperti – Solid States atau Quantum Mechanics – sangat sedikit, sehingga nama FI sekarang diubah menjadi “Complex Systems” which sounds weird for some people. Lho apa bener tuh pak ?)…

    Madiun benar kota kecil pak, sehingga setiap awewe bening apa Mang Jawara kita mah penduduk kota sudah pada tahu. Begitu juga jumlah orang gila di Madiun semua penduduk Madiun juga tahu pak, saking kecilnya…hahahaha….

    Reply

  65. judi kasturi
    Aug 24, 2008 @ 14:51:57

    Pak Oemar Bakri…

    Kawulo sudah matur, saya tertarik pada orang – orang aneh. Waktu kecil, saya denger mas Bonsan di Seni Rupa ITB. Wee, begitu sudah berumur saya kenal beberapa kawan mas Bonsan di ITB, seperti Mas Bambang Utoyo dan mas Semsar Siahaan. Mas Semasar sudah alm. Beliau pelukis “aneh” dan melukis dengan gaya realisme sosial. Beberapa waktu lalu, saya ikutan nebeng menyelenggarakan pameran lukisan alm Semsar di Galeri bu Tuti Herati Nurhadi (putrinya Prof Rooseno) di Jl Cemara, Menteng. (Saya pikir, Semsar juga “cukup aneh”. Pernah beliau membakar lukisan – lukisannya setelah selesai ber pameran). Disitulah saya denger khabar tentang mas Bonsan. Khabranya, beliau tinggal nyempil di pinggiran kota Cirebon; nguri – nguri keramik Cirebon, malah saya dnger juga, menikah dengan putri setempat. Saya denger juga, mas Bonsan sakit parah. Yang saya pikirkan malah karya – karya mas Bonsan, jangan – jangan sudah nggak karuan parane. Di dunia seni keramik, mas Bonsan boleh dibilang senior. Aneh to, jauh – jauh merantau ke Bandung, untuk belajar keramik, padahal waktu itu, belum ada kereta argo – argo an seperti sekarang. Namun, rejeki dan nasib memang bukan urusan kita, juga bukan urasan awake enyong he he he.

    Techniche Hoogeschool Bandung, memang “luar biasa” bagi wong Madiun. Berarti pak Oemar Bakrie juga hebat pula, namun belum nampak “kenyelenehannya” ha ha ha

    Reply

  66. judi kasturi
    Aug 24, 2008 @ 15:15:23

    Mas Tridjoko:

    Sebutan panjenengan tentang saya juragan rosok agaknya perlu diluruskan, sebab yang benar adalah penggladak atawa tukang golek. Sebutan ini menarik sebab yang tukang nggladak lajimnya adalah anjing pintar. Dengan alat penciumannya, ia dapat membuat Trenggiling tak berdaya, walaupun api -api Trenggilingnya pura – pura mati . Jadi, kalau pagi start dengan Yamaha Bebek 76, meluncur ke berbagai penjuru. Kadang dapat, kadang ya blong. Jangan – jangan rumah Mas Tri pernah tak ktok – ketok cuma hanya nanya; punya rosok? he he he

    Pengalaman nggladak adalah pengalaman yang luar biasa. Dengan pengalaman itu, saya mulai “nggladak” di Jakarta. Anggap saja semua ini adalah sukses yang tertunda atau tak ada kata terlambat dalam perjuangan, kata cerdik cendekia.

    Kemarin, saya “nggladak” di Dep0k, nanya – nanya tempat kost, sudah minimal Rp. 500.000,- sebulan. Mudah2an dengan “ilmu nggladak”, saya bisa nguliahkan anak ke Mbandung, Mbogor apa Ndepok ha ha ha
    Amiin

    Reply

  67. Oemar Bakrie
    Aug 24, 2008 @ 19:26:14

    Pak Judi Kasturi:

    Kalau dipikir sepertinya saya juga agak ‘nyeleneh’ Pak cuma belum sempat ‘menggegerkan’ Madiun saja …

    Monggo mampir juga ke blog saya Pak, mungkin dari situ ketahuan ke-nylenehan saya (terutama tulisan yg berjudul “hobi ngoprek (2)”) …

    Reply

  68. Oemar Bakrie
    Aug 24, 2008 @ 19:33:38

    Pak Trijoko:

    Barusan saya konfirmasi ke bapak saya ternyata justru beliau lebih ingat Pak Marsono, ayah Pak Tri. Bagaimanapun Sastra dan Seni kan memang satu Fakultas.

    Kalau Pak Pardi Prasetyo malah beliau lupa, tapi katanya sering urusan dengan adiknya Pak Pardi soal kayu, lha wong bapak saya dulu kepala TPK Madiun …

    Reply

  69. judi kasturi
    Aug 24, 2008 @ 21:12:10

    Mas Tridjoko:
    Ooo, begitu to tentang Pak Marsono, kalau beliau mau ngasto di Fak Keguruan Sastra dan Seni IKIP Surabaya, mungkin saya jadi salah satu mahasiswanya. Mungkin juga pengajar disana, yang orang madiun, kawan – kawan atau mahasiswanya Pak Marsono. Yang saya inget kalau bahasa Indonesia, Pak Leo Idra Ardiana. Kalau Matematika nya Pak Sumadi dan masih banya lagi. Maka, kalau senin dinihari, dari Madiun, banyak dosen atau mahasiswa melaju ke Surabaya, naik bis ataupun kereta. Pak Leo, sempat mengajar di SMA 1 Madiun.

    Pak Oemar Bakrie:

    Ooo, panjenengan tinggal Di Bandung. Banyak kawan yang bilang, kalau sudah “di Bandung”, bisa lupa daerah asalnya. Mungkin apa karena “peuyeum” atau “colenaknya” ya? Kayak iklan saja; “Kalau sudah duduk, lupa berdiri”. Konon, penduduk bandung buanyak sekali orang Jawanya, malah bahasa sehari – harinya makai bahasa Sunda. Orang Jawa memang luwes, bisa nerokne logat Sunda. Kalau orang Sunda sendiri, sulit nerokne logat Jawa.

    Bapak saya dulu sempet dinas di Bandung, di jl Sangkuriang, di Psikologi Angkatan Darat. (cat: Coba perhatikan, arsitektur kantornya sangat Unik; mirip Kapal).

    Bapak saya, hanya sampai balok dua, lalu di pensiun dini karena cacat, terus pulang Ke Madiun hingga wafatnya. Kalau nggak salah, dulu komendannya Pak Sutarto. Mungkin bapaknya mantan Pangab, Endriarto Sutarto. Waktu umur2an 7 tahun, tahun 67 an, saya sempat blusukan di Cisitu lama. Banyak kuburan – kuburan di Tegalan, banyak pula pohon buah dan pematang sawahnya. Waktu saya kemarin ke Bandung, eh, Bandung sudah sangat berubah. Sabtu dan minggu macetnya, sudah seperti Jakarta.

    Itulah hebatnya Madiun, kota yang tak mengenal kemacetan ha ha ha

    Reply

  70. simbah
    Aug 24, 2008 @ 21:17:30

    Wahh…gayeng tenan…nglumpukne balung pisah. Dik Yon, barangkali ada sisa sedikit waktu bisa call saya di 0351 – 466 506 atau nanti saja saya sms Anda. Biasanya sudah agak senggang kalau akhir-akhir sesi ya..? nomor HP Dik Yon, sudah terekam di HP-ku.
    –> Dik Judi Kasturi, berarti seumuran dgn adik perempuan saya Erlina, yah…tinggal di Jl. Kuweni?? ya..ingat lamat-2 saya juga suka kluyuran waktu kecil dulu, ngetutke tontonan ‘Senthe-rewe’, kuwi lho seperti liang-liong ning versi Jowo yang kalau ‘ndadi’ istilahnya trans atau kesurupan……
    Wah ingatan anda baik sekali, memang waktu kecil awakku rodo gemblung nek mlaku sungkuk-sungkuk…
    Seperti yang diceritakan Dik Yon, SD BO kastinya juara…ya iyalah…waktu itu aku kedapuk jadi tukang mikul minuman, seperti teh panas, es teh buat teman-2 ku yang bertanding…jan-jane ya isin tapi kalo aku menolak, trus kancaku sing bertanding jadi kehausan…
    –> Pak Oemar Bakri, barangkali panjenengan tepung dengan Idham, dulu sekelas sama saya di SMA-1 juga putrane wong Perhutani, sekarang di mana saya juga kepaten Obor..

    Reply

  71. tridjoko
    Aug 24, 2008 @ 21:55:55

    –> Pak Grandis :

    Iya kan, feeling saya mengatakan bapak saya Pak Marsono pernah mengajar bapaknya Pak Grandis. Lalu anak saya Ditta gantian diajar Pak Grandis. Hahaha…dunia memang sempit, ketemunya orang-orang itu juga. Seolah Pak Grandis membalas budi bapaknya yang pernah diajar bapak saya…

    Memang Pak Pardi Prasetyo punya CV dulu, kontraktor kecil-kecilan membangun jalan dan jembatan. Mungkin dari situ adiknya Pak Pardi yang ikutan membantu usaha kakaknya cari kayu di TPK Madiun dan ketemu bapaknya Pak Grandis…

    –> Mas Judi Kasturi :

    Wah..kalau juragan rosok kesannya logam sing wis karatan yo mas ? Lalu kalau “tukang gladak” kesannya mencari meja marmer, berkayu jati atau berkayu hitam, lampu gantung antik, dan sebagainya…hahaha…boleh juga tuh usahanya..Saya masih ingat Pak Puh saya dulu di desa Pintu Kec. Dagangan rumahnya penuh dengan ukiran kayu jati ala Jepara sepanjang sekitar 12 meter. Entah semua itu sekarang ada di mana, mungkin sudah diambil “tukang gladak”…hahaha…

    Mas akhirnya bapak saya nggak jadi pindah ke IKIP Surabaya kok, tapi tetangga saya di Jalan SB yang bernama Pak A. Sumarno memang pindah ke IKIP Surabaya sampai usia pensiun. Menantu Pak Sumarno kebetulan juga ngajar di Binus Jakarta, asalnya dari Jalan Sabdopalon – Winongo..

    –> Simbah :

    No telpon rumah anda sudah saya catat, begitu saya mendarat di Madiun saya akan say Hi dulu. Malam ini masih perlu nyuci mobil, ngepak baju buat ke Madiun besok, dan yang penting nyiapin bahan-bahan untuk kerja di Madiun..

    Kantor client saya bubar sekitar jam 16.00 kok, setelah itu pulang ke hotel dan acara bebas. Mungkin hari Selasa 26/8 anda saya kontak ya. Kalau Senin 25/8 masih capek euy kurang tidur dari Jakartanya…

    Idham saya juga masih ingat, anaknya rambutnya keriting dan rumahnya di kompleks Perhutani Madiun paling timur dan paling selatan, alias di pojokan. Waktu ke rumahnya dulu saya sering ndengerin lagu “I love you this much” dari kaset Prambors-Aquarius tahun 1973an. Sayang lagu itu saya lacak di You Tube jebul kok nggak ada ya…apa salah judul sayanya ?

    Reply

  72. judi kasturi
    Aug 24, 2008 @ 22:36:18

    Mas Tridjoko

    Kenapa Prof Wojowasito, saya duga pernah mengajar di Madiun? Karena -kembali ke Pasar Kawak- saya pernah menemukan diktat berupa ketikan kamus bahasa Kawi, ketikan beliau di Punthuk. Mungkin, awal – awal beliau mengumpulkan istilah – istilah bahasa Jawa Kawi untuk kamus.

    Simbah:

    Dulu, rumah bu kartini ada serambil ber pagar tembok yang bisa di duduki. Masa kecil, karena bagi -orang dalam gang- belum banyak yang punya TV. Kalau sore, saya dan kawan – kawan “ngluruk” numpang ndelok TV. Biasanya di rumah pak Yatim, di depan kantor Seni bangunan, jl Kemiri. Lha, repotnya kalau ngga di setel. Kita nyusur jalan, untuk numpang lihat TV sampai, termasuk nemplek kaca depan rumahnya Bu Kartini. Kadang sampai jl Tanjung. Yang menjadi idola film, saya lupa judulnya, ada tokoh namanya “Rodek”, film tentang monster. Jan, ora duwe isin tenan ha ha ha

    Reply

  73. tridjoko
    Aug 25, 2008 @ 04:18:57

    –> Mas Judi Kasturi :

    Orangtua saya punya tv baru tahun 1977 ketika saya sudah tahun kedua di IPB. Rupanya mereka menunggu kakak saya yang sulung lulus dari IPB dulu baru beli TV..

    Tapi supaya bangga, saya buat antena TV dari bambu dan saya pasang di pohon mangga depan rumah. Anak-anak SD yang suka lewat sering terkecoh, dikiranya kami “orang kaya”, karena punya “TV”..

    Bu Kartini punya TV karena suaminya bekerja di PG, suatu pekerjaan yang sangat “renyes” dan banyak duwitnya…hahahaha… masa itu…

    Reply

  74. judi kasturi
    Aug 25, 2008 @ 07:12:38

    Pak Oemar Bakri:

    Boleh jadi, bapaknya Pak Grandis, kawan mertua saya. Namanya -panggilan di desa banjarsari, sebelah desa Kelun, Madiun- Pak “guru” Sardju. Beliau guru di desa Banjarsari. Miturut keterangan istri saya, Pak “guru” Sardju, mahasiswa Seni rupa di FKSS IKIP Malang cabang Madiun. Tapi saya nggak menangi, wong ketika menikah, mertua laki -laki saya itu sampun “kapundut”. Beliau anaknya Lurah Banjarsari dan menantunya Lurah Kelun. Sangat boleh jadi, mertua saya juga mahasiswanya Pak Marsono. Mulek ya? he he he

    Reply

  75. tridjoko
    Aug 25, 2008 @ 12:32:07

    –> Mas Judi Kasturi :

    Saya malahan kenal yang namanya Pak Sardju ini. Muka beliaupun saya masih ingat, pokoknya sosok beliau mirip penyair Chairil Anwar di masa lalu. Pakai celana kombor warna khaki, begitu pula bajunya, dan rambutnya agak berombak. Malahan, beberapa kali Pak Sardju ini datang ke rumah saya di SB 22.

    Desa Banjarsari kan di Pagotan/Uteran kan ? Di situ juga tinggal Pak Puh saya yang paling tua namanya Pak Puh Markun (saudara bapak saya semuanya dimulai dengan M namanya : Markun, Marsiti, Marsono, Marsini, Marsunu, Marsodo). Waktu kecil saya selalu mampir rumah Pak Puh Markun di Banjarsari biasanya waktu Lebaran. Kadang-kadang jalan kaki, kadang-kadang naik Dokar dari Pasar Pagotan atau Pasar Uteran..

    Ya mas, confirm, saya tahu persis Pak Sardju ini. Kalau perlu nanti saya tanyakan ke kedua kakak perempuan saya mengenai beliau yang satu ini. Yang jelas, nama “Sardju” sangat menempel di telinga saya hingga sekarang…

    Ya kan ? Dunia ini sempit ?

    Reply

  76. simbah
    Aug 25, 2008 @ 20:46:31

    Iya…Dik Yon, saya tunggu, dengan catatan tidak mengganggu tugasnya Lho…!!
    -> Dik Judi Kasturi,…saya tahu sampeyan ke rumahnya Pak Yatim tidak nonton TV saja kan..? Saya tahu putrine pak Yatim manis-manis ada yang pernah aku taksir dulu, tapi aku minderan, meski sampe sekarang juga masih suka minder…
    Tapi enak ya…masih kecil nggak mikir, orangtua susah beli beras…yang penting dolan wae saben ndino…Aku, kalo boleh pengin lagi jadi anak-2 kayak dulu lho….Iya Dik Judi, ibuku bu Kartini masih sugeng, cuma ya wis sepuh sekitar 78 kalo jalan dibantu pakai walker, tongkat yang kakinya banyak itu…
    -> Dik Yon, ibuku beli TV waktu ayahku sudah almarhum, dan itupun ngutang ke koperasi PKPN ingat kan koperasinya pegawe negeri…zaman itu belum musim kredit….

    Reply

  77. judi kasturi
    Aug 26, 2008 @ 01:01:48

    Mas Tridjoko,

    Yang saya maksud desa, desa Banjarsari, Nglames, jejer sama desa Kelun. Sekarang desa Kelun, masuk kotamadya Madiun, paling pojok, timur laut.

    Yang panjenengan maksud Banjarsari itu daerah pintu Ndagangan. Memang desa Banjarsari disitu, ombo banget sampai Ndungus, makanya di pecah, kalau nggak salah Desa Banjarsai Etan dan Kulon. Pintu memang sangat menarik. Omahe gede – gede, banyak juga orang situ yang jadi penggede.

    Mungkin 1. Dekat pabrik gula. Jaman jaya2nya pabrik gula, otomatis daerah sekelilingnya ikut terangkat. 2. Dekat alas dan pegunungan. Bemacam hasil di pinggir alas dan gunung, turunnya ke Pintu Ndagangan. Inget buah Pundhung, kan? Dulu nge pool nua di Pasar Pinyu. 3 Banyak kaum ulama. Konon, khabarnya, di dekat desa itu, ada keluarga Basyariah (?), masih leluhurnya Gus Dur. 4. Daerah disitu ada pande besi, artinya pertukangannya pun maju. Sayang, sekarang pisau2 hasil pande besi daerah situ kalah dengan pisau yang “nggelin – nggelin” yang banyak di jual di super market.

    Sekarangpun, daerah banjarsari dan sekitarnya, yang maju malah kaum muda nya, terutama, kaum perempuan. Banyak yang sukses kerja jadi TKI. Maka, kalau panjenengan sempat dolan kesana, dari Kanigoro sudah aspal dan semakin ke Banjarsari, malah beraspal halus, hotmik. Rumahnya pun banyak yang baru dan berkeramik. Saya inget desa Mbulus, dekat Banjarsari. Dulu waktu saya nggladak disana, masih banyak rumah kuno dan bahkan banyak pula yang gedhek. Eh, kemarin saya nyoba muter kesana, wih, rumahnya sudah banyak yang baru.

    Kalau Uteran, adalah distrik di sebelah selatan Pagotan. Malah ayah kandung saya banyak saudara disana. kalau nggak salah, salah satunya “pemilik lahan” pasar uteran. Pasar krempeyeng di pinggir jalan, dekat sumur bor.

    Si Mbah

    Saya inget – inget enggak, anak gadisnya Pak Yatim, tapi ada anak laki – lakinya yang sempat membuat wartel di depan Taman Indah Hotel, Jl Kemiri, tapi sekarang sudah tutup. Namanya, Roni (?).

    Salam buat Erlina. Dia mesti inget sama saya. Bilang, saya masih sering kontek dengan taman – teman klas III A, SMP 2. Diantaranya, Jayasma, Ervanto, Judi Wuryanto (mau maju Cawali Madiun tapi kemudian kalah di konvensi Golkar, Madiun) dan Harto. Harto kemarin, aku lihat di TV lagi mengadili Pak Muchdi PR. Juga Hudi Prihanto, adiknya mas Joko Pentet, temen mas Kiki sekelas di SMA 1. Mas Joko kena stroke, dan kerja di BNI Surabaya.

    Reply

    • Dwi Erlyna Ratnawati
      Dec 11, 2010 @ 14:23:53

      Hallo Pak Judi Kasturi, saya Erlina temen waktu SMP 2 Madiun, piye khabarmu lan konco-koncone awake dhewe. Sing isih kelingan jenenge konco: Jayasma, Suharto, Hudi Prihanto, Judi W. Titiek Prasetyaningharti. Salamku nggo konco-konco SMP 2 Mdn nek ketemu yo. Aku saiki ono Bandung wiwit tahun 1981.

      Mas Judi…ini lho ada mbak Erlina menyapa….dijawab dong !

      Reply

  78. tridjoko
    Aug 26, 2008 @ 06:20:06

    –> Simbah :

    Tadi malam aku masuk hotel sudah jam 22.00 malam. Maklum pesawatnya telat 45 menit dari Jakarta gara-gara Air Asia tidak bisa menemukan GSE (ground support equipment ) yang bisa menstart dua mesin jet Boeing 737…No telpon penjenengan sudah tak kantongi, tinggal call aja hari ini. Sore ini acara saya lihat rumah SB22, nyekar, dan dolan-dolan..

    –> Mas Judi Kasturi :

    Iya mas, aku wis meninggalkan Madiun sejak 33 tahun yang lalu sehingga Banjarsari itu ada dimana saja saya lupa. Kalau Banjarsari itu dekat Nglames, itu berarti jalan menuju Desa Rejosari tempat mbahku dari pihak Ibu, rumahnya persis di seberang SD yang halamannya luas, dulu di depannya ada rel tebu. Rumah mbahku juga dekat sarean desa Rejosari…

    Tadi malam aku nanya Mas Tanto sopir Kijang Innova yang ngejemput dari bandara Adisumarmo tentang posisi desa Banjarsari. Desa mBendo-pun saya juga lupa (tempat Ibunya mbak Yulis yang di Colorado Springs)…

    Saya banyak cerita tentang Nglames dengan Mas Ardianto yang mahasiswa ITB yang lahirnya di Madiun kemudian melanjutkan ke SMA Kudus…tapi lupa entah di posting mana …

    Reply

  79. judi kasturi
    Aug 26, 2008 @ 21:20:44

    Mas Tridjoko

    Sugeng menikmati Madiun, mas ? Sego pecel anget2 lawuh iwak empal. Top.
    Kalau di seputar Madiun, desa Rejosari arahnya barat. Kalau dari Nglames ke barat, nyeberang bengawan. Winongo ngualor lajeng ngulon. Itu ada desa Rejosari. Ril lori, memang susah untuk di jadikan patokan. Di sebelah barat desa Rejosari, ada desa apa gitu lho, konon, konon lho, tempat kelahiran HOS Cokroaminoto (?).

    Lha kalau panjenengan nyebut, Mbendo, kita langsung ingat PG Rejosari, di Nggorang Nggareng. Tentu banyak ril lori nya. Seputar Nggorang Nggareng, banyak orang pintar. Apalagi, sebelahnya yakni Takeran. Kalau panjenengan nanya penjual – penjual di Pasar Besar Madiun, juga toko – toko di bedak pasar Madiun, banyak yang berasal dari Nggorang Nggareng.

    Reply

  80. simbah
    Aug 26, 2008 @ 22:58:48

    Ya..dah ketemu Anda Dik Yon…marem, nuwun sewu Saya nggak sms dulu, jadi agak merepotkan. Anda dahar gak jenak, wong ditunggu….tapi yo wis gak opo-2 mbengine kan bisa pesen mie-rebus lagi tho..? Lagian belum tentu setaun sekali ketemu….kesusu sithik gak dadi opo..he..he…(nekad).
    -> Dik Judi Kasturi,…wah anda masih ketemu sama Yudi Wuryanto Hadi..? apa yang rumahnya di Jl. Sawo..? Kalo benar tolong donk saya diberikan nomor tlp, kakaknya kan temanku SD. Namanya Liliek Wuryanto Hadi..apa benar itukah..?
    Baik, salamnya nanti tak sampaikan ke Erlyna, dia ada di mBandung, anaknya sudah 3. Yen tak pikir-2 Anda seperti Gunter W. Holtorf, itu tuh…yang membuat peta Jakarta sambil jalan kaki. Yang meski jalan tikuspun masuk peta. Pengetahuan daerah Mediyoen sampeyan apal kabeh…trus kapan lehmu Njajah deso milangkori..?? kok sempat-2 men…

    Reply

  81. judi kasturi
    Aug 27, 2008 @ 10:38:40

    Si Mbah :

    We ladalah, alhamdulillah, Erlina wis dadi wong, malah dadi wong Mbandung. Yang saya Maksud Yudi Wuryanto, kawanku di SMP 2, kawan Erlina juga. Dalemnya asli Mangunharjo, Jl Gajahmada. Beliau sudah jadi uwong, setelah bertahun nggladak, eh kliru, merantau ke Makasar.

    Lha, kalau Judi yang sampeyan maksud itu, Judi Wuryono Hadi. Kawak akrabku waktu SD BO B, kakaknya namanya Mas Liliek, BO A ya ? Sejak kami berpisah waktu lulus SD, dia masuk SMP 1, saya ke SMP 2. Dia termasuk keluarga priyayi, konon bapaknya di Uni Sovyet apa gimana, gitu lho. Kalau ibu nya seorang guru, mungkin kalau gak salah guru SD Santa Maria atau SD Agus Salim. Kadang waktu SMP sering berpapasan, Judi naik sepeda unto. Waktu SMA sudah jarang, karena saya masuk STM Siang. Tambah adoh “jaraknya”, dan saya denger2, dia masuk ITB. Denger2 lagi, rumahnya jl Sawo “sudah di jual” atau di tepati bu lik nya, gitu lho. Waktu SD, saya sering “sinau bareng” di Rumah jl. Sawo.

    Si Mbah, sak meniko “lenggah” wonten pundi ? Mungkin saya juga tahu peta nya ha ha ha

    Reply

  82. judi kasturi
    Aug 27, 2008 @ 10:49:20

    Si mbah :

    Tambahan. Mungkin karena hobi saya nggladak, atau bahasa medion nya, truthusan, alhamdulillah, hobi saya ada yang nampung. Saya di ajak kawan2 di Fisip UI, mendirikan P@JS (pusat analisa jaringan sosial). Jan2nya yo tingak – tinguk, wong saya bukan “orang fisip” dan tidak menguasai teori ataupun metodologi ilmu sosial. Tapi kalau pas rapat, njelalah mumpuni, ya karena ilmu peta itu ha ha ha ha

    Reply

  83. simbah
    Aug 27, 2008 @ 20:18:53

    Nderek langkung Dik Yon,…..
    -> Dik Judi, saya sejak penghujung th 2000 sudah tinggal di Mn, dulunya di PdGede, Jatikramat. Ujube sambil nunggu Ibu yg sudah sepuh, sekalian nostalgia. Karena sejak th 1978 saya juga nggladhak kayak sampeyan dari ujung Indonesia Timur sampai ke ujung barat Indonesia. Tapi tuwekku sampe sakmene gak nate neng luar negeri, cuman numpang lewat wilayah saja, jadi passport-ku isih kosong mlompong…lain sama Dik Yon…he..he..
    Oh ya saya tinggal di bekas kebun Semongko, depan univ. Widya Mandala.. depan water toren PAM ngrowo, tapi masuk desa Taman.
    Eh..Yudi Wuryanto lain lagi yah…betul rupanya Liliek dan Yudi beserta Ibunya pindah mBandung kabeh…Ngomong-2 kemarin saya ketemu adu arep dengan Pak Tri Djoko…setelah sejak 1975 nggak pernah ketemu….jadi pejabat beliau sekarang,…kalau anda pulang silakan mampir…

    Reply

  84. judi kasturi
    Aug 27, 2008 @ 23:34:59

    Simbah:

    Wah, panjenengan ki ngeget – ngegeti. Ternyata mas Tridjoko bul pejabat, tiwas tak nyleneh – nylenehke he he he Tapi enak, begini, tahu kemudian. Tadinya yang ngomong ngawut saja, gak ada beban, eh juga ditanggapi Mas Tridjoko. Lha tak pikir, ia paling – paling nyeleneh seperti saya. Jadi kalaupun beliau Kyai, bisa tak paraf, “Kyai Ndleming” saja ha ha ha

    Inggih, mas, kalau panjenengan di depan Wima, yang tilak kebon semongko ya daerah Pak Harto (CPM). Dulu, kawan – kawan sering njegur kali kunto, terus mbrobos pager untuk “ngranggeh” semongko he he

    Kalau usia sudah 50 tahun, memilih tinggal di Madiun, berarti pengin “ndawakne” umur. Gayeng n sak madyo. Kalau saya masih krengkangan, goleh ragat anak. Jadi ya terus saja nggladak,entah sampai kapan, mas.

    Menawi dong telp Erlina, bilang kawannya sekelas di SMP 2, namanya Pujo Semedi, jadi kapten AURI, mimpin pengamanan di Bandara Husein (?), Bandung.

    Malihat riwayat pendidikan dan kerja Mas Tridjoko, mrinding juga ya? Semua dilihat dengan huruf dan angka ha ha jan ora nutut tenan, mas. Beliau memang orang hebat. Cuma ada, sayangnya, belum sempet2 nulis desertasi ha ha ha

    Reply

  85. simbah
    Aug 28, 2008 @ 20:25:01

    Nderek langkung maneh Dik Yon,…
    -> Iya dik Judi, nanti tak telponkan ke Erlyna. Ngomong-2 tempat tinggalku memang sebelahan dengan rumahnya suwargi eyang Harto. Kebetulan putrinya, mBak Connie dulu temanku di SMASA cuman tidak sekelas, justru sekelas dengan Pak Tri Djoko. Saya akrab dengan swargi karena suka jalan kaki di lapangan tenis sebelah rumah, sewaktu beliau masih sugeng. Kalo langen di kali Kunto he..he.. aku suka juga, wah…jian…airnya soklat kotor suka kesundul ‘lele-kuning’ dan numpak gedebok pisang. Waktu itu sebelum jadi kebon semongko kan ladang tebu. Sambil nyolong tebu juga adus neng kali Kunto. Temenku adus ya Witono, putrane pak Wardoyo, guru SMP-3 dulu, ingat kan…sekarang beliau jadi dekan di univ. al azhar, jkt. Menurut mas Tri Djoko sudah s3, doktor dari Jepun.
    Memang yen dadi wong pinter ki sak tibo malange rumangsaku ya kepenak, tenan. Ning ngendikane pak Guruku neng SMA biyen, ngono kuwi ora bisa dimerekne, di-irikan. Aku yen kumat, suka ngiri karo kancaku sing wis podho dadi uwong. Ning sing salah ya aku dhewe…soale males…dikon sinau dolan wae….he..he….

    Reply

  86. tridjoko
    Aug 29, 2008 @ 09:35:36

    –> Simbah :

    Wah..ora apa-apa mas sampeyan njudul neng penginapanku. Sakjane aku bar maem mau janji rendesvouz sama sampeyan dimana gitu…di lapak pecel sepanjang “Pecel Cluster” Jalan Cokroaminoto ya ora apa-apa…Jebul sampeyan teka, aku wis wareg…jadinya nggak bisa makan bareng ha..ha…(Jangan-jangan sampeyan kesusu ketemu aku soale nduwe kebiasaan turu sore yen pas neng darat…hehehehe…)..

    Jadwal neng Madiun wingi pancen ngedap-edapi. Jam 5.00 tangi, sholat subuh, njur adus, njur macak gajah pasang tlale (=dandan, neng minus tlale – dasine).Jam 6.30 kudu wis neng ruang makan merga jam 07.30 wis dijemput sopir dari perusahaan client (suprise ! salah satu sopir jebul ngerti kabeh keluargaku neng dusun Pintu, nDagangan). Jam 8.00 tet pasti wis neng ruang pertemuan, Pak Dirut kadang udah nunggu. Ini yang kadang membuat saya malu, Pak Dirut sebelum jam 8.00 wis ngersakne rawuh neng ruang rapat, kita-kita ini malah telat barang 5 menitan.. Rapat lan diskusi terus, diselingi Ishoma, sampai jam 16.00 tet baru bubar, terus diantar ke penginapan. Baru setelah itu acara bebas…

    Tapi karena ini menjelang puasa, sorenya tak sempatkan nyekar : ke makam Bapak-Ibu di Ngrowo (Selasa), ke makam Pak Salam yang ngontrak rumah saya di Sewulan (Rabu), lan ke makam mertua di Caruban (Kamis). Padahal Kamis sore wis arep mulih neng Jakarta ngundang Werkudoro alias Bimo…

    Wah, ternyata Madiun terutama daerah sekitar Ngrowo omahku kae wis berubah babar blas. Mbiyene di pinggir kota, berbatasan dengan kebun semangka lan kebun tebu dan ularnya ngaudzubillah banyaknya, eh..sekarang wis neng tengah kutho tangga-tanggane omah anyar lan kinyis-kinyis kabeh..

    Ya wis, sing penting wis ketemu Mas Didiek. Walaupun saya agak kaget jebule anda dari Didiek sudah berubah menjadi Agus (Agak gundul sedikit). Terus brewok sampeyan niku lho…meh kaya brewoke Anoman, jangan-jangan anda SAWANEN soale pas enom gawene menarikan Anoman Obong….hehehe….

    Sing aku durung ketemu karo Totok lan Mas Judi. Tapi ora apa-apa, pertengahan September aku meh mulih neng Madiun sepisan maneh, ana pertemuan karo timnya client sekali lagi. Njur bar kuwi aku arep ngendon neng Jakarta soale tanggal 1 Nopember meh mantu anakku sing paling gedhe…

    Reply

  87. tridjoko
    Aug 29, 2008 @ 09:58:10

    –> Mas Judi Kasturi :

    Sing paling penting kuwi, aku pancen “nyeleneh”. Jadi apapun sebutan di depannya, ya mesti tibane tetap “nyeleneh” : Pak RT nyeleneh, dosen nyeleneh, peneliti nyeleneh…hehehehe…soale selalu keluar dari pakem….

    Wah..aku senenganku ya nggeladak lho, yen pas ana wektune lan pas wektune. Misalnya, yen pas lunga dewe. Pasti gawanane ya nggeladak.. cuman mengikuti arah kemana sepatu ini mau pergi. Tapi yen pas bareng keluarga ya mestine ora isa neng ngendi-ngendi, lirak-lirik ya wis ora isa : bojoku tentara, anakku loro wedok kabeh. Tentara kan nggawa pistol, lha mengko nek di-dor njur piye ? Hehehehe….

    Aku wingi dina Selasa sore sekitar jam 17.00 numpak becak saka penginapan lewat Jalan Pahlawan, Jalan Cokroaminoto, Jalan Sawo (bekas omahe Totok wis ora ana bekas), Jalan Pringgodani, Jalan Kuweni, Jalan Salak, Jalan Pesanggrahan III pinggir lapangan ledeng, njur bar kuwi berbantah-bantahan terus karo Pak Tukang Becake sing yuswane wis 73. “Pak niki belok kiri”. “Mboten Pak, terus nggih saged kok”. Ketemu jalan baru maneh, “Lho pak neng bade teng sarean nggih niki belok kiri”. “Ah.. mboten pak, senes pak, niku terus riyin njur mangke belok kiri”. Wah, rupanya tukang becak sing tak carter selain wis sepuh jebule SAMIN !!!! Wah, ngomong karo wong samin, mana bisa menang ?

    Mas Judi, terima kasih infonya tentang desa-desa sekitar Madiun yang 99% aku wis lali. Jebule sing mbiyen desa kluthuk ora ana dalane ming sawah thok, saiki wis penuh dengan perumahan mewah, dsb. Mula yen aku mengko bali Madiun aku arep nyilih sepeda onthel ben bisa njajah desa milang kori..

    Kelebihanku dibanding kanca-kanca sekantor ? Sak jane ora ana mas, lha kabeh padha-padha (mirip-mirip) ilmunya. Yen client rada ngrungokne yen aku sing ngomong alasanne mung siji….yakuwi : rambutku wis putih kabeh !!! (Simbah aja sampai kaget….hahahahaha…)..

    Itulah mengapa rambutku tetap tak biarkan memutih, ben ketoke kelihatan rada berwibawa (sebagai dosen)….hihihi…

    Mengko hasil kunjungan 4 hariku neng Madiun tak tulisne neng blog iki. Mau nulis di Warnet Jalan Kalimantan, wah…ternyata sekarang mereka sudah beternak virus…jadi virusnya masya Allah banyaknya..lha kalau kategorinya Worm…ya jangan harap melihat di halaman internet bisa. Saya aja buka blog saya 30 menit belum kebuka. Akhirnya aku keluar warnet, bayar Rp 1500, lan ngrokok Losta Masta sambil ndelok bapak-bapak, ibu-ibu, mas-mas, mbak-mbak sing nunggu di atas motor di depan dan samping Sri Ratu. Ternyata mereka menjemput saudaranya…

    Di hotel minjam laptop teman (aku dewe sing durung isa tuku laptop), kalau pakai Telkomsel Flash bisa walau agak lambat. Pakai Wifi di lobby penginapan kadang juga bisa, cuman repotnya kadang cepat kadang lambat…

    Jadi pas ke Madiun kemarin selama 4 hari, ya nulisku ngeblog berhenti. Walaupun pengunjung blog tetap banyak. Saat komentar ini saya tulis, sudah ada 56.000 klik yang membaca blogku. Ibarat sekolah SD, kelasnya sudah SD BO (sekarang berubah SD Taman 1 ya ?) atau SD Diponegoro. Ntar kalau sudah 100.000 klik baru deh setara dengan SD Guntur (SD-nya Kikiek) atau SD Indrakila…

    Reply

  88. judi kasturi
    Aug 29, 2008 @ 10:54:47

    Mas Tridjoko dan Simbah:;

    Saya sepakat dengan mas Tridjoko, bahwa nyleneh itu memang ada nilai plus nya ha ha menawi ditilik dari “komunikasi”, karena bebagai pendapat tumpang tindih ora karuan, tentu yang nyleneh lah yang dilirik. Maka berbahagialah kaum nyleneh he he

    Tapi sbnarnya, bagi mas Tridjoko nyleneh itu enak dilakoni dan perlu . Minimal supaya banyak tahu tentang berbagai realita di balik angka – angka. Karena terbiasa menghitung dengan angka, amongko realitas “cukup repot” juga di “angka” kan ha ha ha

    Simbah;

    Di pun lakoni mawon, Mbah. Banyak istilah bagi wong Jowo, yang bisa dipakai “ngeyem – eyem”.
    Urip mung mampir ngombe, urip sak dremo nglakoni dsb ditambah anggunge manuk perkutut, maka “kebiasaan hidup” nya wong Jowo, mungkin rada aneh bagi “mata” wong Korea atau wong Jepun.

    Waktu saya nggladak di Madiun, ya punya rasa tak jauh dengan rasa Si Embah. Yang” suto” sudah jadi Rektor, yang “noyo” sudah jadi Menteri, atau si anu, sering masuk TV. Tapi ada kawan malah muk dadi krenet bus jurusan Bojonegara – Surabaya dan kawannya lagi malah ngadep “warung angkringan” di Jogja. Bahwa, melihat ke bawah, memang nikmatnya luar biasa. Atau kalau sulit, pandang seseorang dari kebiasaan nyleneh nya saja. Jadi kalau ada kesamaan hobi, “sudah hampir” tidak ada strata ha ha ha

    Reply

  89. Oemar Bakrie
    Aug 29, 2008 @ 16:12:35

    Saya dulu SD Diponegoro lho Pak, dari klas 1 sampai klas 3. Kepala sekolahnya namanya Bu Kartini ( saya nggak tahu apa sama dengan yg dibicarakan di atas), beliau di sekolah pakai kebaya terus tiap hari.

    Setelah nama SD Negeri harus pakai nama desa/kelurahan namanya jadi SD Klegen I, wah kok jadi kurang “keren” gitu … hahaha

    Reply

  90. tridjoko
    Aug 29, 2008 @ 17:07:31

    –> Pak Grandis :

    Oooo…bapak dulu dari SD Diponegoro tho ? Wah, banyak anak dari SD Diponegoro yang masuk ITB lho pak terutama teman2 saya dari SMA 1 Madiun yang masuk ITB Angkatan 76 banyak yang dari SD Diponegoro antara lain : Eddy Asmanto (TI), dan Rismarini (SI)..

    Ya saya masih kebayang terus wajah Ibu Kartini yang Kepala SD Diponegoro, karena saya dulu SD-nya di “ndeso” yaitu SD Mojorejo I penginnya pindah ke SD Diponegoro yang agak di pinggir jalan besar…hahaha… Ternyata nggak kelakon dan begitu di SMP 2 ternyata banyak lulusan SD Diponegoro yang melanjutkan ke sana..

    Tergantung kasusnya pak, kalau di Madiun SD Diponegoro berubah nama menjadi SD Klegen I, dan SD Boedi Oetomo (BO) berubah menjadi SD Taman I, kayaknya hilang sudah segala kekerenen sejak jaman Belanda dulu…

    Tapi SD di desa saya dulu namanya “SD Kecapi” yang baunya agak katrok sangat, sekarang diganti dengan nama yang agak manusiawi yaitu “SD Jatiwarna I”…hehehehe….tambah gaya, gedung dibuat bertingkat II dan masuk Kota Bekasi…

    Reply

  91. tridjoko
    Aug 29, 2008 @ 17:17:09

    –> Simbah dan Mas Judi Kasturi :

    Selain “Urip mung mampir ngombe” lan “Urip mung sak derma nglakoni” (aja diplesetkan “Tiyang jaler ming sak derma nglakeni”), masih ada tambahannya yaitu “Nerimo” (berdamai dengan diri sendiri)..

    Kebetulan sifat nrimo saya sudah lama diasah. Tahun 1980an dulu, saya masuk ke BPPT yang standar gajinya standar gaji Pertamina golongan 6, jadi buanyaaaak sekali. Tapi 2 tahun kemudian ketika standar gaji menjadi standar gaji PNS, ya kita nrimo saja. Kebetulan bakal adanya perubahan ini sudah diendus makanya sejak tahun 1982 saya sudah nyambi jadi dosen nekad..part time di ATK yang mahasiswanya cuman 200 dan dosennya cuman 10 orang. Ternyata 25 tahun kemudian mahasiswanya sudah 30.000 orang dan dosennya sekitar 1.500 orang alias “tempat kursus” itu sudah berubah menjadi universitas yang besar, besarnya meningkat 150 kali, bernama Binus…

    Mengenai nasib, ada teman kita di bangku sebelah yang jarang masuk, tiba-tiba jadi Walikota. Ada teman yang bicaranya ceplas-ceplos semua hal dikritisi, ternyata menjadi sekretaris kementerian yang sangat berpengaruh. Ada tetangga yang dulu kurus kering badannya dan senyumnya cuman separo (tidak jelas antara tersenyum lega atau tersenyum kecut), jebule jadi menteri….hehehe…

    Yang malah sedikit aneh menurut saya, dulu daerah sekitar pesanggrahan itu penuh dengan sawah ditanami tebu dan semangka, sekarang sudah menjelma menjadi rumah gede-gede seperti yang ada di Pondok Indah. Pertanyaannya, apa yang dulu petani tebu dan petani semangka itu sekarang sudah bisa membeli atau membangun “rumah Pondok Indah” ?

    Hahahaha….sing berpikiran begitu pasti cuman orang nyeleneh…

    Reply

  92. simbah
    Aug 29, 2008 @ 21:36:18

    Welcome home Dik Yon……
    Berhubung sekarang jalan-2 disekitar Mediyoen, sudah aspalan semua. Maka tidak ada kendala bagi sodara-2 kita yang tinggal di tlatah kabupaten untuk pergi ke kota. Maka jangan heran kalau setiap malam minggu, atau pas ada ton-tonan pengunjungnya mbludak pake sepeda montor maupun mobil. Demikian juga aloon-aloon Madiun jadi pusat jujugan orang kabupaten. Apalagi sering ada even-even yang digelar di Stadion Wilis. Istriku trus nutup Tokonya sore-2 karena nggak ada pengunjung. Iya dik Yon,…saya sudah 3 tahun ini mengelola barbershop, pertama di Madiun dan baru satu-satunya. Saya sudah lama terinspirasi sama pak Bob Sadino, tapi mau quit dari company nggak ada nyali….maka sebelum bener-2 pension ya..belajar…maunya sih njiplak barbershop yang ada di plasa senayan yang ongkosnya sekali cukur 60 ribu, tapi di Mediyun nggak bisa lah ya…
    Kalau saya punya mobil, sampeyan mau tak ubeng-2 ne disekitar Madiun…tapi nanti dulu saya tak kredit dulu, kalau sudah dapat ntar tak kabari. Daleme Pak Marsono sekarang sudah termasuk dalam kota, coba Dik Yon mbukak google earth…memang betul ada beberapa rumah yang klasnya seperti di Jakarta, kebanyakan dipunyai oleh dokter spesialis ataupun warga keturunan yang usahanya sukses.
    Tapi wong-wong sing pinter podo ngacir neng Jakarta…ora gelem dho mulih…..he…he….

    Reply

  93. simbah
    Aug 29, 2008 @ 21:48:08

    –> Pak Oemar Bakrie, leres pak Bu Kartini kepala sekolah SR Diponegoro, kalo bu Kartini yang tertulis di atas guru, SR. Modjoredjo-1 dulunya dan pindah ke SR. Boedi Oetomo….
    –> Dik Judi,. . . iyo nrimo ing pandum…ning kadang-2 ati susah diajak kompromi…arep nyalon Walikota, gak duwe modal. Nyalon gubernur wis kedisikan Kikiek…he..he…
    –> Iyo dik Yon,…rambutku ilang….soale obsesiku ndisik dadi profesor….durung kelakon malah pisike sing koyo profesor….coba nek aku nganggo Toga trus nganggo daster ireng…sampeyan mesti ragu, endi sing asli lan endi sing palsu….he….he….

    Reply

  94. tridjoko
    Aug 29, 2008 @ 22:25:46

    –> Simbah :

    Wah..kalau Madiun jadi “pusat jujugan” orang-orang Kabupaten Madiun, Ngawi, Magetan, Ponorogo, dan Pacitan…itu sih cerita lama. Dulu di tahun 1960an dan 1970an kalau pas lagi Lebaran, orang-orang sekitar Madiun pasti bertamasya naik kendaraan umum seperti bis dan Colt T-120 ke Madiun. Bedanya, di jaman itu orang-orang luar kotamadya Madiun bisa dibedakan dari bajunya yang “lebih berwarna-warni” daripada orang Madiun sendiri, yaitu menggunakan warna dasar merah, hijau, kuning…

    Secara logika ya pantas sekali mereka pengin ke Madiun, ibukota Karesidenan, tempat untuk melihat dan dilihat (a place to see and to be seen)..Aku dulu KKN selama 2 bulan full di desa aja (Desa Pabedilan Kulon, Kec. Losari, Kab. Cirebon) penginnya seminggu sekali pergi ke kota kecamatan yaitu Losari yang letaknya di pinggir jalan raya Cirebon – Semarang. Setelah sampai di ibukota kecamatan…rasanya “gimana” gitu…seneng banget dan lega….Jadi bisa dibayangkan betapa senengnya orang2 dari luar kota Madiun itu pergi ke Madiun yang Mall-mallnya banyak. Cuman kalau sekarang, bisa nggak ya dilihat dari no pol motor mereka, mereka berasal dari mana ? Kalau dulu di tahun 1970an, AE…A berarti Kotamadya Madiun, AE … B Kab Madiun, AE … C Kab Ngawi, AE .. D Kab Magetan, AE … E Kab Ponorogo, dan AE … F Kab Pacitan…

    Wah..ternyata rumah-rumah super mewah bak di Pondok Indah di daerah Pesanggrahan itu milik pengusaha dan dokter spesialis ya.. Jadinya aku agak lega, soalnya awalnya saya kira milik Petani Semangka dan Petani Tebu….hahahaha…. (saya hampir saja mutul jadi dosen dan berpindah profesi menjadi Petani Semangka !)…

    Mengenai kepemilikan kereta Jepang, tak doakan semoga segera terkabul. Mau yang Nissan Cedric atau Toyota Crown…terserah njenengan lah…nanti saya kan cuman nunut diputer-puterke mBediyun. Tapi muter-muter mBediyun pakai sepeda kayak sepeda sampeyan niku ya lumayan lah. Makanya saya mau nyicil sepeda lipat dulu di Koperasi BPPT biar nanti kalau berkunjung ke client saya bisa naik sepeda, terus sorenya bisa muter-muter Madiun…hehehehe…

    Google Earth aku wis tau krungu, ning neng mbukake piye ora nate sih. Soalnya mungkin perlu internet yang koneksinya super cepat ya…

    Ya wis, mengko njenengan tak juluki “Professor Anoman”….hahahahaha…..

    Reply

  95. judi kasturi
    Aug 30, 2008 @ 02:40:47

    Mas Tridjoko

    Madiun memang seperti kota rekreasi bagi warga Ponorogo, Magetan dan Ngawi, atau warga kabupaten Madiun. Sepertinya begitu. Dadi yang ngebaki mall – mall, ya warga dari luar kota Madiun.

    Wong pernah kawan saya ngomong, daerah Ponorogo, tak kurang ada 70 milyar per kwartal uang masuk dari TKI. Konon kalau kab Madiun sekitar 20 milyar. Pernah saya ngobrol dengan kepala bank di Pnrogo, per hari ada uang 5 milyar diambil dari bank di Pnrogo. Sementara di pnorogo sendiri tak ada mall. Pak Winarno, kepala Bapeda nya, memang perhatian banget pada pedagang cilik. Kalau ada mall, diduga bakul – bakul cilik ora keduman ha ha Ada bisik – bisik, bekas terminal Pnrogo mau dibikin mall. Mungkin lagi nunggu investor yang mau.

    Di Madiun, memang banyak rumah mewah. Biasanya ya rumah pegawai duwur, baik aktif dan pensiunan. Di lain itu, mereka yang sukses berbisnis, lajimnya warga keturunan Tionghoa.
    Justru, yang menarik untuk kota Madiun adalah menjamurnya hotel dan penginepan. Kota kecil, dengan banyak hotel dan penginepan. Lha koq banyak juga yang nginep ya ?

    Si Mbah:

    Mugi – mugi sukses anggenipun ber bisnis, Mbah. Bisnis di Madiun, memang sulit dan punya “prasyarat” tersendiri untuk sukses. Saya pernah nanya – nanya, di kalangan bakul – bakul kebanyakan warga pendatang. Mereka banyak yang hidup berkecukupan. Kalau saya ya bisnis nggladak dan sudah tak gas pol. Malah macet.

    Agaknya ber bisnis di Madiun memang sak repotan. Eh, malah adik saya cukup sukses. Tadinya, sopir taksi, sekarang di rumahnya ada mobil hampir 20 biji. Usahanya Travel. Sigmaa, namanya. Kalau ada apa – apa, diskusi nya juga sama saya. Cuma, mungkin dia bisa ngecakke, lha saya nya cuma bisa “ndleming” saja ha ha ha

    Reply

  96. tridjoko
    Aug 30, 2008 @ 05:49:02

    –> Mas Judi Kasturi :

    Wah..trims infonya rumah-rumah gedhe di Madiun milik siapa. Setelah milik pengusaha atau ex pejabat, saya jadi lega…soalnya sebelumnya saya menyangka rumah-rumah gedhe itu milik petani semangka ! Lho bener, ini nggak bercanda ….

    Waktu pulang kemarin, saya naik becak dari rumah saya SB22 ke penginapan. Saya lewat jalan Dr. Sutomo. Sekitar 15-17 tahun yang lalu ada seorang anak muda tokoh kota Madiun yang sukses di Jakarta konon kabarnya, ia dan keluarganya mewakafkan rumah alm orang tua mereka buat kepentingan sosial, saya tidak tahu untuk masjid atau langgar atau apa. Tapi itu yang saya denger. Wee..jebule..rumah kuno dengan sekitar 1500 meter tanah itu ada banderolnya “AREP DI-DOL”…wah, sakjane aku pengin nuku kanthi alasan : 1. mesakne maksude 15-17 thn wingi sing ora kesampaian 2. sapa sing ora pengin omah gedhe magrong-magrong kayak gitu ? 3. untuk membuktikan bahwa dosen ngrangkep peneliti isa tuku omah gedhe…(ora mung petani semangka saja yang bisa…hahahaha…).. Jebul setelah dicek, tabungane minus soale isih kakehan utang…hahaha…

    Mengenai Madiun sebagai “kota jujugan” penduduk sekitarnya alasannya masuk akal. Infrastruktur jalanan dari Madiun ke semua ibu kota kabupaten kan sudah mulus..lus…jadinya pergerakan orang dari Madiun ke ibu kota kabupaten dan sebaliknya jadi lancar.. car.. Kemarin saya naik taksi ke rumah mertua yang jaraknya 21 km dari Madiun ming 20 menit santai sudah nyampai. Pas di dalam taksi, banyak order masuk untuk menjemput orang di Ponorogo yang jaraknya 29 km..

    Taksi-taksi juga mangkal di stasiun Madiun. Jadi untuk orang kabupaten yang sukses di kota besar (Jakarta, Bandung, Semarang, Yogya) untuk pulang ke Madiun naik KA dan nyambung pakai taksi, ya sudah sangat mudah sekali. Asal isi taksi dipenuhi, kayaknya tarif taksi di Madiun ya nggak mahal-mahal amat…

    Berbisnis memang sulit-sulit gampang. Kalau sudah tahu selahnya, pasti ok punya. Bapak dulu sempat berbisnis tapi lebih banyak gagalnya daripada suksesnya. Jadi anak-anaknya nggak mau trauma dikejar para pihak partner bisnis yang nagih utang…

    Makanya salah satu kebanggaan saya adalah “tidak pernah gagal berbisnis”..karena memang tidak pernah memulainya…… Tapi karena itu saya jadi nyesel soalnya dengan berbisnis saya bisa mengikuti jejak-jejak kesuksesan menjadi “petani semangka”…hahaha…

    Reply

  97. judi kasturi
    Aug 30, 2008 @ 10:50:20

    Mas Tridjoko

    Ya mungkin dalane dewe2 ya Mas ? Kalau mas Tridjoko jelas ber potensi punya rumah gede di Madiun. Lha wong kanan kiri, muka dan belakang oke he he Dadi ya blang blung masuk tabungan.

    Berbisnis memang sulit, sebab seperti si Mbah dari kecil dididik jadi bendoro, jadi yang nyerempet2 ya jadi ambtenar kayak mas Tridjoko. Sangat jarang, memang bendoro Madiun yang punya paraf “bendoro bakulan”. Lain dengan Solo. wuih, omah gedong magrong – magrong di jakarta, banyak yang milik bendoro asal Solo.

    Bisnis di Madiun, banyak yang lowong tapi diisi oleh pendatang. Dari bakulan pitik sampai bakulan cd di pinggir jalan. Dari bakso sampai martabak. Mungkin kalau orang Madiun sendiri gengsi. Saya juga pernah mengalami,ya waktu nggladak itu. Bar merantau adoh -adoh bul mbalik muk nggladak. Lha nek arep nggladak neng Punthuk wae, nyang opo, ndadak muter Indonesia dhisik. Mau mulai dari yang kecil, gengsi. Tentang gengsi, wong Madiun sulit tertandingi.

    Reply

  98. tridjoko
    Aug 30, 2008 @ 17:37:44

    –> Mas Judi Kasturi :

    Orang Madiun memang kalah dengan orang Solo, orang Madura, orang Padang, dalam berbisnis. Soalnya mereka-mereka itu dari kecil dididik jadi pebisnis tanpa disadari, karena kakeknya, pamannya, bibinya, semuanya berbisnis…

    Sedang orang Madiun saya nilai kurang mempunyai nilai “trah” pebisnis, jadi bisanya ya bisnis seadanya, tanpa itung-itungan sing mantep. Jadi kalau untung ya untung, kalau buntung ya buntung..

    Ya biar orang Madiun mau mulai berbisnis, terutama anak2 mudanya, saya akan mulai share pengalaman atau tepatnya pendapat, tentang bisnis apa yang cocok dimulai di Madiun.

    Bagaimana dengan rumah pondokan ? Lapangan futsal ? Soalnya Yogya saja sudah punya 100 lapangan futsal, Jakarta lebih dari itu, tapi saya dengar di Madiun belum ada satupun lapangan futsal ukuran 15 x 25 m (minimal menurut FIFA), yang bisa disewakan Rp 60.000 per jam seperti di bilangan sekitar rumah saya di BSD (maksudnya, “Bekasi Sono Dikit”)…

    Kalau di BSD sini lapangan futsal di-book orang dari sore jam 15.00 sampai malam kadang jam 01.00 atau malahan malam minggu sampai jam 03.00 !!! Itung aja berapa pendapatan per bulan jika dibanderol per jam Rp 60.000..

    Itu baru lapangan futsal, bagaimana dengan fitness center ? Pusat pelatihan tenis meja (bisa minta sponsor perusahaan rokok besar atau perusahaan teknologi telekomunikasi besar) ? Atau pusat pelatihan bulutangkis ? Toh tanah di Madiun masih bejibun dan masih terbilang murah, daripada semuanya ditinggali “petani semangka” yang gedong magrong-magrong…ya mending beberapa di antaranya untuk kemajuan anak muda Madiun…

    Reply

  99. judi kasturi
    Aug 30, 2008 @ 18:56:14

    Mas Tridjoko

    Saya agak pesimis.Wong sarana olahraga itu dijalan pun jadi. Sering kan jalanan di pakai main bola, saking mampringnya jalan ha ha Lha koq futsal to Mas. Orang Madiun itu ada kecenderungan demen nyar. Jadi nek sik anget rame, ning njur bosenan. Terakhir yang ramai meja bilyard. Satu ketok mlaku, tanggane tirik – tirik do tukui meja bilyar. Jadi belum b e p sudah nyenyet sepinya. Kalau duit utangan, gimana kalau di tagih stik nya yang maju?

    Jadi kalau rame bola dunia, sing rame ya bal – balan, dulu bulutangkis rame karena Rudi Hartono dan Liem Swi King. Sarana olahraga punya pemda saja, kadang sepi. Lapangan – lapangan, Nggulun, misalnya banyak luangnya. Pinggirane lapangan, sudah cukup menjadi arena ber main.

    Di Madiun, yang rame ya tukang adol panganan. Rumahnya saya di Madiun, di kepung bakul, belum yang wira wiri ider, dari jemblem hingga donat. Bisnis yang lowong ya yang berani ngedekne tenda di pinggir jalan. Adol panganan. Madiun memang Sepanjang Jalan Panganan.

    Makanya tentang Barber nya Si Mbah, mungkin belum dipahami barber kuwi opo? Lha kalau tukang potong rambut, sudah banyak terisi tukang – tukang pangkas asli Madura. Fitnes juga sudah ada, namun konsumennya kalangan tertentu saja.

    Mungkin yang benar adalah inisiatif pihak pemda. Pemda yang memulai karena relatif punya aset dan modal. Jadi ide Mas Tridjoko bikin pelatihan – pelatihan itu, hebat juga. Tapi kalau langsung duit dari konsumen, saya kira akan sulit. Sebab dari pengamatan saya, olahraga balap sepeda ataupun basket, misalnya justru yang mensponsori perorangan. Jangan tanya sudah berapa saja habisnya. Ya karena senang. Bukan nya seneng itu sulit untuk di ukur harganya?

    Reply

  100. simbah
    Aug 30, 2008 @ 20:27:01

    –> Betul Dik Yon,…orang Mediyun tempo dulu (nggak tahu kalo sekarang?) jarang yang mau jadi Bakul (baca: wira swasta) berdagang misalnya. Golongan itu dianggap asor.
    Mereka rata-rata ‘sekolah minded’. Ingin anaknya jadi Insinyur, Dokter atau paling tidak Dokter-ambles…yang akhirnya naik jadi PNS.

    Pernah waktu aku mau menikah dulu, oleh tetangga-tetangga calon mertua ditanyai punya titel pa nggak? .. apa itu Insinyur, Dokter dan lain-lain …pernah sekolah keluar negeri..belum?

    Yah…itulah idola mereka….Boleh dibilang dari klan keluargaku aku sendiri yang bukan sarjana, sepupu, paman, bulik, paklik, pakde, paling apes lulusan IKIP. Waktu itu belum ada istilah s-1 atau s-2 segala, tahunya ya insinyur, dokter dan dokterambles..itu…
    Meski begitu, menjadi PNS masih jadi pilihan utama.
    –> Dik Judi,…wooo sing nduwe Sigmaa, bule adikmu…yo wis pinter tenan…
    Sampeyan kudune nyambut ana pemkot utawa pemkab, mandegani kominfo…wawasanmu jembar tenan…meh madani dik Yon,….tenan kiye…

    Reply

  101. simbah
    Aug 30, 2008 @ 20:38:44

    Maaf, ketinggalan Dik Yon.
    Silakan ketik ‘google earth’ di mesin pencari dan ngunduh perangkatnya kemudian langsung install, mudah kok…paling-2 sekitar 20 menit lamanya…baru bisa dinikmati gambarnya rumah anda di Jatiwarna pasti kelihatan juga…cuman gentengnya saja…belum mendetail kayak di amrik sana…

    Reply

  102. tridjoko
    Aug 30, 2008 @ 21:32:29

    –> Mas Judi Kasturi :

    Wess…njenengan kok suka pesimis. Itulah bedanya dengan trah dosen kayak saya, wah lha dhalah kalau dosennya saja pesimis bagaimana mahasiswanya ? Tapi sakjan-jan-nya maksud saya ya boleh saja dosen merasa pesimis, tapi di depan mahasiswa yang namanya urat pesimis itu harus ditarik dalam-dalam dari : rambut, muka, leher, dada, dan tangan…dan diubah menjadi urat optimis…

    Lha kalau bakul sing gawene dodolan kawruh kayak saya ini pesimis, lha sing arep nuku kawruh-nya ya nggak jadi dong…njur gimana, berarti dapur nggak ngepul ?

    Jadi yang ada ming rasa optimis, tapi sebagai orang Statistika rasa optimis tersebut ya kudu dibanderol dengan sebuah peluang tertentu. Optimis, tapi peluangnya hanya 5% (hahaha…bakul kawruh kayak saya ini juga sering ngapusi, Optimis tapi peluang 5% sak-jan-jan-nya ya Pesimis….hehehehe…)…

    Nah, salah satu alasan client saya pengin ngundang saya terus ke kota pecel ini ya antara lain karena rasa optimis saya yang bisa mereka rasakan. Bayangkan kalau ada ustadz bilang, “Wis le, ketoke kowe kabeh kuwi arep mlebu neraka…ya wis ora usah sembahyang wae !”…wah kan ya gimanaaaa gitu rasanya. Pak ustadz harus bilang, “Kita ini manusia harus berusaha, sembahyanglah yang banyak. Mudah-mudahan usaha kita sembahyang dilihat olehNya dan insya Allah kita masuk surga…”. Nah, gitu kan yang gayeng…

    Tapi mas, rasa pesimis tidak dilarang lho. Mungkin Mas Judi ini representatif atau mewakili sifat atau sikap orang Madiun. Istilah ilmunya Kikiek, Mas Judi ini “quick count”-nya orang Madiun. Jadi kalau njenengan pesimis, ya begitulah…kudu dihitung di dalam quick count untuk menentukan sifat dan sikap orang Madiun..

    Nggak..nggak…gini lho mas, aku ini kuping saya ndenger jadi keri informasi tentang orang Madiun :

    1. Orang Madiun nggak punya “budaya mbaca”, makanya di Madiun nggak ada toko buku Gramedia yang cukup besar. Adanya cuman Toko Amien di Jl. H.A. Salim yang isinya cuman buku pelajaran. Kata sumber saya, “Pokoknya Toko Amien itu nggak ada yang bisa dibaca !”. Katanya amat jauh dengan orang Kediri yang budaya bacanya cukup besar, sehingga di sana ada Toko Buku Gramedia yang besar magrong-magrong. Kota Malang lebih jauh lagi, Toko Buku Toga Mas itu besarnya katanya ngaudzubillah….Akibatnya atau konsekuensinya, lihat saja : di Kediri ada klub sepakbola besar namanya Persik, dan di Malang ada klub sepakbola besar namanya Arema. Jadi ada korelasi yang sangat erat antara “budaya baca” dengan “sepakbola”…Lho, kok, kesimpulannya begini ? hahaha…(berarti saya dulu dan Kikiek tinggal di Madiun, tapi “budaya membaca” saya dan Kikiek sudah menyamai orang Malang atau Surabaya. Ya mungkin kami cukup beruntung….)

    2. Orang Madiun belum besar minatnya terhadap pengembangan olahraga, apa itu badminton, pingpong, atau futsal. Mungkin volleyball dan basketball juga kurang. Yang namanya badminton kalau di RT saya ada latihan resmi 2 x seminggu Rabu malam dan Sabtu malam. Lalu latihan futsal Selasa malam. Yang latihan badminton, raketnya juga sudah lumayan. Karena menang sebagai juara se RW, pemain mudanya ada 4 orang habis 17-an kemarin dihadiahi oleh RT masing-masing Yonex Isometric 65 LT asli seharga Rp 250 ribuan. Blog saya yang nulis tentang badminton, 1 posting minimal dibaca 50 kali setiap harinya !

    Jadi mas, ya wis nanti kita nunggu orang Madiun butuh main futsal aja baru mbikin lapangan futsal yang saya dengar juga belum satupun yang dibangun di Madiun. Sementara ini, kalau mau bisnis ya sudah…mbikin warung tenda lan dodolan panganan…hahaha…

    Reply

  103. tridjoko
    Aug 30, 2008 @ 21:45:47

    –> Simbah :

    Sak jane gelar itu cuman dua huruf yang nempel di nama saja. Sak jan-jan-nya ngaruhnya ya hampir nggak ada. Hanya satu ngaruhnya, ya di depan “calon mertua” seperti anda itu…hahaha…

    Mengenai Google Earth, ntar deh saya minta bantuan anak bungsu saya buat nginstall. Belum sebulan lulus ujian TA (Tugas Akhir), alhamdulillah ia sudah ditawari kerja di Pertamina Jalan Perwira Jakarta Pusat, tanpa test, tapi disuruh magang dulu setahun ini dengan gaji yang sebesar gaji PNS saya…padahal ia belum diwisuda ! Mulai masuk kantornya 1 September besok ini…

    Berarti anak saya ngikut jejak njenengan, jadi “bakul minyak” hahahaha…

    Tapi karena jam 5 sore sudah pulang, nanti kalau malam saya minta dia nginstallin Google Earth-nya di rumah. O ya mas, kalau sudah tua kayak saya ini nggak mau melakukan pemrograman dan install meng-install. Kita nyebutnya “it’s a dirty job”…hehehe…amrih enake wae…

    Reply

  104. judi kasturi
    Aug 31, 2008 @ 00:03:10

    Mas Tridjoko dan Si Mbah;

    Nyuwun gunging pangaksami. Aturipun si mbah itu meh ora mbleset; idola wong Madiun ya priyayi, ambtenar atau pegawai, pokoke nganggo sak gram, eh seragam. Lha, tipe – tipe bakulan sing lethek tidak masuk itungan ha ha Contone; penggladak. Makanya, biar di uwongne, saya ndaftar caleg DPR RI PKB Gus Dur. Ee lha koq berkas calegnya PKB Gus Dur gak di tompo KPU

    (Tentang hal ini ada guyonan. Itu sudah suratan. Suratan yang bagus ya Bupati Bondowoso. Jadi anggota DPR RI dua kali dan ketika PKB ribut, nggak nyaleg malah macung bupati dan kepilih. Nasib to? he he).

    Maka, “frame” mas Tridjoko yang kami Singaporen atau Jakartanen itu, cukup “membahayakan” kalau di trapne di Madiun. Lha koq futsal, wong barbershop nya si mbah saja masih ngundang tanya; “barber” kuwi opo? Nek shop jelas toko, artine. Kalau dijawab gunting rambut: ” ooo akeh nek ngono kuwi wae”. Repot to?

    Justru yang perlu dicermati, uang beredar. Wong kota Madiun, kira – kira duite soko ngendi? Yang ke TKI amat jarang. Yang merantau banyak.
    Di duga malah dari sebangsa Mas Tridjoko. Sukses di Jakarta atau kota besar lainnya, ngirim ke Madiun, di enggo sekolah bocah, ora oleh di enggo bakulan ha ha ha

    Tentu duit beredar yang utama duit dari Pemda, bayaran pegawai negeri dan pegawai swasta.
    (Coba bandingkan dengan Kediri,Solo, Ponorogo. Untuk Kediri, berapa milyar yang dikeluarkan Gudang Garam untuk “buruh – buruh” nya).
    Mungkin, uang beredar sangat berpengaruh pada bisnis2 yang inovatif atau nganeh – nganehi. Lajimnya, ketika ada uang lebih bisnis yang nganeh2i lagi iso mlaku. Konsumennya ya mung njajal2 saja, enak mbalik, kalau nggak terus dada.

    Kalau dulu sangat mungkin, karena banyak pabrik rokok yang tiap hari nglintingi rokok klobot. Juga nyitak untuk rokok “putih”.Itupun kalau dicermati, yang nyambut gawe ya pendatang, dari ponorogo, nganjuk dskitarnya. Ribuan pekerja dapat duit dan dibelanjakan di Madiun juga. Pasar pun ramai. Ngundang penduduk lain, berdagang di Madiun. Pekerja pabrik, kemudian beranak pinak dan jadi wong Madiun. Itulah, maka dulu ada Ketoprak, Wayang Wong, dsb hiburan2 yang pas buat mereka.Ketika pabrik rokok banyak yang tutup? Juga perusahaan otobis, maju Kembang dan Maju Satu juga Hansa tutup. Kota Madiun sudah surut dari sebutan kota industri. Walaupun icon nya “Kota dagang dan Industri”. Mungkin karena sudah mematok icon ini, sambel pecelnya di genjot hingga masuk MURI. Sambel pecel bisa dikategorikan; DAGANG(dodol sego pecel) dan INDUSTRI (produksi sambel)he he he

    Lha terus, mantan “buruh – buruh” pabrik tadi uro kemana? kemungkinan besar masuk angkatankerja apa saja; dari tukang batu sampai tukang becak, juga mbakul. Itulah yang memperkuat dugaan tradisi mbakul, agaknya bukan berasal dari wong “aslikuto Madiun seperti disitir Si embah. Dan memunculkan hipotesa baru; Mbakul juga bisa diakibatkan karena kepepet.

    Kembali masalah uang beredar tadi, yang mengutirkan bagi bakul – bakul itu cuma satu; Sing teko ora tuku – tuku. Sing tuku ora teko – teko. Apalagi kalau pas malem Senin, gerimis pisan ha ha ha

    Reply

  105. tridjoko
    Aug 31, 2008 @ 00:25:54

    –> Mas Judi Kasturi :

    Aku teringat seorang teman kantor yang punya kembaran kerja sebagai Pejabat Pemasyarakatan dan ditempatkan di Manado kemudian pindah ke Tulung Agung. Eh..jelang pensiun malahan saudaranya itu membeli rumah di Madiun, kalau nggak salah dekat rumahnya Pak Haryodo alm, ayahanda Kikiek..

    Alasannya, Madiun kotanya masih murah (liveable). Masalah Madiun yang murah untuk hidup dan kehidupan ini banyak dibahas oleh blog-blog lain, antara lain blognya teman keponakan saya (http://priandoyo.wordpress.com)

    Selain itu, Madiun itu aksesnya hebat. Jalur kereta api ada dan lancar. Lapangan terbang tidak ada, tapi Solo atau Surabaya kan ming sak mak nyuk saja dari Madiun. Makanya, hal-hal ini yang memutuskannya beli rumah di Madiun..

    Jadi kalau logika saudara teman ini dipakai, pantasan daerah Pesanggrahan yang ex kebun tebu dan kebun semangga sudah berubah menjadi Pondok Indahnya Madiun…

    Yang saya khawatirkan cuman, anak Madiun ming suka gelut, dodolan, padahal “dodolan tetuko” (sing teko ora tuku-tuku, sing tuku ora teka-teka) seperti disebut Mas Judi Kasturi tadi..

    Wah..aku disebut kamiSingapuren lan kamiJakartanen, padahal maksudku pengin jadi kamiMediunen…

    Main futsal itu ueeennaaaak lho mas, orang-orang kantoran Jakarta sekarang kalau pulang ngantor main futsal. Sejam bayar Rp 150.000 kalau dikerubut 15 orang paling seorang cuman bayar Rp 10.000. Sehat itu mahal. Dan bola futsal itu punya ciri tertentu lho, ora isa membal duwur lan penginnya lengket terus di lantai…

    Reply

  106. simbah
    Aug 31, 2008 @ 07:20:38

    He..he.. betul Dik Yon, cah Mediyun saiki senengane gelut karo mendem, mabuk. Mungkin sebagai ‘home-base’-nya para pendekar beladiri, jadilah Mediyun termasuk kota gelut. Hanya saja belum mengarah ke tawuran antar warga, naudzubillah, semoga tidak pernah terjadi. Yang saya tahu mereka anak-2 ABG yang belum lulus dari padepokan terus nyoba-nyoba jurus silat yang barusan didapat. Kemarin anakku cerita, barusan anak sma cokro antem-anteman karo cah stm, tapi untungnya segera ketahuan polisi. Jadi redam. Hal ini dirasakan sama anakku yang gede, selepas sekolah kalo nggak segera keluar kota, jadilah kuper. Beberapa tetua tetangga saya juga mengamini. Cah Mediyun yen ora ndang metu, merantau. Nyang endi parane nek ora mabuk-2an ya… podho gelutan.
    Disini saya merasakan, wong sing pernah merantau meninggalkan Mediyun untuk beberapa lama, dengan yang tidak pernah samasekali kemana-mana, sangat berbeda. Aku bersyukur diberi kesempatan, meski pergi hanya kesitu-situ saja. Benar sekali ucapan swargi pak Harto, mantan presiden kita. Belajar tidak hanya di sekolah, tapi di bebrayan agung kita bisa memetik ilmu….
    –> Dik Judi, saya suka kalo yang jadi Caleg sekaliber sampeyan…dari tulisan yang terpapar di atas sebagai orang-tua bisa nggambar dari olah batin, paranormal ni ye.. bahwa anda mumpuni….hanya saja kesempatannya tertunda…ingat!! wong pinter kalah karo wong mujur….he..he…

    Reply

  107. tridjoko
    Aug 31, 2008 @ 09:21:37

    –> Simbah :

    Yen setiap tahun ada kelompok anak muda Madiun sing gelut dengan kelompok lainnya, itu sudah bukan cerita. TV-TV Jakarta juga pada menyiarkan kok… Jadinya, ya sudah bukan berita…

    Masalah anak-anak muda yang mabuk, dari jaman dulu ya sebenarnya sudah ada. Cuman mabuknya di lingkungan tertentu, dan diawasi keluarga, minimal bapaknya, dan acaranya acara khusus misalnya membuka rumah baru. Tapi nek mabuke saben dina, ya kuwi sing ora bener… Tapi kata njenengan yen alun-alun bengine dienggo mabuk-mabukan katone ya ora bener, soale aku takon mbek wong-wong sekitar situ…minimal, sekarang nggak ada lagi, mungkin jelang bulan puasa ya…

    Belajar ilmu ora ming neng bangku sekolah lho, tapi ngobrol dengan kanca-kanca neng warung, lan apa maneh ngobrol di blog seperti ini, pasti akhirnya ada yang kita dapet. Minimal, mendapet rasa ayem karena si ini dan si itu menjadi begini atau begitu…hehehehe…

    –> Mas Judi Kasturi :

    Masalah kesempatan sing tertunda, istriku sering bilang “Orang bodoh kalah sama orang pinter, tapi orang pinter kalah sama orang mujur”. Lha kalau nyaleg belum jadi, berarti itu kesuksesan yang tertunda. Sabar mawon mas, kan masih banyak kesempatan, sampeyan kan masih muda… Lain dengan saya dan simbah, yang benar-benar uwis STW (setengah tua)…hehehe…

    O ya, kemarin saya pergi ke toko buku Gramed Matraman, jebul ada bukunya Dik Kardi (Sukardi Rinakit) lagi rame dijual dan rame pembelinya, judulnya “Tuhan Tidak Tidur (Gusti Ora Sare)”…

    –> Pak Grandis :

    Terima kasih ya pak atas segala bantuannya sewaktu anak bungsu saya nyekolah di mBandung. Mulai Senin tanggal 1 September besok katanya sudah bekerja di PT. Pertamina Hulu Energi di Gedung Kwarnas Pramuka Jalan Medan Merdeka Timur Jakarta sebagai “seismic processing intern”. Sabtu kemarin kita sudah survai tempat, katanya ditempatkan di Lantai 11 dengan teman-teman ex kampusnya. Lumayan, tanpa wawancara, belum diwisuda, sudah mendapat panggilan magang kerja (internship). Cuman ya itu, nganggurnya cuman sebulan…jadi belum “kemput” (puas) gitu pak…

    Reply

  108. judi kasturi
    Aug 31, 2008 @ 11:45:17

    Mas Tridjoko:

    Inggih, Bos. Buku nya Kardi di launching di For Seasons hotel, kira – kira hampir setahun yang lalu. Banyak sekali politisi dan pengamat yang datang. Mas Kiki juga dateng. Saya ya nyempil dateng, macak koyo sing duwe gawe wae. Waktu launching mulai tercetus ukoro; Presiden Baru. Saya ya kuagum banget sama Kardi. Wong atase anak yang berasal dari dalam gang, di Nambangan pula, koq bisa ngedap – edapi temen. Maka, disamping “gelutan”, Madiun diduga juga tempat asal para politisi.

    Menawi panjenengan ada waktu, bisa mampir di Wisma Kodel. (Saya tidak ngundang lho). Beliau direktur SSS yang bermarkas di gedung milik mas Sugeng Saryadi and his group itu. Ning ya itu, politik dan ekonomi saja yang banyak dibahas dan digagas.
    Apalagi menawi panjenengan punya rumus baru tentang statistik untuk politik praktis. Tak jamin akan banyak clien baru ha ha ha

    Wonten mriku, saya sering blusukan sudah kayak kantornya saya sendiri. Maklum dari satpam hingga ob saya kenal. Bahkan sama owner sudah kenal muka ha ha ha Menawi sonten ada Coork and Screw di lantai 1. Tempat ngunjuk Wine paling miring di Jakarta. Saya memang kemlinthi. Di Screw pun, pelayannya banyak yang kenal. Caranya gampang, ngombe wedang sak cingkir ning ngombene sing suwe banget. Lha kalau pas yang punya gedung wedangan, kita mendekat dan ngobrol sok akrab. Dijamin para pelayan langsung hormat ha ha ha ha

    Disamping di Screw, saya punya hobi ngombe wedang di warungnya Nggamber, dibawah Water torn, Sleko. Saya akrab sekali dengan kawan – kawan disana. Itulah yang sering saya bilang, Jakarta sudah tak anggap seperti dolan di Sleko saja. Lha yang sering saya temui Mas Kikiek dan Mas Kardi saja. Koq kayak Di Madiun ya? Hahe, piya piye dan ungkapan; wis mangan durung, Kang? Lha yang terakhir ini, sering tak jawab;”Entahane wae, Di?”.

    Reply

  109. judi kasturi
    Aug 31, 2008 @ 14:34:57

    Si Mbah:

    Nderek langkung, nggih mas Tridjoko.

    Gandeng yang gengsi bakulan neng Madiun. Saya cuma punya pusoko nggladak dan sudah hampir 2 tahun, nggladak di Jakarta. Nekad. Modal epek – epek. Saya barusan dimintai foto kopi KTP untuk menerima mandat megang Muthia Hatta Center. Nyuwun donganipun. Lha umpami nyalegipun lolos, wih kulo lak pun dados priyayi ha ha ha

    Nggih mas Tridjoko, kawulo clurat clurut jakarta Madiun nggih mawi Lion. Ning nek pinuju reganipun 289 ribu. King Madiun untawis jam kalih siang, mawi bis ke Solo lajeng teng bandara. Biasanipun di delay maburipin jam 6 sonten langkung.

    Reply

  110. tridjoko
    Aug 31, 2008 @ 15:34:37

    –> Mas Judi Kasturi :

    Wah..begitu melihat bukunya Dik Kardi, sak jan-nya ya sudah tak timang-timang : beli, kagak, beli, kagak, beli, kagak…. Akhirnya memutuskan belum beli (bukan tidak beli, lain hari saya beli…)…Soalnya kalau itu cuman rangkuman apa yang sudah ditulis Dik Kardi di Kompas, jangan-jangan saya sudah hafal semua isinya (saya dikaruniai fotografik memori, semacam ingatan yang kuat akan sesuatu)…

    Maklum di tas gendongan buku di Gramed jumlahnya udah sekitar 10 bukuan. Saya agak mbatin mangkel sama isteri dan anak-anak yang belanjanya di Pasar Jatinegara kesuwen dan meninggalkan diriku seorang diri di toko buku, wah…itu kan ibaratnya “Kere munggah bale” atau “Kere nemu malem”….Bapesta kita nyo ! Ada 2 buku yang judulnya “Pengantar Teknologi Informasi”, satu terbitan Andi (dulu biasanya bagus, tapi sekarang agak kurang dan terlalu standar) satunya lagi terbitan Graha Ilmu (wah…yang terbitan ini biasanya tob markotob..diomongkan di depan mahasiswa mereka biasanya mengangguk-angguk koyo senthuk…)… Yang sisanya, buku “Bagaimana bermain catur”, “Bagaimana bermain badminton”, “Bagaimana bermain tennis meja”, dan 2 buku “Bagaimana bermain futsal”…

    Hahaha…saya sebenarnya lebih suka disebut Kamifutsalen dan Kamipingpongen daripada Kamisingapuren dan Kamijakartanen. Di usia-usia seperti saya sekarang, perlu ada banyak rencana biar diberi yang di Atas umur yang panjang…minimal yen lara ora lara nemen…Saran temen-temen sebarakan, belajarlah main catur…karena catur itu membuat semua bagian dari otak kita bekerja dan aktif…

    Makanya mase, jangan diketawain kalau saya punya cita-cita mbikin Lapangan Futsal pertama di Madiun yang letaknya neng Kulon Kali…. 😉

    O ya, saya tahu persis Gedung Kodel soalnya dulu di tahun 1995-an hampir setiap minggu rapat di sana menggagas lahirnya sebuah universitas baru, yang biasa pertemuannya digagas oleh Pak Utomo Dananjaya (kenal to sampeyan ?). Waktu itu Cak Nur isih sugeng. Dua belas tahun kemudian saya ngajar di universitas itu, tapi kayaknya nggak bakalan diterusin karena manajemen jurusane nakoni aku kayaknya gimana gitu…hehehe…good bye dah kalau gitu… Di lantai dasar yang anda sebut itu, saya juga sering parkir mobil di sebelahnya soalnya nganterin anak sulungku melamar ke sebuah bank…

    Yang anda belum tahu, saya dan Dik Kardi pernah lama di Singapura. Dik Kardi mungkin 3 tahunan, saya sekitar 1 tahunan. Dik Kardi di NUS, program saya waktu itu di Singapoli kerjasama dengan NUS. Wis tha, sing jenenge kampus NUS kuwi wuiiiih, indah tuenaannn…Ada di ujung bukit, melandai ke arah laut lepas yang biru…Mahasiswa2nya bajunya sederhana, ning kethoke puinter puinter tuenan, apalagi waktu diceritain sama temen saya orang Singapura bahwa masuk ke situ sulitnya kayak memasukkan jempol kita ke bolongan jarum !!! Hahahaha… Yen njenengan ke Singapura (paling murah lewat Batam), silahkan ke stasiun bis Klementi, njur nanti ambil bis Lup ke jurusan Rits Kreskent,,,ya kampusnya Dik Kardi itu. Duduk aja di Bis, nanti kan dari Klementi-NUS-Klementi alias balik maneh ke stasiun awal…

    Mengenai Meutia Hatta Center, wah juannn kenal Kikiek sama Dik Kardi itu sudah cukup untuk mengetok pintu semua pemain politik di Indonesia…tok..tok..tok…tapi yen aku ya ming dadi sing “dodol kawruh” aja….yen narik oleh duwit, yen ora narik ngedote jempol….. hehehehe…

    Teknik Statistik baru untuk Politik ? Wah, ilmu iku wis dibagi habis karo Denny J.A. (Lingkaran Survey Indonesia), Syaiful Mujani (Lembaga Survey Indonesia), lan Muhammad Qudori (Indobarometer)…kabeh mau keluarga Ohio State University muride seorang professor yang sering keluar masuk neng Indonesia lan ngguya-ngguyu terus di depan kamera Tipi…sapa ya jenenge ? Daniel S. Lev …dudu, piyambake wis seda. Bennedict O. Anderson … ketoke ya dudu, wis seda juga. Apa Bill Friedl ya ? Mungkin, sik mengko tak takon Kikiek…atau tunggu aja sebentar lagi pasti sang professor ngguya-ngguyu maneh di depan kamera Tipi Indonesia…(sekolahku lan sekolahane Kikiek ya tangga-tanggane Ohio State itu…sssstt…tak kandani ya mas, cah-cah keluaran Ohio State kuwi ketoke pinter-pinter…sak jan-jane ming kakehan mangan bakso neng Columbus biyen, dadi kepedesen terus. Tinimbang ora ngomong, njur ngomong terus wae ben ora ketok pedesen….hehehehe….)…

    Reply

  111. judi kasturi
    Aug 31, 2008 @ 16:59:25

    Mas Tridjoko;

    Weladalah, berarti panjenengan, mas Kikiek n Kardi lak sering ketemu di Sngpore? Wah, wah, wah. Mesti kalau ber tiga ketemu, Singapore lak dianggep serasa di Sleko saja ha ha

    Kalau sama Kardi memang saya cukup akrab, mas. Dulu waktu dia tinggal di asrama Daksinapati, Rawamangun kamar 101, saya sering nunut turu lan mangane pisan. Ada kamar lainnya yang sering tak nunuti turu, yaitu kamar 90, kamarnya Gumilar. Namanya juga bohemian. Tapi njelalah yang membolehkan kamarnya tak turoni pada jadi orang. Gumilar, sekarang jadi Rektor UI.

    Kalau saya dari dulu dikenal tukang dolan dan ora tahu moco buku. Jadi feeling thok saja. Tentang nunut Kardi itu, lha koq jadi kebiasaan sampai sekarang. Kantornya, yang nggak boleh merokok, kalau saya dateng, langsung di buka pintu ke luar gedungnya, yang ke ruangan ac di tutup. “Nek arep ngrokok, ngrokok o, lho Kang? Nek ora ono rokok, iki uduten “. Wong Kardi merokok hanya kadang – kadang saja. Kalau rokok dari dia, kadang rokok cerutu. Saya memang rada bandel dan sak karepe udel e dewe, mas ha ha ha

    Di kantornya Kardi, kaum selebriti politik, ekonomi, dan komunikasi hilir mudik datang. Bener aturipun panjenengan. Kenal sama Kardi sudah merupakan tiket. Plus ditambah ilmu nggladak saya, boleh jadi akan bisa numpang mukti dadi priyayi. Masih ada plus nya lagi, mas kalau lagi kosong, tinggal ngatong ha ha ha

    Reply

  112. tridjoko
    Aug 31, 2008 @ 21:34:37

    –> Mas Judi Kasturi :

    Yang serasa Sleko bagi saya dan Kikiek ya Amrik bagian Midwest itu. Suatu hari saya datang di Kongres Permias di Lawrence, Kansas. Pertama datang, lapor disik ke Panitia. Jebul di sana sudah ada Kikiek…

    “Lho kowe Kiek, apa kabar ?”
    “Baik, lha kowe ?”
    “Aku apik-apik bae. Lha kowe jarene pengin sekolah neng Cornell dadi muride Ben Anderson ?”
    “Ora oleh karo kantorku, Ben kan wonge pandangane rada miring ke pemerintah kita, dadi aku dikon milih univ lain. Ya aku milih Ohio Univ di Athens”
    “O ngono tho. Bojomu mbok ajak tho ?”
    (Saya lupa waktu itu jawabannya apa, tapi ini tahun 1987. Waktu 1989 aku neng Athens, Iing sudah di sana)..

    Setelah percakapan singkat itu, saya lalu diantar ke penginapan orang Lawrence. Jebul apartemennya Mohammad Ihsan dosen UI yang sekarang jadi Asisten Menko Perekonomian…

    “Wah berat nih mas, nilai saya harus A semua kalau nggak saya disuruh pulang nih”, kata mas Ihsan pada waktu itu, masih kurus sih nggak seperti sekarang yang makin subur..

    Ketemu teman2 ya seperti angin lalu, artinya kalau lagi tidak ada rencana pasti ketemu. Tapi kalau direncanakan, pasti nggak ketemu karena kesibukan masing-masing yang tidak selalu ada di Jakarta…

    Reply

  113. simbah
    Aug 31, 2008 @ 21:46:15

    Iya Dik Yon,…waktu ketemu, saya sengaja belum ngajak mampir ke Rumah. Penyakit kronisku kambuh, jujur saja ada rasa minder. Sulit menerangkan hal ini, memang dulu sahabat, 30 puluh tahun yang lalu, tapi setelah sekian lama berpisah. Saya tidak tahu persis keadaan sekarang. Jadi ya begitulah…mungkin lain hari….

    Reply

  114. tridjoko
    Aug 31, 2008 @ 22:20:15

    –> Simbah :

    Wuits…nggak apa-apa tho mas. Sejak dulu kita kan temenan tapi kan belum sekalipun saya pernah mampir ke rumah Mas Didiek. Dene sampeyan sering ke rumahku dulu kan tujuannya untuk latihan nari, bukan untuk bertamu. Ya kan ?

    Memang kita kadang-kadang segan menerima tamu di rumah, contohnya Mas Prihadi yang dosen ITB itu waktu mampir ke rumah malahan tak ajak makan donat dan minum kopi di J.Co Citos, soale aku ya rada sungkan mengko dekne weruh omahku berantakan dalamnya penuh buku dan kertas koran bertebaran tingginya 2 meter !!! (baca posting saya : “Ngejembreg”)..

    Jadi nggak apa-apa. Nanti saja kalau kita ketemu, kita lebih baik ketemu di alun-alun atau di mana gitu sambil makan pecel atau minum teh nasgitel. Pasti gayeng… Si mase mau aku undang ke SB22 ya ora pantes, lha wong di situ sekarang dikontrak orang lain. Ya ta mas ?

    Sing penting obrolannya dan ududannya itu lho. O ya kabar tentang teman-teman kita SMP dan SMA yang sudah berpulang ke alam baka seperti Bobby (3 IPA 1), Metty (3 IPA 1), Margono (3 IPS 1) dan Dolly (3 IPS 1) cukup mengejutkan lho mas. Mudah-mudahan arwah beliau-beliau itu diterima di sisiNya.. Amien 3x..

    Reply

  115. judi kasturi
    Aug 31, 2008 @ 22:51:59

    Si Mbah :

    Nderek langkung, nggih Mas.

    Nyuwun sewu dsb sebenarnya minder itu tidak baik dan tidak perlu. Saya pernah alami. 7 tahun macet di madiun; nggladak. Minder lihat kawan2 yang sudah phd maupun profesor. Nek turu, sok nglilir kedandapan. Saya coba ke Jakarta lagi, main sinetron dsb tiap mau ketemu kawan ya itu tadi; minder.

    Ternyata, ini pengalaman, Mbah. Kawan – kawan itu yang dorindukan ya pas kita berkawan. Bukan kondisi sekarang nya. Paling kalau ketemu yang yang ditanya, bojomu wong endi, anakmu piro n mergawe opo? Lha pertanyaan yang terakhir ini, kadang mengundang pelung.

    Saya lama bohemian, tentu minder nya pol. Waktu ada reuni daksinapati, walau “penghuni gelap”, saya selalu diundang. Kawan2 ketawa, karena saya memegang rekor”punya kamar terbanyak”, bisa nunut dimana2. Waktu reuni itu, ada Yusril, Yusron senior2, dan banyak kawan yang sudah sukses. Nyatanya gayeng2 saja. Minder rupanya bisa dilawan dengan pendablegan ha ha ha Katanya, semua sudah ginaris.

    Reply

  116. judi kasturi
    Aug 31, 2008 @ 23:14:12

    Mas Tridjoko:

    Di BPPT, saya punya kawan akrab sekali. Kalau ketemu cengar dan cengir. Tapi jujur saja, walau saya sering ngobrol ngalor dan ngidul kalau ketemu, saya nggak tahu namanya ha ha ha

    Beliau berambut lurus, berkacamata dan alumni FSUI, sastra Jerman. Kalau gak salah, angkatan 78 an. Termasuk orang nekad. Tamatan fakultas sastra koq berani masuk “kandang macan”. Mungkin urat mindernya sudah putus dan ini setengah wajib dicontoh, Mbah ha ha ha

    Reply

  117. tridjoko
    Sep 01, 2008 @ 12:25:04

    –> Mas Judi Kasturi :

    Banyak kok anak2 FISIP UI yang kerja ke BPPT. Ada Ansoruddin, Herman Darmo (kemudian ke koran Surya), Prayitno Ramona (ke Kompas), Djuwita Yani anaknya Pak Yani (ke IKIP Jakarta/UNJ), Oratmangun Djauhari (entah kemana). Yang lulusan FSUI Sastra Jerman, tentu yang paling saya ingat Heidi (keluar dari BPPT setelah menikah dengan suaminya orang BPPT). Tapi yang anda maksudkan saya tanya-tanya juga tahu saya kok orangnya, cuman lagi lupa namanya maklum ia di Gedung I dan sayanya di Gedung II…

    Banyak anak Ekonomi, FISIP, atau Sastra yang masuk ke BPPT dan merasa minder, tapi itu tergantung orangnya. Soalnya memang 90% dari SDM BPPT insinyur semua dari berbagai bidang. Tapi kalau orangnya cuek, banyak kok yang naik jadi eselon II (setara Direktur). Lha kalau naik ke eselon I itu sudah garis tangan. Biasanya teman2nya Ka BPPT/Menristek yang jadi eselon I. Yang merangkak dari bawah ya ada tapi jumlahnya tidak signifikan…

    Kalau saya sebenarnya waktu saya tidak banyak di BPPT. BPPT saya sebut “kantor” tapi “tempat kerja” kebanyakan di univ…hehehe…

    Reply

  118. simbah
    Sep 01, 2008 @ 21:11:54

    Iya..ya.. matur nuwun …..
    Penyakit itu sebetulnya mulai kuidap setelah Ayahku berpulang…dan kuhitung-hitung bareng ibuku, waktu itu masih mengajar. Diputuskan selepas SMA, saya harus bekerja atau cari Ikatan Dinas, sekolah yang nggak mbayar tapi dilunasi dengan bekerja di instasi yang mbayari sekolah tadi. Juga kebetulan waktu itu di SMA-1 ada anak-2 Mahasiswa tingkat akhir dari Malang maupun Surabaya berpromosi supaya seusai SMA nanti masuk ke PT-nya.
    Nah dari salah satu Mahasiswa tadi ada yang menyarankan untuk test minat bakat, yang bisa mengerjakan baru divisi psikologi angkatan laut di Surabaya. Disitulah saya mengikuti test tadi, dari hasil test memang menyarankan saya ngambil akademi saja. Ya sudah klop sudah. Padahal cita-citaku sudah telanjur kugantung setinggi bintang di langit, seperti nasihat Ibuku yang mengutip pemimpin besar revolusi, Bung Karno. Dari situ saya angluh…yo wislah….nggak jadi make Toga, seperti photo-2 paklik-2ku dulu.
    –> Dik Judi Kasturi, kebetulan.. ni teruskan saja di Meutia Hata center itu, saya ikut mendoakan. Supaya wong Mediyun pada akeh sing bisa berperan neng kancah negoro. Eh… ngomong-2 saiki di Madiyun lagi hiruk pikuk pada macung dadi Cawalkot, Anda barangkali mengenal salah satu pasangan tadi. Susahnya saya mau nyoblos, tapi belum tahu riwayat hidupnya, agak repot juga ya….masak milih kucing dalam sarung…padahal beliau nanti yang terpilih bisa membawa perbaikan bagi wong-2 sak kutho…?
    Kalau mau milih capres lebih gampang, karena sudah pada ditulis Koran, lha cawalkot tidak ada yang mencantumkan rekam jejaknya…dadi yo mbuh mengko sing tak pilih sing endi apa tak coblisi kabeh ben adil…??? he…he..

    Reply

  119. judi kasturi
    Sep 02, 2008 @ 01:02:05

    Si Mbah :

    Nderek langkung, Mas.

    Saya pernah nglumpukne khasanah pitutur yang pernah terdengar di Madiun, mungkin sudah hampir seribu jumlahnya, dari “njagakne endoge blorok” sampai “Timun wungkuk jogo imbuh”. Tapi yang sangat berkesan adalah kata – kata; “sing wis yo wis”. Kalau nggak salah, ungkapan pitutur ini jadi judul sebuah desertasi di Australia.

    Saya juga mengalami nasib serupa. Tamat SMP konco2 podho mlebu SMA – lha koq atas saran bapak supaya cepet kerja- saya masuk STM dan Siang pisan. Disitu minder pun mulai terbangun. Tapi kalau di rasak2ne, itu nggak baik dan malah ada “kecenderungan” nyalahne wong tuwo. Nggih, sampun; sing wis yo wis, eneke ngene yo ngene wae. Ngono yo ngono ning ojo ngono; ora pareng “nggege mongso” wong “kabeh kuwi wis ginaris”.

    Tentang Pilkada Madiun, karena saya tukang nggladak dan peneliti jaringan sosial, dulu sudah tak sebut, wong Madiun kuwi cocoke ya ber politik. Sejak dilarangnya Togel – warung2 kopi di Madiun, kalau dulunya untuk diskusi “matematika terapan; togel – sekarang malah kebanyakan jadi arena diskusi politik.

    Dari kecil, saya sudah terbiasa ngrungokne tafsir mimpi, biasanya pagi2 sudah terbentuk kelompok2 diskusi mimpi. Jadi mimpi, “money politik” dan oncor2an njagokne calone, mulai melanda Madiun. Makanya ada yang bilang, kondisi Madiun agak manget – manget. Ning tetep; “sak beja2ne wong, isih bejo sing tansah eling lan waspodo”.

    Tentang Muthia Hatta Center, tetep jalan, mas. Saya termasuk pendirinya. Lembaga itu kalau untuk saya pribadi, pribadi lho, ya terok2 Mas Kikiek lan Mas Kardi. Siapa tahu, bisa mendorong Bu Muthia maju Wapres. Bukankah kata Bung Karno, kita disuruh menggantungkan cita2 setinggi langit? Tentunya kita nggak boleh bermental tempe, termasuk minder tadi he he he

    Reply

  120. tridjoko
    Sep 02, 2008 @ 09:23:30

    –> Simbah / Mas Judi Kasturi :

    Wah..menarik cerita tentang “minderwardigheitzcomplex” ini hehehe…

    Sebenarnya, semua orang tanpa terkecuali, pernah merasa “minder”. Alasannya macam-macam, dari duwure kurang, ekonomine kurang, kemampuane ngomong kurang, lsp…

    Mungkin satu-satunya orang di Indonesia yang tidak pernah merasa minder ya Bung Karno dan Bung Hatta saja. Mau bertanya kepada mereka, sudah wafat semua. Tapi menilik dari buku-buku beliau yang saya baca, urat minder mereka nggak ada…

    Saya dulu dari SD sampai SMP minder sebagai wong ndeso Ngrowo sekolahe ming neng SD Mojorejo I. Waktu itu letaknya di pinggir kota. Tidak ada satupun temenku sekelas yang cowok yang pakai sepatu atau sandal. Ada 25 orang murid SD cowok temanku sekelas wis nyeker dari kelas I sampai kelas VI ? Bagaimana saya tidak minder ? Terutama kalau ada murid-murid cewek dari SD lain yang top-top macam SD BO, SD Diponegoro, dan SD Guntur serta SD Endrakila ? Yen ketemu neng ndalan, saya cuman tertunduk lesu melihat jempol kakiku sing sebenarnya sudah jemu ora disandali opo disepatoni…

    Masuk SMP 2, saya juga minder. Numpake sepeda jengki ijo bekasi mbakyuku sing mbarep. Aku wis ribuan kali bilang ke ortu supaya dibelikan sepeda jenki Phoenix warna samber lilen yang ada berko-nya bikinan Cina. Tapi ortu ming mbegegeg reco waton ora tuku-tuku, lha wong duwite ora ana.. Waktu aku masuk SMP 2, pas bersamaan dengan mbakyuku yang sulung masuk IPB. Ekonomi sepasang guru – yakuwi Bapak lan Ibuku – waktu itu sedang koma, tapi kita tidak mengeluh… Bajuku dan celanaku di SMP 2 cuman 1 setel, atas warna kotak-kotak dan bawah warna abu-abu dari drill. Itu saja yang saya pakai seminggu di SMP 2. Teman2 tidak tahu, tapi setiap hari sepulang sekolah, sepasang baju tadi saya cuci, dan esok utuk-utuk saya seterika buat dipakai lagi. Aku bilang sama Ibu, “Bu sprei drill warna khaki ini buat celanaku saja”, dan ibu tidak membolehkan, mungkin alasannya “Kasihan, anakku kok celananya dari sprei”…

    Nah, ekonomi guru agak meningkat dan gajinya naik waktu ada krisis Terusan Suez alias Perang Arab-Israel 1973. Karena Terusan Suez ditutup, harga minyak melambung tinggi dan Indonesia banyak mendapatkan pemasukan dari sana. Teman2 lainnya di SMA 1 sudah hampir semuanya pakai sepeda motor, tapi saya masih pakai sepeda lanang tanpa boncengan hasil kredit di koperasi Pegawai Negeri di Jalan Taman dulu. Bodynya udah hampir miring karena Kikiek suka mbonceng di palangan. Mau beli motor, ibuku nggak punya duwit. Makanya aku disuruh les Kimia, Fisika dan Matematika sama orangtua tidak mau walaupun dibayari. Karena aku ke tempat les cuman pakai sepeda, awan-awan pisan, malessss luwih becik nggo turu awan. Akhirnya aku lan Kikiek cuman les bahasa Inggris di Pak Slamet di Jalan Thamrin..

    Mau jalan kaki ke SMA 1 juga minder, saya yang dulunya SD paling tinggi ternyata diselip sama tetangga-tetanggaku sing duwure wing sekitar 170-175 cm. Akibatnya, jalan kaki sama teman-teman SMA 1 jadi minder, lha wong tinggi saya ming “pendekar” (pendek lan kekar)..

    Waktu perguruan tinggi saya juga minder, lha wong satu-satunya dari SMA 1 di IPB (Prihadi Setyo Darmanto 3 IPA2 sempat di IPB 2 bulan, kemudian pindah ke Mesin ITB). Jadi, yang namanya minder itu ada terus. Cuman ya inilah hidup, kalau kita minder terus dan terus diingat-ingat, wah kita bisa nggak kemana-mana. Akhirnya, keminderan-keminderan itu saya lupakan saja, apapun yang dikatakan orang tentang kita ya cuek bebek saja….ya ternyata hasilnya, saya seperti yang sekarang ini… Minder masih ada, tapi lebih baik saya tidak mengingat-ingat alasan kenapa saya minder…

    Gitu lho mas Didiek…jadi minder itu hanya ada di dalam kamar, keluar rumah ya semua rasa minder itu mestinya sudah nggak ada lagi…

    Reply

  121. judi kasturi
    Sep 02, 2008 @ 23:15:31

    Mas Tridjoko dan Simbah;

    Tentang minder itu, memang ora iso di paedo, malah sudah tak arani “Kultur Minderwardeg”. Malah, koyok saya begini, jan2nya minder itu sudah turunan. Saya pernah nulis cerpen, di muat di mingguan Matiara, kagungane Sinar Harapan. Judulnya; Becak. Tak tulis, setelah Pemda DKI melarang beroparasinya becak di DKI Jakarta.

    Ringkasannya begini. Aku (dalam tokoh di cerpen itu) alergi dengan Becak. Makanya kalok mau ngeden2i gampang, teriak saja:”Becak!”, langsung ada rasa mbregidik kayak di gremeti uler keket. Alergi itu, rupanya terbentuk dari kecil. Ayahku (dalam cerpen itu), sangat melarangku bergaul sembarangan mengingat di lingkunganku, penuh dengan tukang – tukang becak. Pernah si tokoh (aku) nyolong – nyolong dolanan becak, konangan si Ayah, langsung disampluki dan marah – marah; “Becak itu virus, penyakit berbahaya, harus di jauhi”.

    Pada suatu lebaran, semua keluarga ngumpul, termasuk istri dan anak ku (dalam cerpen itu). Sang Ayah, matur, karena sudah berumur, dia menyatakan pensiun dari tukang becak. Langsung istri dan anakkn (dalam cerpen itu) kaget, ternyata alergi suami dan bapaknya karena mertua dan atau mbahnya; pengemudi becak.

    Aku (dalam cerpen itu) merasa kadenangan dan mbrebes. Terlebih ketika membayangkan’ “…di suatu siang bolong dan panas kentang – kentang, Ayah mengayuh becak dan tertunduk malu ketika berpapasan denganku, ketika pulang sekolah…”

    Ini cerpen, lho Mas dan di cerpen itu, tokoh Ayah pun minder makanya keno diarani; “Kultur minderwardeg” ha ha ha

    Reply

  122. judi kasturi
    Sep 03, 2008 @ 00:37:49

    Mas Tridjoko;

    Mas, ngomomg – ngomong, saya banyak “kerjaan” di bidang pencitraan. Banyak orang – orang gedean, minta jasa saya dalam bidang itu. Mungkin karena, kesenangan saya di bidang; nggladak, jaringan dan sok molitik. Barangkali bisa sinergi, Mas. Panjenengan koq sajakipun nggih remen di bidang komunikasi. Menawi kulo, jan – jane mboten pati nutut. Adik kulo, tamatan SMA Cokro, engkang mumpuni di bidang praktisi media. Katah garapanipun engkang tayang TV, diantaranya; Fren, Hepi, Sindo dsb.

    Reply

  123. simbah
    Sep 03, 2008 @ 04:38:42

    He…he…matur nuwun pencerahannya…
    Hanya saya terkesan dengan penuturan Dik Yon, mengenai kemeja yang ceritanya berjumlah satu potong bercorak kotak-kotak hitam putih. Saya jadi ingat wajah Anda tempo dulu masih di SMP pasar kawak, iya memang Anda mengenakan kemeja kotak-kotak hitam putih itu, cuma celana saya kurang memerhatikan. Dan sepeda lanang, trus ditutup rantainya, Sampeyan tulisi pakai cat putih ‘1+1=3’, ingat ndak..? Kalau masih ingat, apa itu artinya…?? he…he…
    Dan yang penting lagi dan mengherankan, lah kok sepertinya pengalaman hidup susah itu kok sama..? Kenapa saya katakan begitu, lah Saya dulu suka diejek sambil guyonan. Anake wong pabrik kok kathoke ‘pereng’, tahu nggak ‘pereng’? itu kain belacu warna hitam, wis mbladus ngono kae…itupun dibuat celana kodokan, yang didepan pas perut ditempeli saku. Ma’af, bagian Pantatnya kiri-kanan kelihatan…he..he..sekolah di SDBO saya juga nyeker, tanpa alas kaki. Baru setelah klas 5 dan 6 pake sepatu, itupun pesan di sebelah timur aloon-allon, karena pesan untuk dibuatkan, jatuhnya lebih murah daripada beli jadi di Toko Sepatu.
    –> Dik Judi Kasturi, saya kok jadi pengin ngikuti Anda, iseng-iseng ngopi dipinggir jalan Mediyun, jujur saja itu kebiasaan dulu waktu SMA. Salah satunya di depan Stasiun, jadah bakar dan sego pecelnya pak Tuk. Sekarang setelah omah-omah, lebih banyak ‘ngendon’ di rumah…jadi ya…ketinggalan…berita aktual versi pinggiran….

    Reply

  124. tridjoko
    Sep 03, 2008 @ 09:03:10

    –> Simbah :

    Iya khan…sampeyan baru tahu kalau saya dari duuuullu sudah punya urat minder karena saya tahan-tahan jadi nggak kelihatan. Baju dan celana saya semasa kelas I SMP itu cuman 1 lho mas, baju kotak-kotak hitam putih, dan celana bahan drill warna abu-abu. Jangan tanya sepatunya, pasti cuman satu. Tapi itu sudah mending dibanding waktu SD dulu yang “shoeless” alias “nyeker”..

    Ya sepeda saya waktu SMP aku tulisin “1+1=3” saya ambil dari mottonya band Panbers, Aku ya ora ngerti apa maksudnya. Tapi kira-kira kalau 2 orang yang saling mencintai jadi satu (1+1) maka pada akhirnya akan jadi 3, karena muncul anaknya…hehehehe…

    Sepatu pesanan bikinan Pak Atmo wetan alun-alun samping BRI Madiun itu juga kayaknya terlalu mahal bagiku. Sepatuku waktu SMP dan SMA adalah sepatu kain yang kalau di Jakarta sekarang dikenal dengan “sepatu warrior”. Warna biru atau hitam, dengan tali sepatu putih..

    Wah…”kathok pereng” itu asyik lho mas, ditanggung isis lan ora sumuk…soalnya “100% cotton” …hahaha…tapi yen warnanya item memang jadi puaaanaass apalagi di Madiun..

    Masalah malam-malam daharan di warung tenda depan stasiun makan pecel sama jadah bakar sami kopi item sambil kaki diangkat…wah..itu “gue banget”.kata anak-anak muda jaman sekarang. Dulu waktu SMA saya selalu makan di situ malam-malam sama Kikiek dan teman yang lain. Begitu juga setelah Tk I IPB kalau saya pulang ke Madiun saya selalu makan di situ. Tapi kebiasaan itu hilang waktu Tk. II IPB karena semua teman di Madiun sudah ilang entah kemana bak ditelan bumi….hahaha…

    O ya, seperti yang dikatakan Mas Judi Kasturi, waktu saya SMA 1 kadang-kadang saya minder sewaktu pergantian kelas ada teman yang melihat keluar jendela dan tereak, “Itu Yon, bapakmu lewat”…padahal bapak saya lewat bukan jalan kaki, bukan naik mercy, tapi naik sepeda ontel dengan nafas ngos-ngosan…dan jalannya sepeda tidak begitu “tegen” soalnya bapak pernah kena stroke (orang dulu nyebutnya “rheumatik”) waktu usia 37 dulu…

    Reply

  125. tridjoko
    Sep 03, 2008 @ 09:35:15

    –> Mas Judi Kasturi :

    Wah…sebenarnya komentar ini puannjaaang dan lebar…tapi kehapus waktu ada teman yang ngajak ngobrol dan melihat posting blog saya lainnya…

    Ya udah, ini saya ulangi lagi. Cerpen anda di majalah Mutiara itu mengingatkan saya cerpen judulnya “Ayah Pulang” kalau nggak salah pengarangnya Toha Mochtar dan dulu pernah mendapat penghargaan kesenian di awal tahun 1960an.. Dulu anak2 SMA 1 Madiun pernah mementaskan Drama dari cerpen itu pas Dies Natalis SMA 1 yang ke sekian. Bapak saya mendapat undangan, dan datanglah saya bersama Bapak, Ibu, dan kakak-kakak saya. Benar-benar bagus pementasannya, karena banyak yang mbrebes mili…berarti penjiwaannya kena…

    Tahun 1973-1975 ketika saya di SMA 1, pernah juga drama dipentaskan lagi, tapi belum-belum ada tereakan “Turrruuuuuuuunnnn.. !!!”, siapa lagi yang mengomandoi tereakan itu kalau nggak sedulurmu yang bernama Kikiek itu….hahahaha…

    Mengenai tawaran pencitraan, terima kasih tawarannya mas. Sayapun pernah ditawarin untuk mencitrakan seorang calon walikota di sebuah kota besar di Jawa yang didukung sebuah partai putih, tapi waktu itu saya masih segan melangkah walau si calon kenalanku waktu sekolah di AS dulu (beliau sekolahnya di UK dan dosen senior di sebuah PT terkenal),,mungkin karena nggak punya waktu..

    Tapi kalau sumbangan pemikiran saya itu bisa dikomunikasikan lewat emel, ya terserah kemawon, saya bisa dihubungi lewat emel tridjokoeta@yahoo.com Kalau nomor hape (dienkripsi nih) ada di ndog-wol-ji-ji-wol-nem-mo-ndog-ro-ndog ….

    Kalau agak nyita waktu, wah itu yang saya juga bingung, waktuku sangat kekurangan untuk kegiatan yang berjibun (Sept-Des 2008) : ngajar 20 sks (20 jam seminggu), konsultan transport di lembaga bantuan asing dari Jerman, konsultan IT di 2 BUMN bidang transportasi dan telekomunikasi seluler, serta kajian intern di kantor sendiri..belum jadi Pak RT yang cukup aktif dan “nyeleneh” di rumah sehingga kegiatan karang taruna ada terus setiap 2 hari sekali…hehehe…(tadi malam saya ikut main futsal selama 1 jam dari jam 21.00-22.00, akibatnya badan terasa segar dan tidur nyenyak, sampai Sahur-pun terlewat…hihihi…)..

    Reply

  126. judi kasturi
    Sep 04, 2008 @ 02:34:16

    Si Mbah:

    Kawulo kan sampun matur, kembali ke “pasar kawak”, saya menemukan buku – buku bermutu di Punthuk. Saya sempat kaget karena buku – buku itu ada yang hasil karya pengarang – pengarang terkenal di Sovyet. Untuk itulah, saya bilang, saya banyak belajar dari “pasar kawak”.

    Di Madiun, banyak “sarjana” yang belum terserap “tenaga kerja”, jadi banyak sekali yang pinter “engkel – engkelan”. Mungkin, karena keadaan ekonomi seperti ini do sutris ora bisa turu, kemana lagi kalau bukan ke pak Tuk, serta warung – warung kopi lainnya. Itulah, saya sering ngrungokne obrolan bermutu di warung kopi. Kata – kata kritik terhadap istilah SBY – Kalla, sebenarnya sudah muncul lama di warungan Madiun. Lalu Kardi juga mengutipnya. Lha pas yang bicara pak Amin Rais, rada ada polemik ha ha ha

    Tapi kebiasaan “nglayap” itu, kalau ora kulino yo uangel, Mas. Nglayap dan nggladak serupa tapi tak sama. Kalau nggladak ada muatan “entuk – entukannya”. Dadi kalau keluar rumah, di etung keluar dan masuknya duit dari kantong.

    Kebiasaan “nggaladak” memang perlu analisa yang tajam. Muhaimin di menangkan Pengadilan, Jak Sel. Hakimnya, diantaranya alumnus SMP2 dan SMA 1, Madiun. Penggladak mencium suatu kesempatan.Ndaftar nyaleg lalu ditolak KPU. Lha, otomatis “nderek” Gus Dur. Dari pengalaman yang sudah – sudah Gus Dur sulit untuk dikalahkan. Jadi nanti kalau reja – rejane jaman, Gus Dur menang, isny kaeulo numpang mukti juga ha ha ha

    Di Madiun, panjenengan banyak waktu luang, wah jan2nya bisa diisi dengan hal – hal yang bermakna. Kalau waktu seperti itu dimiliki mas Tridjoko, tak jamin sudah dua desertasi bisa beliau susun, sudah muncul universitas science bermutu di Madiun he he he

    Waktu adalah uang, sedang waktu yang banyak luang, belum ada istilah yang cocok mengenainya. Bebahagialah bagi orang yang masih punya banyak waktu luang, dan sadar “mempunyainya”.

    Reply

  127. judi kasturi
    Sep 04, 2008 @ 02:51:15

    Mas Tridjoko;

    Nyuwun inggih, Kanjeng. Maturnuwun sanget. Buiyuh, jan koq suibuk sanget lan sedoyo aktifitasipun koq nggih bab angka – angka ha ha ha Ndah rumit lan njlimete. Menawi kegiatan ke “erte” anipun agak represing. Pantes tetap diberi tempat khusus he he

    Reply

  128. tridjoko
    Sep 04, 2008 @ 09:50:15

    –> Mas Judi Kasturi :

    Iya mas, sak jan-jannya untuk pinter itu tidak perlu sekolah di Bakultas lho. Ingat di jaman Republik kita awal-awal dulu ada yang namanya Prof. Purbatjaraka yang ahli naskah Jawi kuno, ternyata kata bapak saya tidak sekolah formal. Yang dilakukan beliau mungkin banyak membaca dan menyerap ilmu orang-orang yang lebih mengetahui…

    Lalu lulusan Sekolah Kayu Tanam di Sumbar dulu, banyak yang jadi pintar dan menjadi sastrawan yang handal. Kalau nggak salah, contohnya Buya Syafii Maarif mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah dan masih banyak seabreg alumni Kayu Tanam lainnya yang saya lupa namanya (tak ada waktu ngecek di Mas Gugun Google…hehe…)..

    Yang diperlukan adalah adanya “Padepokan- Padepokan Olah Pikir” tidak hanya “olah otot” saja. Bisa informal, bisa formal. Kalau informal ya mungkin di warung Pak Tuk itu. Kalau formal, mungkin kayak padepokannya Rendra atau Bagong Kusudihardjo jaman dulu ya, tapi ini lebih ke olah pikir bukan olah seni…

    Bukankah dulu Plato, Socrates, profesor besar jaman baheula, ngajarnya di rumahnya atau malahan dari balik jeruji penjara ?

    Yang penting ada kemauan belajar, pasti layar akan terkembang dengan sendirinya…. (saya sebenarnya enggan mencotohkan isteri saya, waktu saya nikahi masih lulusan SLA, sekarang sebentar lagi mau dapat gelar S3 Ilmu Hukum dari sebuah PTN di Jawa Timur. Apa yang membuat maju kalau bukan kemauan ?)…

    Koreksi Mas Judi. “Nglayap” itu juga entuk-entukan, misalnya entuk rumus togel atau rumus bagaimana membuat hidup bahagia, jadi lebih ke “perjalanan batin”. Sedangkan “Nggladak” lebih ke entuk-entukan fisik ya seperti rosokan itu hahahaha…. jadi nggladak itu “perjalanan fisik”….hehehehe… Gimana kalau gitu ?

    Reply

  129. bunda iing
    Sep 04, 2008 @ 22:44:00

    Dnoll, kt Kikek yg dr Ohio State Univ. itu namanya R William Liddle.. wah..lha blog ini jd ajang kangenan n iso nglumpukno balung2, tp sorry bhs jawa ku iku kadang2 ora pas, karna dibesarkan di Kalimantan dan baru SMA kls 1 cawu 2 masuk kembali ke Madiun. tapi Madiun memang punya ciri yg sangat khas, saya juga bingung, darimana ya.. madiun itu dapat uang?, ya mungkin hanya setiap tahun sekali, kalau pas lebaran, karna banyak org2 yg bearsal dr madiun pulang kampung lalu menghabiskan sebagian besar uangnya di sana.. Sebenarnya banyak sekali org yg asalnya dr Madiun itu terkenal di Jkt, apalagi kalau iseng2 kita ikut2an kumpulan Madiunan yg di Jkt.. beberapa kali aku n kikiek hadir, eh..ternyata ketemu juga dgn teman2 ex SMA 1 Madiun yg tdk pernah lagi jumpa sejak lulus SMA .. lumayan jd nostalgia.. salam utk semua.. buat si Mbah..yg ktnya tetanggaku di Jl. Pepaya.sorry mas aku ‘agak’ lali . maklum dulu kuper banget jadi ndak tau mana2..juga Judi Kasturi..dan pak Oemarbakri.
    btw.. Ndoll, Ditto baru saja diterima utk S3nya di Kyoto Univ. aku n Kikiek tgl 23 Agt lalu berkesempatan jenguk dia lagi di Jepang dan kali ke 3 kita ke sana ..

    Reply

  130. tridjoko
    Sep 05, 2008 @ 08:26:54

    –> Bunda Iing :

    Thanks masukannya…iya nih, setelah saya bayangkan berlama-lama wajah professornya Rizal Mallarangeng, Syaiful Mujani, Denny J.A. dan Muhammad Qudori itu ternyata nama beliau William Liddle. Aku salah dikit, nyebutnya Bill Friedl, yang jebul pelatih basketball Univ of Michigan-Ann Arbor…hehehe…

    Ya saya masih ingat situ dibesarkan di Kalimantan dan “dititipkan” eyangnya di Jalan Pepaya kan ? Pulang ke Madiun minggu kemarin saya sempat naik becak dari Hotel saya di Jalan Pahlawan melalui Jalan Sawo, Jalan Pringgodani, lalu ke Jalan Kuweni, sempat lewat ujung Jalan Pepaya…hehehe…dulu jalan yang agak lebar itu sekarang kelihatan sempit ya… Mbah saya yaitu Mbah Djono (lihat komentar sebelum ini) juga tinggal di ujung jalan yang paling dekat dengan jalan Kuweni..

    Saya juga heran, secara Mandiri ekonomi Madiun itu mestinya ya stagnan..nggak menghasilkan apa-apa. Tapi coba lihat rumah-rumah baru dekat rumah saya (SB22), penuh dengan rumah-rumah “loji” yang nggak kalah dengan rumahnya Inul atau Danny Ahmad di Pondok Indah. Analisa saya, Madiun is a livable city : cheap, peaceful, and has a wonderful people. Maka banyak orang-orang tajir dari kota-kota besar (tidak selalu orang yang asalnya Madiun) yang membeli rumah di Madiun (hal ini pernah dibahas di beberapa blog)…

    Wah..selamat ya, Ditto bisa terus S3 di Kyoto-nya. Mudah-mudahan anak bungsuku nyusul, karena teman dekatnya sudah didekati para Professor Tohoku Univ untuk belajar di sana. Minimal bisa “nunut” ikut …hehehe…ntar di sana bisa ketemu Ditto dong walaupun kota berjauhan. Nama anakku Ditta, walaupun masih ikut wisuda Oktober 2008 ini di Bandung tapi sekarang sudah bekerja (tepatnya : magang) di Pertamina EPTC di Jalan Medan Merdeka Timur dengan gaji sebesar gajiku PNS…hahaha…

    Wah..bolak-balik ke Jepang lagi ya, ya deh…jangan lupa kali ini ngasih tip ke pelayan restoran Jepang, apa masih menolak mereka ? Just curious…

    Reply

  131. simbah
    Sep 06, 2008 @ 10:12:13

    Dik Yon & Bunda I’ing….saya keliwatan menceritakan, bahwa Mediyun perputaran ekonominya lumayan antara lain sumbangan dari uang yang didapat para TKW dan TKI luar negeri. Maka jangan heran kalau rumah-2 di seputar Kabupaten Mediyun, Ponorogo sudah model Sepanyol,…ya kiriman dari luar negeri itu…
    Makanya kalau mencari paspor, di Mediyun juga sudah bisa, tidak perlu lagi ke Surabaya …

    Reply

  132. bunda iing
    Sep 06, 2008 @ 22:39:00

    mudah2an ya..Ndoll, anakmu nanti bisa nyusul juga ke Jepang. Anak2 sekarang pikirannya maju2, juga cita2nya, mudah2an nantinya dapat berguna untuk kemajuan bangsanya, bukan hanya dirinya sendiri.
    Si mbah benar..sebagian besar penghasilan Mediyun n Ponorogo itu dari TKW or TKI, aku juga lumayan pangling, padahal hampir setiap tahun merayakan lebaran di sana. Tapi secara keseluruhan kotanya ya..tetap seperti itu, setiap jam 1 siang toko2nya tutup trus jam 4an buka lagi, hanya sari ratu dan mal satunya itu yg buka terus. Restorannya juga nambah, kalo dulu jajannya pecel murni, atau podang atau pecelnya mbak har, trus ke dawet suronatan sekarang ada warung mbah jingkrak, yg katanya di jkt juga ada..
    Kalo di Mediyun, waktu itu rasanya lambat banget, jadi kami sekeluarga paling2 hanya betah 1 minggu di sana. Mungkin biasa sibuk dan kena macet, begitu tinggal di kota yang tenang rasanya malah rikuh.. he..he..

    Reply

  133. tridjoko
    Sep 07, 2008 @ 07:18:27

    –> Bunda Iing :

    Ya…semoga, soalnya anakku yang bungsu dan teman dekatnya kan keahliannya di bidang Earth Science, yang katanya di Jepang Tohoku Univ untuk bidang itu nomor 2 atau 3 setelah Kyoto Univ (??? mungkin lho ya…)…

    Kota Madiun memang tetap seperti itu, makanya hobby saya kalau ke Madiun nyarter becak mbayar Rp 10 ribu dan minta diputer-puterkan gang-gang kecil yang waktu kecil dulu serasa jalan besaaaar…hahahaha….

    Saya kira dari segi penghidupan, kota Madiun sekarang sudah ikut-ikutan hidup alias vibrant…namun sayangnya belum ada satupun lapangan futsal jadinya saya nggak bisa meneruskan hobby yang di Jakarta…

    Ya untuk kita yang metropolis – ngakunya – Madiun kotanya terlalu kecil. Kalau anda sekeluarga bisa tahan seminggu, kalau saya dan sekeluarga tahan tinggal di Madiun paling cuman 2 hari !!! Setelah itu menjelajahi kota lain seperti Solo, Yogya atau Semarang dan baru balik ke Jakarta lagi…

    Mungkin kita akan tahan hidup di Madiun kalau jelang pensiun ngkali ya,…tapi itung-itung aku pensiunnnya baru umur 60 (karena perekayasa) bareng sama isteri yang pensiun umur 58 (karena anggota TNI), dan Kikiek malahan umur 65 (karena professor riset)…

    Reply

  134. bunda iing
    Sep 07, 2008 @ 21:31:41

    iya..kikiek baru pensiun sekitar 65 thn-an, tp mungkin juga tidak tinggal di Mediyun, tetap di depok aja, meskipun 3 bln lalu urunan dengan kakaknya yg no. 2 dan kebetulan sudah pensiun, bikin pabrik tapioka di daerah Kare, juga membudidayakan bambu Jepang untuk penghijauan dan ekspor ke Jepang.. he..he.. sambil menyelam minum air, mudah2an ndak pelepeken yo.. trus rencananya juga mau beternak kambing, cita2nya punya ranch di Kare.. gitulah..sekilas info..
    Tujuannya lebih kepemberdayaan masyarakat, mudah2an apa yang telah kita rintis akan bermanfaat bagi banyak orang, pabrik tapioka selanjutnya akan dibangun di daerah Ngawi, kami masih uji coba untuk pembibitan bambunya, tapi untuk pabrik yang skalanya menengah bisa memberdayakan lebih kurang 300 KK (petani). Ini sebagian kecil sumbangan untuk ikut memajukan Mediyun .. mudah2an ya..

    Reply

  135. tridjoko
    Sep 07, 2008 @ 23:11:59

    –> Bunda Iing :

    Nah..justru kakaknya Kikiek yang No.2 yang kerja di Astra itu aku lupa namanya. Yang saya ingat, Kikiek bangga banget sama kakaknya yang No.2 itu sampai kemana-mana topinya “Universitas Krisna Dwipayana” warna kuning itu dipakai ama Kikiek terus…

    Kabar terakhir tentang Kakak No.2 itu, waktu peristiwa Malari 1974..setelah itu saya nggak ngeh kabarnya…

    Wah..kalau untuk pemberdayaan masyarakat Kare dan Ngawi (bapaknya Kikiek dari Widodaren-Ngawi lho…dulu menjadi bahan ledekan Pak Marmo guru SMP 2 kepada Kikiek, “Mana ada anaknya orang Widodaren yang sukses ?”. Waktu itu Kikiek cuman gondok tapi nggak bisa apa-apa. Dugaan saya Kikiek diledek karena ia anak yang super nakal…sejak SMP…)…

    O ya, aku titip sepasang Kambing Ettawa untuk diternakkan…Coba ditanyakan berapa harganya. Nanti dibeliin dulu aja, baru utangnya aku bayar setelah nemu rejeki di jalanan…hehehe…

    Selamat memberdayakan masyarakat ya (jangan menjadi “memperdayakan” lho..)…

    Reply

  136. judi kasturi
    Oct 15, 2008 @ 09:27:04

    Bapak Trijoko

    Nuwun sak derengipun, kawulo absen lebih dari satu bulan, amargi kulo teng kampung. lebih satu bulan ugi, muter2 tentg kito madiun. Mboten bosen2 he he muter radosan ngajengipun daleme si Mbah, mboten nemokaken. Bul si Mbah meniko tergolong priyayi. Dalemipun kadosto loji.

    Sugeng Mas Trijoko. Sukses dengan karyanya. Sukses juga dengan fut sal nya.

    Reply

  137. tridjoko
    Oct 15, 2008 @ 11:26:08

    –> Mas Judi Kasturi :

    Wah…pangapunten pas teng Mbediun mboten sempet ketemu sampeyan…jebul perjalanan bulan puasa menyebabkan waktu rada padat…

    Tangi jam 3 esuk terus Sahur di Hotel, tidur sebentar, bangun adus lan diskusi lagi dan membuat laporan lagi, jam 7.45 wis menuju pabrik. Di Pabrik dari jam 08.00 selesai jam 15.30 cuman diselingi istirahat sholat dzuhur di mesjid pabrik. Sampai penginapan, istirahat sebentar, diskusi dan nulis laporan lagi…

    Dados dereng sempet ketemu. Tapi mengke nek kulo teng Mbediun melih arep tak tambahi 1-2 hari khusus untuk ketemuan kalih kanca-kanca lawas lan anyar kadosta Mas Judi niki…

    Wah…mboten nglangkungi griyo kulo, lan ndeleng kamar kost-e Kikiek sing mirip “kandang ayam” ? Masih ada lho…alamatipun di Jalan SB No. 22 Ngrowo…

    Reply

  138. judi kasturi
    Oct 16, 2008 @ 10:14:29

    Mas Tridjoko

    Wong, kulo niki tergolong mboten kuwat luwe he he dados selama puasa, kluyuran teng wande2 ngntos saur, lajeng selesai subuhan, tilem he he he bangun sudah jam 2 terus ngabuburit keliling Madiun. Kota sepanjang jalan panganan. Dados meh ben dinten medal radosan dalemipin si mbah, dug stadion blonjo – blonjo panganan he he

    Masa panen bakul teng Madiun ya pas puasa dan lebaran. Kawan saya jualan bakso dan es degan, di seputaran lebaran bisa kepayon 3,5 juta se hari. Dia buka di nggir ger ko; pinggir pager pasar sleko. Wong di Madiun itu, harga degan sudah sampai 7 ribu, koq ngalah2ne Jakarta he he

    Pas bibar riyadin, Madiun kembali seperti biasa. Lengang. tapi sekarang agak meriah karena ada pilkada. Inul saja dateng ke Madiun. Mungkin habis pil2an, lengang lagi.

    Sebagai buruh urban, niki kulo makaryo malih, celeng2 kagem lebaran ngajeng. Biasanipun, pas poso leren. Kados bos walet mawon, nggih ? ha ha ha

    Reply

  139. judi kasturi
    Oct 16, 2008 @ 10:36:22

    Mas Tridjoko:

    Mungkin mergo mboten kuat luwe, teng nggriyo Madiun kerjo donga kemawon. Nggih alhamdulillah, kantor kulo menang tender wonten KPU dan bank terbesar. Menawi babkan komunikasi, ansy sampun mumpuni he he

    Reply

  140. judi kasturi
    Oct 16, 2008 @ 10:36:55

    Mas Tridjoko:

    Mungkin mergo mboten kuat luwe, teng nggriyo Madiun kerjo donga kemawon. Nggih alhamdulillah, kantor kulo menang tender wonten KPU dan bank terbesar. Menawi babkan komunikasi, insy sampun mumpuni he he

    Reply

  141. tridjoko
    Oct 16, 2008 @ 11:22:24

    –> Mas Judi Kasturi :

    Kapan niku Simbah protes yen rega sega pecel di Madiun sudah “over valued” menjadi sekitar Rp 5.000 sak pincuk ming ngangge peyek… Protes soale njenengane mbayar kiyambak, lha nek kulo rak dibayari perusahaannipun client…dadi ya kepenak : teka dipethuk, turu diturokke (aja diubah “o” dadi “u” lho…saru !!), mangan dipakani, lan lunga disangoni…

    Mula yen Lebaran ora maido regane degan Rp 7.000, lha wong di sekitar rumah saya yang pinggiran Jakarta saja yen pasa wong-wong malah pada tuku-tuku apa wae, Lebaran ya rame kaya pasar malem, neng mbasa wing normal, tuku-tuku ya wis mandheg….

    Tahun 2005 pas neng Madiun lali ora book Hotel, hampir semua penginapan di Madiun yang jumlahnya 40 tak leboni kabeh lan ora ana kamar kosong….terpaksa “ngungi” neng Ngawi lan akhirnya ketemu “sleazy hotel”…wah tinimbang ora turu, ya neng kono wae…semu isin karo anak bojo sak jane, lha wong ora kulina…

    O nggih selamat telah memenangkan tender di dua kantor besar di Indonesia. Mudah-mudahan “dapuk” tahun 2009 mengko nggih sukses nggih mas….

    Reply

  142. judi kasturi
    Oct 17, 2008 @ 13:49:40

    Mas Tridjoko:

    Khabaripun Si mbah pripun nggih Mas, koq njur plas. Rikolo absen kolowingi, memang saya nggak punya nomer email, jadi kalau mau nimbrung teng blog jenengan, dari warnet di Madiun, ketintulen. Menawi wonten kantor, ngagem nomer email bersama ha ha ha maklum gap tek, Mas.

    Wah, tadinya saya agak pesimis tentang Madiun, begitu Mas Tridjoko matur banyak rumah seperti rumah di Pondok Indah di Madiun, kulo memang njajal namatke tenan. Bul, bener. Wong deretan rumahnya si Mbah aja, sudah kayak omah loji jaman Londo.

    Kados engkang kawulo aturaken tantang harga panganan engkang cekapan awis, kolowingi kulo diparingi konco, onde – onde sak jeruk pecel. Tanggung -atau malah kecil- kalau bagi ukuran onde – onde. Saya tanya, onde – onde itu harganya berapa? 1000 se butir, jawab kawan, sambil cerita karena bahan baku onde – onde itu dari impor; kacang ijo tanpa kulit dari Thailan, misalnya.
    Karena kawan itu memproduksi dan menjual, say tanya;”apa payu di dol neng madiun, mas?”.
    “Cukup laris”, katanya.

    Itulah, saya jadi ingat tentang footsal nya Mas Tridjoko dan nyuwun sewu karena dulu saya pernah ngalang – ngalangi he he he

    Mungkin, karena saya nompo bayar, pandangannya berbeda dengan ketika saya nggladak. Wong ketika saya nggladak itu dengan menggunakan uang utangan, ora iso obah, terkena kredit macet. Maka itulah berbahaya observasi. Tiba- tiba faktor individu yang mengobservasi ikut berperan dalam menentukan hasil observasi nya.

    Reply

  143. tridjoko
    Oct 17, 2008 @ 18:12:05

    –> Mas Judi Kasturi :

    Mboten nopo komunikasi teng mriki mawon, tinimbang email-email-an sing kadang ya jarang diwoco (saking akehe email sing teko)..

    Simbah kabaripun tugas jaga di Oil Rig pas sekitar Lebaran, lan ditempatkan di tengah laut gung liwang liwung sing ana ming Hiu Macan dan Hiu Martil…internet ora isa nyambung, apa maneh arep tuku sego pecel…wis mesti wae ora ana…hahaha.. Absen terakhir Simbah ing Blog niki 2 minggu yang lalu, tapi kulo kesupen neng ngendi bocah kae ngasih komentare.. mungkin teng posting liyane niku…

    Omah loji teng Madiun wis dadi lumrah babar blas… bagian kutho Madiun sing durung berkembang ming bagian kulon kali ke arah Gorang-Gareng omahe Kikiek biyen (niku kesan kulo lho…sanes pengamatan sing detail)..

    Rega panganan teng Madiun larang-larang soale wong Madiun gampang oleh duwit : kiriman saka Jakarta, kiriman saka Malingsia, saka Arab, lsp…

    Wah,,,,rencana mbangun lapangan futsal teng Madiun nggih kulo cancel soalnya sing neng Jakarta wae sing model outdoor wis ora laku soale wis mulai musim hujan…

    Ngaten mawon mas kabar saking Ibukota…

    Reply

  144. judi kasturi
    Oct 19, 2008 @ 23:55:16

    Mas Tridjoko

    Denger2 negara Amerika bangkrut ya, Mas? Kata kawan di UNDP, se abad yang lalu, Amerika mengalami kebangkrutan serupa. Weladala. Denger2 juga kita akan terkena imbasnya. Kawanku bilang yang akan tertampar sektor property dan industri pengolahan. Boleh jadi buntutnya; inflasi. Masa mulai krisis dan lajimnya harga emas melejit. Seminggu lalu, ponakanku lahir dan ketika membeli tetenger perhiasan emas, sudah 250 ribu per gramnya. Jangan2 hari ini sudah menaik.

    Ketika omongan begini tak sms kan ke kawan di Pnrogo, dia bilang dengan tenangnya, gak akan masuk Pnrogo; “…paling nyampek Madiun, ketika mau masuk Pnrogo, baru sampai Mlilir, mbalik ke Madiun lagi he he he”.

    Kembali ke kata teman tadi, kalau yang terkena industri olahan, jangan – jangan akan banyak pabrik yang gulung tikar ya Mas? Lha berarti pengangguran akan menumpuk. Belum lagi sisa – sisa masa krisis 98 yang belum sembuh betul, lak jadi sudah ketambahan.

    Dengan maraknya pilkada dan ribuan caleg yang bersaing merebut suara, lak jadi hingar ya Mas. Pil – pilan menjadi sarana “pekerjaan” baru. Weladalah.

    Mungkin yang adalah digebrak adalah pemberdayaan. Untuk itulah, upaya Mas Kikiek yang akan memberdayakan masyarakat dengan penanaman singkong, mudah2an bukan sekedar rencana, apalagi upaya Mas Tridjoko yang akan nitip “memberdayakan” wedus bukan angan2 belaka atau mundur seperti rencana bikin lapangan futsal nya.

    Ngomong2 tentang krisis, wong Jowo sudah dapat banyak wasiat dari leluhurnya. Coba bayangkan berapa jenis puasa atau tirakat yang dilakoninya; puasa romadhon, puasa senin kemis, puasa ngrowot, puasa pati geni. puasa 40 hari, puasa syawal, dan masih banyak lagi. Belum jenis bertapanya; bertapa di dalam gua sampai “topo ngrame” he he he

    Reply

  145. tridjoko
    Oct 20, 2008 @ 21:59:26

    –> Mas Judi Kasturi :

    Amerika meh bangkrut meneh, iku wong Jowo sing weruh sak durunge winarah nyebut amarga “Kere Munggah Bale” utawa “Kere Nemu Malem”… 😉

    Yen pengertian asal “Kere Munggah Bale” kan wong mlarat diwenehi kesenengan amarga dipestakne lan diwenehi mangan 1001 rupo, ing wektu 7 dina 7 bengi…whe la dha lah…

    Amerika bangkrut amarga wong mlarat lan wong ora duwe dikongkon njupuk kredit perumahan (sejenis KPR, luwih tepate sejenis “kredit fiducia” atau kredit mobil). Ora perduli isa mbalekna apa ora, sing penting kredit wis tersalurkan lan para Manajer (fund manager) wis oleh bonus..

    Lah jebule wong mlarat lan wong kere mau ora isa mbayar kredit perumahan, njur omahe disita oleh “mortgage company” (sejenis BTN ngono). Tapi jumlahe wong kere neng NgAmerika itu ya nggegirisi…amarga akeh banget. Isa dibayangna yen jutaan wong kabeh mbalekne omah. Akibate rega omah ambruk. Akibate sing nyilihi duwit ngge tuku omah perusahaane ambruk (Lehman Brothers dkk). Akibate ekonomi negara Amerika wis arep ambruk soale ngge perang neng Irak lan Afganistan wae biayane konon ribuan Triliun rupiah (APBN Indonesia ming Rp 700 T), ping puluh apa atus tikel tekuke APBN Indonesia. Eidiaaan tenan George W. Bush kuwi. Miturut istilahe Kikiek, “Wong Guooblooog kuwi pancen sesuke tuammmbaaah Guooobloooog merga ora mungkin ke-goblog-an kok berkurang, sing enek mung nambah terus !!”..

    Aku ndelok berita TV awan mau, Bursa Efek Indonesia wis kelangan 50% rega sahame (mis. Mas Judi nanam saham di Bursa, biyen harta total sampeyan diitung Rp 10 M, saiki ming kari Rp 5 M dalam waktu kurang dari 1 bulan !). Industri pengolahan (mainan kayu, tekstil) terutama sing cilik (UKM) wing berkurang 50% omzet-e soale wong Amerika sing biasane tuku wis ora isa tuku meneh…

    Akibate rega valuta asing membubung tinggi, akibate meneh rega emas ya melu naik sejajar karo rega dollar (biyen rega emas pancen selaras karo rega dollar)….. Yen regane “mas Jawa” malah mudun, contone : regane Mas Simbah, Mas Judi Kasturi, Mas Kikiek, lan Mas Tri Djoko…hehehe… (regane Mas Ditto yo mudun…hehehehe…)…

    Amerika bangkrut kena “Deep Recession” (mlarat sing sak mlarat mlarate) kuwi tahun 1930an. Isa didelok saka VCD antara lain judule “Is There Any Santa Claus ?” sing dibintangi karo Charles Bronson. Kabeh wong Amerika klambine gombal amoh, praupane lesu, ora tau adus merga banyu larang, ambune pating mbledus…

    Tapi 10 tahun sakwise kuwi Amerika berjaya maneh merga deweke manas-manasi Jerman (Hitler) ben nggawe Perang Dunia. Amerika terlibat (dan memimpin) Perang Dunia II (1939-1945), akeh bedil lan tank sing kudu digawe, termasuk peralatan perang kayata min-sting lan pel-pes aluminium (isa didelok saka film “The Schindler’s List” arahan sutradara Steven Spielberg). Akibate ekonomi Amerika bergerak maneh, akeh order sing teka merga ngge perang. Apamaneh Amerika menang Perang Dunia II, apamaneh sakwise ngajak Jepang lan Jerman sing kalah perang kangge mbangun “Dunia Baru” saka rancangan “Marshall Plan”…deweke nguasai dunia maneh…

    Lha bedane Resesi Ekonomi 1930 lan Resesi Ekonomi 2008, yen Resesi Ekonomi 1930 isa diobati karo terlibat perang. Tapi yen Resesi Ekonomi 2008 kan antara lain amarga Amerika kesuwen terlibat perang sehingga defisit ekonomine semangkin lama semangkin menggila, dadi apa mungkin Amerika di tahun 2008 dan seterusnya terlibat perang maneh…

    “Tak mungkiiiiiiin !!!” kata Gepeng-nya Srimulat. Sing paling mungkin ya ngganti denmas George W. Bush sing wis kesuwen dadi Presiden. “It’s the economy, stupid !!!” (Goblog !!! Masalahe kan masalah ekonomi !!!), ngono jarene Bill Clinton ing tahun 1992 mbiyen pas ngalahne George Bush Sr. (bapake George W. Bush) dari Presiden AS…

    Dadi nek miturutku, Presiden AS saka partai Republik (sing luwih condong neng pengusaha besar) wis kesuwen memerintah selama 8 tahun, wis wancinipun dipun gentos…lan gentosipun sapa maneh selain Mas Judi Kas…. eh..salah, Mas Barack Obama alias “Barry”…

    Ketoke bakalan ngono mas. Dadi 4 Nopember mengko Barry bakal menang, 10 Januari dilantik dadi Presiden AS, sakwise kuwi mudah-mudahan resesi ekonomi AS isa ditangani karo ekonom macam Joseph Stiglitz sing “weruh sak durunge winarah” ….

    Reply

  146. judi kasturi
    Oct 21, 2008 @ 12:20:56

    Mas Tridjoko

    Wah tak pikir panjenegan itu hanya ahli di bidang dereretan angka yang sembilan jumahnya itu, plus angka o, di uthak athik jadi grafik dsb terus dipasarkan, ee lha koq juga teth wonten babakan sejarah ha ha ha

    Lha nggih to Bos, tiyang Amerika engkang suka foya2 meniko harus nglampahi puasa. Mengurangi babakan tetukon. Wah lha rak enten pengaruhe teng Indonesia, pengaruh wontening engkang nyambut damel ngirim utawai dodolan barang teng Amerika. Lha menawi Eropa juga ngurangi tukon2, terus pripun nggih? Lak dagangan kita ora pati payu. Mbededeg he he

    Lha mangke rak ganti, kita yang disuruh beli2. Malah “dijejeli” -istilah kangge penggaladakbarang kawak- ken tuku2. Horokono. Mongko duit dollar pun awis. Kita harus mengadakan dollar. Kondisi ngaten niki, ugi saget nekakaken hureg2an phk teng pundi2. Lha niki engkang aman malah kados Mas Tridjoko n mas Kikiek, soalipun sampun di blonjo negoro he he he

    Milanipun, mungkin engkang kenging hureg2an pasar sementara mas Tridjoko n mas Kikiek rak awis2 mlebet pasar ha ha ha

    Nopo malih, wau teng Kompas diberitaken gaji guru naik 100%. Bentar lagi kenaikan akan mampir teng blajanipun Mas Tri

    Reply

  147. tridjoko
    Oct 22, 2008 @ 18:16:54

    –> Mas Judi Kasturi :

    Gaji guru bakal naik 100% …wah iki tenanan apa guyonan. Soale kan meh jelang Pemilu, siapa saja tokoh politik boleh mengusulkan apa saja. Masalahnya, deweke terpilih mengko apa ora ?

    Sak niki mawon, gaji guru SMA teng Jakarta antara Rp 4 jt – Rp 5 jt, hampir 2 kali lipat kalih gaji kulo lan Kikiek…hehehe…

    PHK dimana-mana, kulo sampun membahas bab niku kaliyan dulur tebih sing pada suatu hari bertamu ke rumah. Karena hukum perburuhan Indonesia tidak fleksibel (= boleh memecat buruh, asal memberi pesangon 36 kali gaji bulanan), maka banyak pengusaha terutama PMA yang keberatan. Hukum perburuhan kita masih kalah dengan Malaysia, Thailand, India dan China. Maka PMA yang sudah ditanam di Indonesia bakal kabur ke negara-negara itu termasuk ke Vietnam…

    Dados, masalah teng Indonesia niku mbulet tenan mas. Mestine pemerintah sing dipilih langsung saged menyelesaikan, tapi buktinya manaaa ?

    Yen kula pegawai negeri, lan isteri anggota TNI, dari dulu sudah hidup sederhana. Makan nasi putih plus sambel plus tempe goreng, ,,, mpun mewah sanget !

    Reply

  148. be samyono
    Nov 04, 2008 @ 16:04:45

    menarik…. dari madiun

    Matur nuwun, mas…

    Reply

  149. judi kasturi
    Nov 25, 2008 @ 01:09:00

    Mas Tridjoko __*

    Koq dangu mboten njamu, mboten penak nggih; koq suwe ora jamu. Ket pasar Madiun sak derenge kobong ngantos meh dumugi lebaran kaji, mboten mbang sinambangan he he Saking sibukipun nutupi babakan “howo” ekonomi, ngantos lali. Maklum, si Mbah nggih nembe sibuk nyetak dollar lan njelalah reginipun dollar pun ngudubillah.

    Maybe, khabar angkang menarik, menjelang Pemilu begini, Mas Kiki malah ndamel buku mode utawi fashion. Mbiantu Mbak Poppy Darsono. Mbok menawi,antara fashion kaliyan politik, wonten hubunganipun. Bisa jadi, lantaran ide – ide nya merupakan ide jenius dan bisa mengangkat harkat bangsa, khususipun saking babakan busono. Ugi dalam urutan caleg ada nama mbak Poppy Darsono. Tapi kagem Mas Kikiek, piyambak, menopo semacam politik refressing ya?

    Lain cerita, menarik lho Mas, membahas babakan sugih mlarat engkang kulo aturaken teng blog “ndagangan” jenengan. Bukan dari segi politik, tapi dari paseduluran. Katah, sedulur kalis amergi terkena jarak akibat beda ekonomi. Engkang mboten gadah sungkan bade mertamu, engkang sugih sibuk ngetang hartanipun.

    Padangan tiyang mboten gadah terhadap tiyang sugih nggih mewarni warni, kadang nggih ngguyoaken. Minimal engkang kulo rekam jaman alitan kulo. Inggih meniko babakan tiyang sugih saking pesugihan. Ini termasuk unik. Cobi kemutan; “kandang bubrah”, “ngingu tuyul”,”jaran penoreh”, “blorong”, lan sak macemipun? he he Leres mbotenipun, nggih duko. Wong kulo taksih emut, tiyang mlampah mbondo tangan mawon, dikinten nembe ngandeng tuyul he he Mungkin meniko ternasuk masalah sosial engkang menarik untuk dikaji. nggih? Dados sugih, tirosipun amergi diewangi bangsa lelembut he he

    Tentang lelembut meniko ya cukup unik. Waktu kecil dulu, saya masih inget gambar (dolanan anak-anak) yang menggembarkan, kalau gak salah 50 atau 100 tokoh lelembut. Selain yang digambarkan dalam gambar dolanan tersebut, masih banyak lagi tokoh – tokoh lelembut yang cukup terkenal. Sayang gambar dolanan sudah menghilang, sementara tentang tokoh – tokoh lelembut lainnya, masih tersisa dalam ingatan. Maka, merupakan kesuksesan tersendiri dalam “mengenali” bangsa lelembut dan dari segi jumlah, boleh jadi termasuk jenis lelembut terbanyak di dunia.
    Bahkan “penampakan” bangsa lelembut konon yang mengilhami nama Madiun. Tirosipun diambil dari istilah madi (medi:lelembut) yang berayun-ayun he he

    Meniko lak saget dados bahan desertasi. Eh, pas kulo renungaken bab meniko wonten kanca lawas nembe nguthek2 bangsa lelembut Jawa meniko kagem bahan desertasipun. Lan kanca meniko saget nemokaken gambar – gambar lelembut wau. Pikantukipun saking Kediri.

    Reply

  150. tridjoko
    Nov 25, 2008 @ 08:45:22

    –> Mas Judi Kasturi :

    Wah…nek Simbah sibuk menggali dollar di tengah samodra, kulo sibuk mantu mas…. Sabtu tanggal 1 Nop 2008 kalawingi kulo mantu anak kulo sing nomor setunggal, Dessa, ingkang pikantuk Mas Nanu konconipun sekelas dateng FH Undip lan sak puniko medamel ing sakwijining BUMN ing Balikpapan. Piyambake niku putune tiyang Bayat, Klaten lan katah seduluripun ingkang manggen ing sekitar Stasiun Klaten…

    Celokonipun konco-konco celak kados Kikiek, Simbah lan Njenengan….malah lali ora diundang ! Soalipun stress dipun dukani terus kaliyan sang isteri tersayang. Konco-konco IPB lan konco-konco kampus Binus inggih mboten wonten setunggal thil sing dugi…lha wong yo lali keundang. Sing mboten lali ming Embak ingkang manggen ing griyo kulo teng SB 22 Madiun lan tonggo kiri-kanan… Tur malih, tonggo-tonggo RT (selain RT dalem) katah ingkang mboten dipun undang…lan ibu-ibu wau nek kulo pas mlampah-mlampah nyegat dalem teng tengahe margi, “Pak, dos pundi tho sampeyan mantu kok kulo mboten diundang ?”…wis pokoke….sedulur saking Winongo, Mboboran lan Tambakrejo inggih kesupen mboten dipun undang…wis pokoke mpun pikun kulo niki masss…

    Bab kutho mBediyun, dereng jangkep kalih minggu dalem ninggalaken mBediyun jebul ningali berita teng TiPi Pasar Besar mBediyun kobong !!!! Byuh..byuh..byuh..ndah piro no rugine niku ? Criyose atusan miliar nggih… Radi prihatin, tapi mboten saged nopo-nopo. Mugi-mugi poro bakul wau sampun ngasuransekaken daganganipun dados mboten patiyo rugi, ngaten lho…

    Bab kartu lelembut, inggih kulo nggih kelingan rumiyin poro tokohipun wonten : Banaspati, TongTongSot, lsp. Jebul teng Pasar Malem mBediyun riyin ngantos teng Pasar Malem Korea, bab “memedi” taksih primadona lho. Kulo mbayar 10,000 Won (Rp 70 ribu) ming mung ndelok “memedi” Korea ing sakwijining “Rumah Hantu”. Bedanipun, teng Korea rumah hantu sampun serba mekanis, wonten alat ingkang menggerakkan. Mayit podo mlaku, lan dawah, mlaku malih, dawah malih…o..alah,, ternyata ming akal-akalane mesin… Bongso ngAmberika malah gadah “Hari Hallowen” kangge memperingati hantu…lan katah tiyang ngAmberika ingkang seneng film horror kados ta “Amytiville”, “Nightmares on the Elm Street”, “Exorcist”, dsb…

    Hehe…lucu nggih, wong sugih kok dikinten duwe tuyul. Padahal kesugihan niku kan saged saking pundi kemawon, ingkang halal (kerjo, makaryo, oleh borongan) ngantos ingkang mboten halal (judi, main, money laundering, dodolan barang ora halal, lsp). Tapi teng Kitab Suci katah ayat ingkang nyebutaken wong sugih niku tanggung jawab dunia akhiratipun berat…langkung sae kito-kito sing boten gadah nopo-nopo…malah angler temen turune hehehe…

    Kulo nggih moco teng Blog-e Bunda Iing yen kiyambake lagi nyiapkan buku fashion. Tapi kulo mocone bosen, soale Bunda Iing boten membahas hal-hal sing menarik, malah kesannya stress…stress..stress…terus buktine dekne nyebut-nyebut terus…”Oh my God, berilah daku ketabahan”. Lho ? Ming nggawe buku fashion kok stressnya kayak Columbus menemukan benua Amerika ? hahahaha… Ojo stress-stress Ing, mengko awet tua lho….hihihi…

    Minggu ngajeng kulo teng Suroboyo mas, teng pabrik kapal. Duko saged mampir mBediyun nopo mboten. Akhir tahun, mugi-mugi saged mlampah-mlampah ngangge jip Sidekick tuwo kulo teng Semarang, Madiun, Malang, Suroboyo soale kan wonten libur panjaaaaaanngg…. Mengke dikabari melih lah, sopo ngertos saged tetemuan…kalih Simbah, sampeyan Mas Judi, lan ugi Totok “Santosa” si wartawan mBediyun konco SMP 2 kulo…

    Reply

  151. judi kasturi
    Nov 25, 2008 @ 19:57:30

    Mas Tridjoko

    Kulo nggih termasuk tiyang angkang badhe nutuh; duwe gawe koq ora undang2. Meniko nggih khas Madiun. Kalau mau punya hajat, betul2 konsen bab undangan, sebab kalau kelewatan, bisa membuat tidak enak kadang bisa “medotaken” seduluran. Masih, khas Madiun lagi, sulit kiranya kalau di gandengkan dengan istilah lali atawa lupa. Bahkan ada yang bilang; wong lali arep di kapakne he he he

    Masih bab hajatan, apalagi kalau di kaitkan dengan tradisi “ater – ater”. Ini bisa berbahaya kalau sampai lupa yang buat alasan. Sing di ter i lompat – lompat, yang cs nggak keduman brekat wah ha ha ha Pasti kalau pinuju ketemu di jalan, dijamin, mas Trijoko bakal kena prengutan ha ha ha

    Mas Judi,
    Wah…pancen sing jenenge lali..diapa-apakno yo lali. Sakjane mono ora lali, tapi gak sempat…mergo sakjane yo kelingan. Maklum mantu baru pertama kali….dadi meh koyo “pitik anyaran”…hehehe…
    Masalahe, isteri kulo niku nesu-nesu terus…mergo sutris ngkali…. Sak ben ketemu kulo kok langsung “Kae ayo cepet diurus,….kae diurus…kae diurus….” wah…repot nih. Nesune bojo mandeg nek kulo empun tilem nopo metu king omah (mlaku-mlaku…teng pundi mawon : pasar, tegalan, sawahan, pinggir jalan tol, lsp)…
    Kadang-kadang…ngundang setunggal opo loro yo dadi masalah, misale koncone ono puluhan….ngko ndak dirasani, “Eh,.Tri Djoko kae kok pilih-pilih konco..” akhirnya sedayanipun mboten dipun undang (kasus dosen-dosen Binus…hehehe…)..
    Yo anak kulo rak kalih wedok kabeh to mas, neng anak pertama niki mboten diundang…mugi-mugi mengke pas anak sing ping kalih..insya Allah mboten kesupen melih…..hehehe…

    Reply

  152. nggenot
    Nov 27, 2008 @ 03:56:37

    mas nyuwon sewu rumien mbok menawi kulo lepat / lancang nulis teng ngriki nggeh. kulo nggih saking madiun tapi sak meniko sampon 20 taon mboten natos wangsol dateng medion. pripon kabare medion sak meniko mas. nopo taseh kados mbiyen .sd kulo teng sd klegen 1 ngarep purboyo smp bona lan stm siang th 87 lulus.mbok menawi wonten konco kula sing moco teng blog niki . grio lulo rumiyen jl margo bawero mojorejo. matur nuwun.mbenjeng di sambung maleh…….

    Lha sak niki kakange Nggenot niki tinggal teng pundi (kutone nopo) lan kerjo nggih teng pundi ? Nek ming Margo Bawero kulo nggih ngertos. Pas kulo cilik, dalane niku taksih sawah….

    Reply

  153. nggenot
    Nov 27, 2008 @ 14:27:54

    Waduh kesupen kulo mas. kulo sak meniko tggl teng sumantra riau daratan.pendamelan kulo buruh sawit.semenjak krisis global melanda dunia regi sawit anjlok. sak niki 1 kg sawit namong di regani 200 rupiah ( ngenes ) sak derenge krisis 1800 per kilo. pokoke bangkrut krut…jarak saking pekanbaru kintun-kintun 5 jam ( 1jam jalan darat selebihnya naik pompong , kapal seng ndamel mesin yanmar ) aduoooh golek sandang pangan mas. kanggo ngopeni anak bojo. mbok menawi wonten sing ngesakne kaleh kulo ….. matur suwun….

    Pak Lik kulo (yuswo 81 tahun) inggih onten sing dados transmigran teng Riau, criyose perjalanan king Pekanbaru teng nggene piyambake nggih sekitar 5 jam, bedane kalih nggen njenengan…nek nggene Pak Lik kulo niku jalan darat terus…meh pun perbatasan Sumut. Cuman kulo kesupen dusune nopo, tapi nek nomer telpon larene (adik keponakan kulo) kulo nggih gadah…pas Lebaran wingi kulo inggih hahahehe…nelpon Pak Lik. Kadose pendengarane piyambake nggih taksih joss niku…ing ngatase yuswo mpun 81 tahun..
    Wah..nasib petani sawit lagi “klawu” nggih ? Sing penting sing sabar mawon, sopo ngertos dalam wektu sak wulan harga 1 kg sawit TBS dados Rp 5000 ? Nek ngoten kulo bade teng Sumatra mawon nderek njenengan…hwekekekekkek…
    Sawit niku taksih prospek lho, mengingat 1) sawit saged kangge bahan pangan nggih niku minyak goreng 2) sawit saged kangge bahan energi inggih niku BIODIESEL lan 3) sawit nggih saged kangge bahan ndamel kosmetik…
    Dados…cepat nopo lambat harga sawit pasti mpun naik melih….mpun pasti kadose buah apel nek diuncalke teng udara niku mestine meh mendarat teng lemah malih…
    Salam nggih kangge konco-konco sing teng kebun sawit mriko niku…nek butuh bantuan, mintalah kepada yang Maha Membantu yaitu Dia yang Di Atas…alias ndonga lan dzikir teras…….

    Reply

  154. totok
    Dec 01, 2008 @ 22:38:03

    Jangkrik, ternyata sing nyantol nang blogmu wong mbediyunan. Lha iku Cak Yudi Kasturi, arek BO B, kok yo ngerti aku, numpak becak liwat Jalan Sawo. Omahku (eh, omahe simbah) pancen wis didol dituku Babah Siong Toko Olie 76.
    Tapi jujur, aku lali sopo sih Cak Yudi Kasturi iku. Opo maneh saiki nyaleg, h….he…… opo perlu tak coblos.
    Cak Yudi, aku saiki yo balik kucing nang mbediyun setelah lama kutinggalkan. Ternyata mbediyun masih seperti dahulu kala, ayem tentrem tapi panas polll. Opo mergo suwe nang Malang, dadi mulih nang mbediyun trus kepanasan. Sayang ora isok tuku AC.
    Trus Cak Didik, aku eling karo sampean. Aku yo wis nyate nomor telepon sampean, kapan-kapan tak kontak.

    Aku yo durung sempat ketemu Dik Yudi Kasturi, pas puasa kemarin aku ada kunjungan kerja ke mBediyun yo dekne sempat nge-sms tapi aku wis cabut menuju Solo/Yogya. Opomaneh jadwal kerjo neng wulan poso wuihhh…ketat banget. Tangi jam 3.00 sahur neng hotel, setelah subuh nyaris tidak bisa tidur lagi…jam 07.45 wis dijemput bis perusahaan, jam 08.00-16.00 kerjo neng site-nya perusahaan. Mulih hotel, nggletak sedela wis maghrib, bar maghrib jalan-jalan sebentar, bar ngisyak kerjo maneh sampe jam 12.00 malam. Dadi sorry belum sempat ketemu dekne…tapi mengko pasti ono wektu sing tepat buat ketemuan…idealnya pas pulang kampung waktu bebas dan tidak dalam rangka kerjo….(yen kerjo kan ono deliverable, deadline, meeting, report, dsb sing cukup ketat…)…

    Reply

  155. totok
    Dec 02, 2008 @ 13:21:20

    Wah, moco postingmu PASAR KAWAK rasane mlebu madiun zaman samono. Memoriku melayang nun jauh di penghujung kehidupan, he…he sok puitis.

    Pancen bener, wong mediun ”kedanan titel, trus sing dianggep pekerjaan iku nek dadi pegawe” Pedagang dan usaha lainnya dianggap bukan pekerjaan.

    Soal titel cak, aku duwe pengalaman menarik. Waktu aku rabi, neng undangan jenengku tak singkat dadi PR SANTOSO, tapi njelalah kersaning Allah, tukang cetake ngantuk, huruf P diganti D, dadi tertulis DR SANTOSO.
    Wah, kabeh sing teko ngasih selamat bukan hanya aku jadi pengantin, tapi juga selamat jadi dokter ha…..ha…. Bahkan di kado pun banyak yang ditulis DR Opo tumon.

    Tapi yo ono untunge cak, nek gak onek tulisan DR. mungkin kadone cumak gelas karo piring he….he.

    Padahal cak Tri, wong mediun sing keluar kota, akeh sing berhasil. Contone ponakane Bakul Pecel BU WIR KABUL (fotomu nang kono) dodol sego pecel nang Suroboyo. Biyen dodolane nang cedak omahku Suroboyo, lha saiki terakhir aku nyambangi 2 tahun lalu, cabange onok 3, lan wis munggah kaji ping 3 juga.

    Wektu nank Kalimantan Selatan, aku yo ketemu wong mediun bukak CAFE IZAKUNIKI, omzete sedino yo jutaan (tahun 2000).

    Nang mediun dewe cak, tahun 1995, aku tau bukak Tendo PK5 nang ngarep SMP 2, dodol burger karo hot dogs, sedino omzete luwih sejeti. Padahal nang tendo. Lha saiki akeh sing niru, wis ora booming maneh.

    Nang Malang juga gitu, bakul sego pecel soko mediun, omzete sedino jutaan, bukak isuk utuk-utuk sampek bengi. Lha nek dibanding rincian bayarmu sebagai dosen sing mbok posting, ora onok apa-apane.

    Pancen bener jare mas Yudi (Jebat) Kasturi, nek orientasine wong mediun masih di sekitaran titel, pekerjaan dsb. Mengapa pekerjaan yang halal seperti itu justru diabaikan. (Eh mupung eling, anakku wedok yo bukan nasi gudeg nang ngarep omahe Dumai Indah)

    Bener kandane Cak Didik, nek nang kawasan Madiun saiki akeh omah spanyolan. iku mesti omahe TKI dan TKW (tapi akeh TKW-ne saudi). Nang desa cak, iku saiki dadi kebanggaan keluarga. Tapi kadang aku ngudoroso, biyen awake dewe dijajah bongso walondo de el el. Saiki malah golek penjajah nang negoro liyo, sebagai PRT.

    Jan-jane aku yo nelongso cak delok bangsaku koyo ngono iku. Padahal nek gelem cancut taliwondo, peluang golek duik nang Indoneia akeh yo cak. Cuma dibutuhkan kreatifitas dan skill-nya diasah terus supoyo landep.

    Aku tau ngalami, pas aku off soko Jawa Pos, njelalah usahaku yo ambleg diapusi uwong. Percoyo gak cak, aku wektu iku dodol sego pecel nang alun-alun Kuto Malang, sampek diuber-uber tukang parkir kongkon ngalih.

    Dalam hati yo ngguyu, wingi gubernur wae isih hormat karo aku, saiki tukang parkir wani ngusir ha….ha. wolak-waliking zaman cak, aku wis ngalami kebolak-balik sampek elek.

    Tapi justru dari hasil jualan pecel itulah aku isok ngentaske kuliahe anakku loro. Iku sing tak anggep hebat. Nek aku isih nang Jawa Pos, kiro-kiro ora hebat, lha wong bayarku tahun 90-an take home pay wis 5 jeti. Dadi ne mbayar kuliah yo huuuennnteng banget.

    Dodol sego pecel trus nasi uduk nang cedake kampus Unibraw, sampek anak-anakku lulus. Setelah itu baru bikin koran dewe. Dadi saiki aku pemilik media sekelas bakul sego pecel, ha…..ha. Mugo-mugo konco2 ojok onok sing ngalami kebalik-balik koyok aku.

    Untunge cak, aku karo bojoku mentale gak koyok tempe mojorayung, tapi sekeras cadas.

    Sampek wingi aku ketemu konco yo mantan Jawa Pos nek sing nerak kehidupanku dudu badai, tapi tsunami, tapi isih mbegegek ugeg-ugeg ora gempil babar blas.

    Yah, ini sekadar ngudoroso, sing sebentar lagi arep tak kumpulke gae biografi. Mugo-mugo tulisan nang blog iki ora dihapus, sebagian arep tak kopi, termasuk sebagian tulisanmu tentang diriku he…..he.

    NAH MAS YUDI KASTURI SING NATE BIKIN CROSS MEDIA, KAYAKNYA AKU SUDAH TAU MEDIANYA. ITU KAN YANG KANTORNYA DI TRAVEL …..(aku lali jenenge). KEBETULAN PANGKALAN KENDARAANNYA DI MALANG YA DEKAT RUMAHKU DI JOYO GRAND. KONTAK DONG.

    Hehehe…koncoku onok sing oleh gelar Ph.D (Dr.) dari Oklahoma State University. Balik neng Indonesia dekne pesen papan nama dengan embel-embel Dr. Togar. Eh..malam-malam ada seorang Ibu yang datang ke rumah ngetok-ngetok pintu nggowo anake sing sakit. “Pak Dokter, tolonglah anak saya yang sedang panas sekali ini”. Koncoku njawab dengan logat Tapanuli yang kental “Wah..Bu, saya ini Doktor bukan dokter”. Ibunya nyahut lagi, “Iya kalau bapak doktor kan bisa mengobati anak saya”….dst..dst… Esok paginya, teman saya itu terpaksa menurunkan papan nama di depan rumahnya untuk menghindari kesalah-pahaman yang sama…

    Aku ming arep konfirmasi, nek bener ceritamu di tahun 1990-an (1990 ?) gajimu sebulan Rp 5 jeti…wah iku jumlah yang besar sekali. Aku wae pulang soko Amrik ngajar setengah mati 20 jam seminggu cuman bawa duwit Rp 2 jeti per bulan (ukuran uang 2008 itu setara Rp 10 jeti per bulan). Regane omahku biyen (tipe 65/165) Rp 16,9 jeti ing tahun 1990. Regane Kijang SX Rp 19,6 jeti. Artine yen tahun 1990 gajimu Rp 5 jeti per wulan berarti setiap 2 wulan kon tuku omah, lan setiap 3 wulan kon tuku mobil….lho opo bener nih ? Berarti hartamu biyen tumpuk undung dong…

    O ya Tok aku baru bali soko Suroboyo, neng Dinas Pertanian Suroboyo Jalan A. Yani aku ketemu Bambang Margono, koncone awake dewe neng SMP 2 biyen tapi bedo kelas…dekne kelas 3 D sekelas karo Dolly, Muryati, Siti Aisah, lan Mujiningsih… Areke kurus duwur, biyen katone yo wis koyo mangkono. “Saya ingat Tri Djoko karena anaknya pinter”, jarene dekne neng koncoku sak kantor setelah pertemuan di Dinas Pertanian. Kita sempat ngobrol sekitar 10 menit, lan saiki dekne jabatane Kepala Balai Teknologi Pertanian ing Lawang…

    Reply

  156. judi kasturi
    Dec 06, 2008 @ 03:39:24

    Mas Tri,

    Nderek langkung, nggih? Menawi badhe ayem tentrem kadosto kepyuran udan di siang hari, ya di madiun. Pilihan mas Totok cukup tepat. Kulo natos bertahan teng Madiun, kerjo nggladak. Cuma, anak kulo wedok ngogrok – ngogrok kulo supados makaryo engkang pokro, niki njajal merantau malih. Ning enten klintune, lha koq pethuke karo mas Tridjoko, mas Kardi Rinakit lan mas Kikiek, dadi ketularan pengin sekolah malih. Umpami pethuk mas Totok, mungkin ketularan mbukak warung sego pecel he he. Teng Madiun, paling penak nggih menawi cepengan duit. Menawi bokek, kados kethek di tulup. Tingak lan tinguk.

    Menawi mas Totok niku, benten malih. Pensiunan wartawan Jawa Pos, gek mukim teng Jatim, biyuh.. Mesti litir dalane. Nopo malih, nate oleh bayar gede, lak kantun ngeguhne celengane.

    Pun, engkang sampun nggih sampun. Sing wis yo wis. Dalane dicepakne kalih Gusti engkang mboten sare. Wong nyatane, mbakul sego pecel wae, pun saget nyarjanakne putrane. Konco kulo katah, katone omah magrong2, urip mencorong, bareng arep mbayari putrane mlebet kuliah, biyuh muter kados pitik memeti gek dangu mboten medal endoge

    Pancen engkang nyampleng meniko tetap mas Tridjoko. Kanan kiri belakang ok. Kantor katah, gek bu Tridjoko nggih tiyang bayar (=bhs Madiun kangge pegawai). Nopo malih sampun mantu. Weleh, pun kados pria sejati saja dan lebih sempurna lagi, menawi mangke sampun momong wayah.

    Mas Judi Kasturi,
    Wah…ceritane sampeyan menarik, tapi sayange kok “jumbuh” nulise. Yen Mas Didik, niku nggih Mas Purwoko, nopo Simbah, nopo Kang Minyak, nopo Anoman…ngaten mas. Lha nek Mas Totok, niku nggih Mas Santoso, nggih Mas Prihatin, nggih Mas Rahayu, nggih Mas PR Santoso, nggih Mas “DR” Santoso…nek pas salah cetak…hehehe…(Niki empun kulo edit, mpun mboten wonten bekasipun…)..

    Injih mas, tiyang urip teng ndonya niku enake nggih nyepeng arto. Ndonya pundi mawon : Madiun, Jakarta, Bandung….kecuali nek teng ruang angkasa…butuhe malah udara segar alias oksigen…hehe… Yen urip teng ndonya mboten nyepeng arto, nggih ibarate teng luar angkasa oksigen-e dipateni kran-e dadi..plepek…plepek…plepek….

    Tapi niku tergantung tiyange lho mas, nek kulo piyambak sing penting wonten cekelan duwit ngge mbayar “bill” nopo “rekening” : rekening listrik, rekening banyu, rekening sampah, rekening keamanan, lan ngirim bocah-bocah duwit ngge sekolah (nek sih nyekolahaken anak, nek anake mpun lulus sedoyo…nggih tinggal ongkang-ongkang kados kulo niki…)…Tapi sak sampune mbayar bill, kulo sakjane ming butuh duwit ngge tuku beras, kecap lan mengke tempe lan tahu. Njur minyak goreng kalih lengo potro nek mboten ngangge gas elpiji…Mpun ngaten mawon…wis urip kok mas…Nek onten kondangan nikah, nggih dugi mawon…ethok-ethoke nggowo amplop…isine sak karepe sing penting “setor muka” teng dulur nopo konco…

    Untunge kulo pangsiun dados “kaki tangan kerajaan” taksih 4 tahun melih (nek mboten diperpanjang) utawi 9 tahun melih (nek diperpanjang). Niku kerjo teng “kerajaan” (bhs melayune “pemerintah”). Ning dados dosen, kulo pensiune sak senenge, saged yuswo 60, 65, 70…pokoke sak kuwate mawon…(lan sak paringane Gusti Alloh umur)…

    Celakane nek kerjo teng swasta, masiyo gajine tikel tekuk dibanding “kaki tangan kerajaan” ning mboten onten “skema pangsiun” (tapi perusahaan jaman sak niki onten, terutama perusahaan kang minyak). Nopo pangsiune dibrukke sekian atus yuto…lha nek entek sak dino piye ?

    Dados sing jenenge urip kedah dilakoni mas (nek tiyang jaler ming sak dermo nglakeni)…pasti Gusti Alloh bade maringi rejeki. Nek ming masalah panganan, insya Alloh onten mawon : king tonggo, king dulur, lsp….

    Dados nopo mawon, nggih sami mawon. Punopo malih kadang kito mboten saged milih bade dados nopo kito-kito niki….

    Nggih to ?

    Reply

  157. djauhari
    Jan 27, 2009 @ 06:44:58

    Mas, saya kebetulan lagi google, terus lihat nama saya ada di blog mas, saya waktu itu di BPPT tidak lama karena kemudian pindah ke deplu, terus mengembara ke New York (PBB) 6 tahun, Jenewa (PBB) 4 tahun, Den Haag , 4 tahun, sekarang kembali ke Pejambon. Tidak lama di BPPT tetapi kenangannya banyak di lantai 6. Salam hangat, dan kalau masih ketemu teman-teman yang dulu sama-sama di lantai 6, pudji, tuti, simon dll, salam hangat. djauhari oratmangun

    Mas Djauhari,
    Wah…sudah keliling dunia ya mas ? Untung mase nggak lama di BPPT… kalau lama, bisa lumutan ngkali ya…hehehe..
    Nanti salam sampeyan saya sampaikan ke teman-teman BPPT. O ya, dulu Direktorat Analisa Sistem berubah nama menjadi Deputi Analisis Sistem, dan terakhir menjadi Deputi Pengkajian Kebijakan Teknologi… Saya masih di situ, tapi banyak teman lain yang sudah “bedol deso” ke tempat lain : Transport ke TIRBR, Sampah dan Air Bersih ke TPSA, dan Hankam juga ke TIRBR, Pangan ke TAB..
    Saya juga banyak teman di Deplu, tapi mungkin angkatan jauh lebih junior daripada anda…
    Salam untuk anda dan keluarga. Kalau ada penugasan ke luar negeri lagi tolong saya diberitahu, siapa tahu kalau ke LN saya bisa mampir ke tempat sampeyan…(hehe..mimpi ngkali ye…)…

    Reply

  158. djauhari
    Jan 29, 2009 @ 09:54:25

    Senang dapat t5anggapan Mas. Pasti diberi tahu kalau ada penugasan lagi. Saya sedang berada di Belanda. Tanggal 2 februari kembali berkantor di Jakarta. Senang juga kalau bisa ketemu teman-teman lama dari lantai 6 BPPT. Saya dapat dihubungi di Direktorat Jenderal ASEAN Deplu.

    Bang Oratmangun,
    Saya sudah berbicara dengan teman-teman yang dulu mengenal anda, contohnya Kunto Baiquni (FE UGM adik anda) tapi katanya dia nggak sempat ketemu anda karena waktu masuk BPPT anda sudah “meninggalkan” BPPT…

    Wah,,,kabarnya karir anda di Deplu lancar-lancar saja ya ? Syukurlah…. nanti kapan-kapan saya kumpulkan teman2 BPPT dan kita reuni kecil-kecilan mau di Dapur Sunda atau di Satay Senayan boleh lah…. Tapi kalau ada waktu ya (sekarang untung lagi libur kampusnya, kadang-kadang saya juga ngajar)….

    For now, good luck bagi anda ya Mas Oratmangun Djauhari…

    Reply

  159. R.ADhi Eko Sinekti
    Feb 24, 2009 @ 13:58:07

    Numpang lewat, saya putunya pak kooshadinoto, sekarang eyang sudah sedho……sekitar tahun 2005 an, sekarang yang nempati di sana om didit dan keluarganya……mas putranya bu samadhi ya ???

    Mas Adhi,
    Saya bukan putranya Bu Samadi, tapi Pak Kooshadinoto kayaknya saya ingat akan nama itu. Nanti saya cari kait-kaitannya…. 😉

    Reply

  160. simbah
    Feb 26, 2009 @ 08:56:32

    Pringisi dik Yon..ya…
    Mas Adhi, saya putrane bu Samadi dan tinggal di Mediyun. Lha mas Adhi itu putrane siapa mBak Miem, atau mBak Sien….??

    Reply

  161. totok
    Feb 26, 2009 @ 10:12:44

    Wah, sori aku lagi mbukak cerita iki mergo arep moco ceritane simbah sing mlebu nek kene. Trus tak woco komentarmu.

    Memang cak, Jawa Pos setelah dipegang manajemennya karo Majalah Tempo (sing dibreidel dulu) kesejahteraan karyawan bagus. Opo maneh saat itu aku wis dadi redaktur Jawa Timur. (naik jadi redaktur tahun 1987)

    Tapi cak, ojok dikiro bandaku numpuk-numpuk. Malah sing sugih justru pejabat pemerintahan, masiyo bayare akeh aku. Sebab aku gak isok korupsi, dadi bayar sak mono mau yo terbilang cukup plus saja. Soale kebutuhan ternyata mengikuti keadaan. Wong tuku omah yo kredit, opo bedane.

    Biyen cekel duit sakmono yo cukup, dadi bakul sego pecel nang Malang, yo cukup. Saiki mbalik nang mbediyun, penghasilan gak sepiro, eh….ternyata yo cukup.

    Cumak bedane biyen ora perlu kehujanan dan kepanasan, soale mobile kincling-kincling lagi metu soko diler, lha saiki kudu sedia jas hujan.

    Tapi untunge aku termasuk manusia yang menikmati apa yang ada di depan mata. Sugih biasa, mlarat tambah biasa maneh he,……he. Dadi nek diukur karo umurku, aku ngalami urip kepenak (diukur secara ekonomi) cumak 30 persen, yang 70 persen nyaris sama. Tapi nek diukur karo menerima kenyataan hidup, aku 99 persen enjoy ajjaaaaa…… Dadi nek sampean saiki ketemu aku, yo isih seger alias daginge ora entek ha….ha

    Cak-e Totok-e,
    Cobak nek sampeyan sempet, mbukak postingku lawas (mungkin Januari atau Februari 2008) sing judule “Uji Kebahagiaan Menurut Oprah”. Cobak jawaben pertanyaan2 neng kono lan delengen nilaimu entuk piro ?
    Aku njawab pertanyaan2 nok kono dan nilaiku 35 alias perfect alias aku ora onok komplain apapun tentang hidup dan kehidupan ini. Aku cukup bersyukur atas apa yang bisa saya nikmati,mongkone nilaiku maksimal. Yen onok uwong sing nyobak njawab lan nilaine ming 30 utawa lebih endek karo kuwi, wah…berarti uwonge mau ora bahagia babar blas karo hidup dan kehidupan iki…
    Mengko yen wis mbok tes awakmu karo Uji Kebahagiaan mau, aku dikabari yo ?

    Reply

  162. simbah
    Feb 26, 2009 @ 19:35:12

    Mangkane kae ono paribasan:” Akeh kurang, sithik cukup”….yokuwi aneh ning nyoto….
    Totok,….aku isih sering liwat ngomahmu jalan Sawo, soale aku yo duwe kenangan neng omahmu biyen, blusukan tekan mburi barang…
    Trus Simbah putrimu lan Bulikmu saiki ono ngendi, trus omah kuwi ndjur priye sejarahe…?

    Reply

  163. totok
    Feb 28, 2009 @ 10:03:46

    SIMBAH
    Iyo mbah, sampean bener, akeh kurang sitik cukup. Mangkane urip gak usah muluk-muluk, sak dermo wae.

    Omah Jalan Sawo iku panjang critane,s epanjang umur omah iku dewe. Nek critane simbahku, omah iku biyen dituku soko adike simbah kakungku. Adike simabh kakungku sampean mungkin yo ngerti, dia simbah kakunge Lilik Purwanto Hadi koncone dewe biyen sing omahe Jalan Sawo 13 Madiun.

    Nah, dol tinuku zaman biyen (opo maneh antara adi lan kakang)) ora onok surate. Akhire, wayahe simbah kakung podo sedo, anak-anake rebutan balung. Ketimbang ribut, akhire omah iku dijual, hasile diparo brak supoyo adil.

    Sing oleh bagian yo bulik-buliku, lha aku ketiba putu ora oleh opo-opo. Untunge Mbah, aku isok ceker dewe.

    Bulik onok sing nang Jakarta, Bogor lan Suroboyo. Simbah putri yo wis sedo.

    Nek sampean nang mbediyun kontak aku, engko tak dolani nang Jalan pringgondani. Nek kepingin ketemu aku, nang Jalan Slamet Riyadi 73-A, depan gereja Katolik Materdei. Dari pagi sampek malam aku di situ, termasuk hari minggu. Soale melototi traffic internet he…he

    Reply

  164. R.ADhi Eko Sinekti
    Mar 04, 2009 @ 13:31:57

    Aku putranya amiem, kami tinggal di bekasi sekarang. kurang lebih 7-9 tahun yg lalu aku pernah ke rumah putranya bu samadhi yg di jati bening..kalo nggak salah namanya mas didik ??. gak tau apa beliau masih di sana ?.

    Reply

  165. simbah
    Mar 04, 2009 @ 16:55:29

    Nderek Langkung maning…
    -> Mas Adhi, lha saya Didiek yang dulu tinggal di PondokGede, sekarang saya sekeluarga pindah ke Mediyun dari th 2000. Berhubung di PondokGede rumahnya kebanjiran melulu dan anakku yang sekolah di Tunasjaka sampurna tawuran terus, kuwatir ntar kenapa-kenapa lalu tak pindah ke Mediyun saja. Disamping itu beaya hidup di Pondokgede tinggi, maka saya putuskan pindah. Rumah di Jatikramat sudah saya lego….
    Kalau ke Mediyun silakan pinarak, ngomong-2 putrane mBak Miem sudah pada menikah belum, kok aku nggak diundang….??
    -> Totok, iyo tok wis gamblang. Mengko wae aku tak dolan mrono. Nyonyahku yo kancamu SMA neng Bonaventura lho…, mengko awakmu rak ngerti….

    Reply

  166. R.Adhi EKo SInekti
    Mar 04, 2009 @ 17:42:44

    ha…ha…..ha……panjenengan toh mas……….say pernah ke rumah panjenengan loh dulu……,waktu itu nganter tante sien. he…..he….he…….belum ada yg nikah mas………masih pada kejar karier semua………saya sekarang di bank bumiputera sedangkan adik saya baru lulus.

    Reply

  167. R.Adhi EKo SInekti
    Mar 04, 2009 @ 17:44:04

    Ngomong ngomong ada yg tau gak om bonsan di rawat dimana ???………

    Reply

  168. simbah
    Mar 04, 2009 @ 17:57:25

    -> Mas Adhi,…ya..ya saya ingat, kalo nggak salah mas Bonsan tinggalnya di Cirebon, jadi seniman keramik…saya sudah kepaten Obor, nggak tahu pada kemana, adiknya mas Bonsan, Dolly temanku sewaktu SD sampai SMA juga temannya pak Tridjoko Wahyono dan juga pak Totok, apa benar bulik Dolly sudah Almarhum….? tolong beri kabar..ya… soalnya ada temanku yang bilang Bulik Dolly sudah wafat….kalau belum saya mohon ma’af sebesar-besarnya…..

    Reply

  169. simbah
    Mar 04, 2009 @ 18:03:44

    Mas Adhi ini dik Enthus, atau siapa ya nama panggilannya….???

    Reply

  170. totok
    Mar 04, 2009 @ 21:29:52

    PRO SIMBAH
    Wah, ternyata yo ora adoh-adoh antara dikau dan aku mbah. Lha wong nyonyah sampean yo soko Bonaventura, lha nek aku ketemu lak mesti kenal. Tapi sopo yoooo? Sampean bikin aku penasaran mbah?

    Reply

  171. R.Adhi Eko SInekti
    Mar 05, 2009 @ 13:37:28

    Iya…saya enthus…kok tahu mas

    Reply

  172. judi kasturi
    Mar 06, 2009 @ 12:40:14

    Mas Trijoko:

    Pripun khabaripun, koq dangu mboten jampi? Mboten penak, nggih? Koq suwe ora jamu? Nyuwun, sewu si Mbah, nopo pun panjenengan sampaikan salamku untuk Mbak Erlina? Lajeng mas Adhi itu koq saya ndak menangi, tapi kalau mas Didiet masih sak barakan dg saya, jadi kenal.

    Eyang jenengan pak Koeshadinoto, di mata sak bala2 ne di Tentara Peta, di Madiun Shu, cukup dikenal. Malah, bersahabat dengan Pak Harto, karena sama2 di asrama Boosbo. Saya pernah ketemu, pensiunan Jendral, yang jadi kawan Eyang panjenengan waktu di PETA. Kalau nggak salah, kalau nggak salah ngendikan lho, Pak Harto kalau manggil Eyang jenengan dengan julukan; “Mas Koes”.

    Saya sering di kuburan Taman. Sempat ngoborl dengan Pak Koes. Waktu itu, beliau mempersiapkan tempat peristirahatannya. Di depan kuburan Kyai Misbah, dekat pohon Mojo dan di belang Masjid. Dekat “Imaman”.

    Kalau mas Totok, masih saudara Yudi Wuryonohadi dan mas Lilik, tentu saya kenal. Sebab, cilikanku blusukan di rumahnya Yudi Wuryonohadi. Menawi dalam jenengan dekat Materday, Madiun, kulo badhe nyuwun tulung. Mang awat2i baleho nipun mas A. Eddy Susetyo, nggih?

    Niki, critane kulo dados tim sukses dadakan. Sudah 3 bulan, saya kluyuran di Dapil 8, Jawa Timur, mbantu mas Eddy Susetyo. Otomatis, 3 bulan ugi, setangah mbolos kantor. Untung mboten di PHK ha ha ha

    Siapa lagi kalau nggak den bagus Sukardi Rinakit yang menyuruh. Critanya, mas Eddy Susetyo kawan baiknya Kardi. Malah Kardi pernah nulis di Kompas dan menyebut nama2 caleg berbobot, diantaranya mas A Eddy Susteyo. Yang lain Ditta Indahsari, Indra Piliang, dan beberapa nama lagi.

    Mas Judi Kasturi,
    Wah..sakjane..njenengan sing gak nate mampir teng “Pasar Kawak” niki. Nek kulo, ben ndino kan nulis posting anyar kangge blog niki. Tapi kulo nggih meneng wae sampeyan jarang nongol, soale sak kepelingku sampeyan nuju dados tim sukses caleg jelang Pemilu sing kantun 35 hari melih…

    Ning sing sampeyan bahas niku eyangipun Mas Didiek. Sak jane bapak kulo nggih ex Heiho, tapi pangkalanipun Jakarta nopo Tanjung Pinang pas Jaman Jepang. Sing jelas, begitu perang kemerdekaan lan bapak ikut perjuangan di Krawang-Bekasi langsung ketangkep Belanda lan selama 4 tahun (Des 45 – Des 49) dipenjara teng Penjara Cipinang sekarang, saben ndino makannya sarden sampai mblokek. Bapak baru dilepas dari Penjara Belanda di Cipinang setelah pengakuan kemerdekaan Desember 1949. Lalu pulang ke Madiun, dan jadi guru SD Wayut, SMP Walikukun, lan SMA “C” Madiun (SMA 2), baru dosen IKIP..

    Ok Mas Judi, mugi calone saged dados anggota Legislatif beneran sebentar lagi….

    Reply

  173. totok
    Mar 06, 2009 @ 17:42:42

    Walah, mas Yudi, durung-durung sudah ngasih pekerjaan saya dadi satpam gambar caleg he….he…he, mesti entuk bonus aku engko.

    Menawi panjenengan konconipu Yudi, mestine yo adik kelasku. Soale Lilik niku konco sak kelas, dateng TK Nasional (dulu di Jalan Pahlawan), trus konco sak kelas malih dateng SD BO-A.

    Monggo nek wonten wekdal mampir dateng pos kulo.

    Reply

  174. judi kasturi
    Mar 06, 2009 @ 22:38:07

    mas trijoko,

    Warakadah, mangan jadah karo nunggang gajah. Hebat. Menawi keng romo panjenegan mantan heiho gek tnga tlatah Krawang – Bekasi, sungguh panjenegan harus berbangga. Semangat nya tersirat dan tersirat dalam puisi nya Chairil Anwar. Sungguh ruar biasa. Tapi kemudian hanamung dados guru. menapaki jenjang dari guru SD hingga jadi Dosen IKIP, juga suatu perjuangan tersendiri. Berarti romo panjenengan termasuk pahlawan tanpa tanda jasa kuadrat ha ha ha

    Mas Judi,
    Tapi terus terang mas…saya nggak yakin Bapak saya ada di Krawang-Bekasi, karena beliau nggak cerita (mungkin rahasia militer, ya). Yang jelas, Bapak dan Ibu saya lulusan CVO (Kweekschool, sekolah guru) 1942 yang bertempat di Jalan Jawa (tempat SD Guntur dan SD Indrakila dulu) itu di jaman Belanda. Tahun 1942 Jepang masuk, Belanda kalah. Terus bapak jadi tentara orang Indonesia yang membantu tentara Jepang. Kadang-kadang bapak bercerita dulu masuk pasukan AL Jepang dan ikut menggempur Singapore (baca novel “Sinister Twilight”) sampai telinga sebelah kirinya nggak bisa mendengar lagi karena bekas ledakan meriam kapal. Setelah Jepun menyerah Agustus 1945, bapak mungkin ikut pejuang-pejuang Indonesia melawan Belanda, sebagai angkatan darat. Tapi baru beberapa bulan, ditawan di Penjara Cipinang selama 4 tahun, sampai pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Belanda, Desember 1949, baru dilepaskan..

    Dulu banyak tentara Indonesia begitu perang kemerdekaan selesai Desember 1949, tahun 1950 dst ada “demobilisasi” (melepas baju tentara), dan bapak jadi guru SD Wayut (Di Amerika sama, sejak tahun 1946-1947 banyak demobilisasi besar-besaran makanya di kampus Indiana dibangun banyak trailer – rumah mobil – sebagai tempat tinggal ex tentara yang sepulang dari perang dunia II kembali ke kampus dengan biaya pemerintah. Contoh foto trailer itu, coba klik di “Gallery” dari blog ini).

    Sampai tahun 1960an kalau nggak salah di Indonesia ada Menteri P.T.I.P., Veteran dan Mobilisasi namanya Pak Syaref Thayeb.

    Di tahun 1960an dan 1970an kemana-mana bapak pergi ke luar kota pakai baju veteran LVRI warna hijau tentara, supaya naik KA, bis dsb bayar cuman separo. Nah, saya dulu dapat beasiswa Supersemar di IPB (1977-1979) karena bapak veteran pejuang kemerdekaan, dicap oleh Kodim 0801 Madiun (kantor veteran dulu di sayap utara Markas Kodim)..

    Makanya saya waktu kecil, waktu rumah Ngrowo kemalingan, bapak tereak sekeras-kerasnya (ala tentara Jepun) dan dalam 5 menit Pak Jogoboyo dan seluruh penduduk Ngrowo pada datang. Pernah ada orang yang sok jagoan datang ke rumah sekitar tahun 1968an, dibentak Bapak, langsung balik kanan dan lari sipat kuping..hehehe…

    Reply

  175. R.Adhi Eko SInekti
    Mar 10, 2009 @ 11:45:16

    mas judhi : iya, eyang sudah meninggal dan di makamkan di tempat di mana sudah dia persiapkan sendiri. ha…..ha….ha……eyang memang dekat dengan “the Big one”. Sekarang ayah saya stay di madiun melanjutkan pekerjaannya eyang yang belum selesai. Senangnya bisa kumpul kumpul dengan sesama orang madiun di sini….serasa balik ke jaman dulu ya…………yg saya rasakan madiun sekarang gak seperti dulu lagi.

    Reply

  176. simbah
    Mar 11, 2009 @ 20:09:55

    Dik Kasturi,…wis tak sampekne, deweke isih kelingan. Mung wajahe rodo lamat-lamat…lha wong wis 30 tahun ora nate ketemu…
    Mengenai mas Adhi, kuwi putrane mbarep mbak Miem, lha mbak Miem kuwi putrine swargi pak Koes sing mbarep, lenggahe neng jalan pasir putih raya perumnas-1 mBekasi selatan…aku wajahe yo wis lali…..

    Reply

  177. R.Adhi Eko SInekti
    Mar 12, 2009 @ 11:20:59

    he….he…he………pasir putih raya nya benar…tapi permnas rawalumbu..bukan perumnas 1 bekasi selatan………

    Reply

  178. judi kasturi
    Apr 27, 2009 @ 10:20:31

    Mas Trijoko

    Numpang lewat. Kulo nembe dugi teng jakarta, sak sampunipun 4 wulan nggladak suoro. Nggih nayamul, nek cara mediun untuk istilah; lumayan.

    Nyambung pawarto; mbak Dolly taksih seger buger n wonten tlatah Glodok, Maospati, panggenanipun. Malah, Pak Jonet, putranipun pak Sosro (tegalanipun sak meniko kagem Hotel Taman Asri), jl Kemiri, lan taksih sederekipun mas Adi, kala wingi tolar ndunyo.

    Mas Judi Kasturi,
    Pantes wingi pas chatting karo Kikiek lan Iing…mereka masih penasaran sama komentar saya di “Pasar Kawak” sing intinya Kikiek keberatan disebut dekne “gagal mlebu Unair”…lha memang tidak pernah mendaftar Unair je…hehehe….Tapi dekne ngakoni nek nate gagal mlebu ITB…hihihii…

    Mengenai Dolly, teman SMP saya, Totok, dan Simbah dulu, kelihatannya baik Totok maupun Simbah sudah menyadari kalau dianya masih sugeng waras wiris. Syukur alhamdulillah…

    Reply

  179. judi kasturi
    Apr 27, 2009 @ 23:59:33

    Mas Trijoko,

    he he mbalik ke mas kikiek, kulo pun radi dangu mboten ketemu. Terakhir 5 bulan kepengker ketemu, pas ndamel buku mode, niki mireng – mireng nembe dolanan pipo gas he he, padahal nembe nedeng2e rame pil2an.

    Mas, pas teng madiun, kulo sempat tetepangan kalih mas Beni. Beliau alumni kehutanan IPB. Kinten2 kelahiran 58, dados yuswanipun unda-undi kalih jenengan, Mas. Dalemipun celak pasar Sleko, menawi ngagem istilah jenengan; slekoslowakia.

    Mas Judi,
    Wah…nek Dik Beni yang lahirnya 1958 dan masuk IPB 1978 (Angkatan 15), aku pasti kelingan. Dekne gawene ngguya-ngguyu sumeh to ? Mbiyen teng SMP 2 ugi adik kelas 2 tahun, kulo mlebet SMA 1 kalau nggak salah Beni masuk SMA 2. Beni niku nek mboten lepat anake sing duwe Penjahit Terkenal di tahun 1970an sing lokasine teng Proliman, wonten toko-toko sing rodo mlebet kinten-kinten 30 meter soko ril sepur. Dari arah bang jo Jalan Pahlawan ke arah Proliman Jalan Bogowonto (?) toko penjahit bapaknya Beni ada di sebelah kiri dari rel sepur, dan toko reparasi jam ada di sebelah kanan dari rel sepur.

    Lha, mbakyunya Beni yang bernama Iis itu teman sekelas sama mbak saya yang namanya Mbak Endang, SMP 2 nya antara 1968-1970. Mbak Endang sekarang jadi Dosen Undip, nggak tahu mbak Iis sekarang ada dimana..

    Reply

  180. judi kasturi
    Apr 28, 2009 @ 22:16:23

    Mas Trijoko,

    Niki wau kulo nembe klintong2 teng ndepok, lajeng numpak spoor mandap kalibata, mampir teng Bukafe. Bos kikiek mboten enten ning mbak I ing mlungker teng kursi alias sare. Timbang tingak tinguk, lajeng teng gontor (manggon kantor) mbuka “pasar kawak”; mak pyar he he lha bad menopo malih, ajeng teng cafe nggih awis, wong biasa jigang teng wande sendang londo (ngisor torn, sleko). Sangu 2 ewu pun gaghe mboten mupakat. Nek teng cafe sangu 25 ewu maju mundur kados spoor langsir.

    Babakan mas Beny, mbok menawi pas kalih angen2 jenengan. Wong blok jalan kapuas mlebet gang niku, mbok menawi namung mas Beni engkang nglantrang kuliah teng mbogor. Ningnek miturut aturipun, beliau alumnus fakultas kehutanan. tapi mboten dados mantri alas ananging dados tukang tutur2 babakan peng “alas” an. Anehipun, nggih gandrung kalih ngelmu antropologi. Mbok menawi pun biasa ngadapi tiyang “alasan”. Pengetahuannya cukup luas di bidang ngelmu manungso, malah koq kados tiyang “sepah”. Meniko mboten ngraosi lho. Dados umpami dipun jumbuhaken kaliyan atur panjenegan angkang “ngguya ngguyu”, koq sajak mboten klop he he he

    Sajakipun, mas Beni kados2 dados aktififis, Mas. Tepanganipun inggih katah. Malah natos celak kaliyan Pak Bondan, tiyang Madiun engkang natos dados tiyang ageng, nek mboten klintu Mentri.

    Kulo nembe panggih sepindah kaliyan mas Bani, melekan ngantos byar padang. Enjing. Dawuhipun kebak pitutur. Awis2 mbujeng he he he

    Mas Judi Kasturi,
    Wah..neng bab mlebet Cafe keculen duwit slawe ewu niku kulo nggih jarang-jarang. Sing sering makan-makan teng Kafe cedak ngomah sing jenenge “Cozy” barang kalih isteri lan anak-anak (2 anak perempuan semua). Paling wong papat mbayare nggih satus ewu…tapi niku paling ping pisan sakwulane bibar gajian, napa sing nraktir anak kulo sing ageng (anak sing cilik dereng natos nraktir…hehehe…)..

    Wah..niki kulo jan mboten ngapusi lho, Beni riyin cilike ngganteng, cilik, gempal, lan “ngguya-ngguyu”…sok ramah gitu….Mungkin mergi kulo Ketua “Keluarga Mahasiswa Madiun di Bogor (KMMB)” makane Beni ramah teng kulo. Tapi sakjane sak keluargane dekne niku ramah kabeh, punapa malih mbak Iis sing riyin item manis kados Ida Royani tapi rambute dikepang 2…

    Lha nek dekne sak niki dados aktivis lan isih ngguya-ngguyu, lha niku malah lucu. Wong aktivis kok ngguya-ngguyu. Aktivis niku kan alon ngomonge, tapi pilihan kata-katanya tegas, lan bernada “mengancam” (basa sopane “advokasi”)…hehehe…

    Mengke nek panggih malih kalih Mas Beni, tolong sampaikan salam kulo lan mbak kulo teng njenengane lan mbakyune Mbak Iis nggih…dari Mas Tri Djoko (alias Mas Yono) Statistika IPB Angkatan 76 sing omahe Ngrowo lan alumni SMP 2 lan SMA 1…pasti njenengane kelingan…

    Reply

  181. MUNTORO
    Feb 14, 2012 @ 20:20:42

    Salam kenal buat mas tri joko,simbah en jumpa lagi sama masa kiki.
    namaku MUNTORO mas. aku juga pernah kerja bareng sama mas kiki waktu dia mau nyalonke gubernur jawa timur lalu…aku mbantu ngumpulke pasukan pendukung dari madiun selatan. ( waktu itu tempate neng gedung sus PG.PAGOTAN ) tapi sayang… kenapa ujug-ujug kok mundur gak jadi nyalonke gubernur jatim ..nyapo ya……?

    Reply

  182. MUNTORO
    Feb 14, 2012 @ 20:37:41

    aku yakin panjenengan pasti anggota PAGUMA.. ya kan mas..? aku pernah ngurusi paguma waktu itu rame-rame di hotel merdeka trus paginya dilanjut senam pagi di kantor karesidenan madiun trus nyekar di taman makam pahlawan…memang aku gak didepan……karna aku bagian sing repot sama mas yayat sing pinter elekton kae lho. wis ya salam tuk smuanya..maaf lho sok ngakrap

    Mas Muntoro,
    Saya dan Mas Kikiek saya kira bukan anggota Paguma.

    Saya bukan anggota Paguma atau Gamers, dan tidak pernah mendatangi pertemuan2 yang mereka selenggarakan.
    Kikiek juga bukan anggota, tapi sering diundang dan sering datang…

    Anak-anak Paguma atau Gamers itu dulu anak-anak Madiun yang sering nongkrong di daerah “kota” Madiun (Jl. Pahlawan, Jl. Dr. Sutomo, dan sekitarnya), sedangkan saya tinggal agak ke tepi kota dan seringnya angon wedus lan ngumpulke glonggong kembang tebu mas…. Yang satu tujuannya bersenang-senang, kalau saya tujuannya bisa bertahan hidup dan menikmati kehidupan mas….

    Reply

  183. abadi totok hariyono
    Dec 30, 2012 @ 01:55:13

    melok

    Reply

  184. dayne
    Aug 09, 2015 @ 10:41:22

    Kalau pasar kawak sekarang, namanya itu jalan kutai. Entah kalau dulu sebelum tahun 2000-an. Hehe

    Reply

  185. Aryo Setiawarman
    Feb 25, 2016 @ 09:50:12

    sy lulus smp2 th 1972,yang sy ingat sy pernah di gebug corongnya pa marmo guru olah raga,adakah teman2 masih ingat sy. barangkali aku msh ingat teman sekelas sy ; Dolly,Sudjarwo,Khairul,Edy Triyogo,Witono Basuki,Sutadi dll….

    Mas Aryo,
    Berita tentang sampeyan wis tak forward ke teman-teman WA…

    Reply

Leave a reply to tridjoko Cancel reply