Sejarah Binus: dari Kyai Tapa ke Syahdan

Sungguh cerita yang agak aneh. Saya mulai mengajar di Akademi Tehnik Komputer (ATK) di awal September 1982. Seperti cerita sebelumnya, saya mengajar mata kuliah Statistika. Jumlah mahasiswa di kelas ini 120 orang dengan perbandingan laki-perempuan kira-kira 60-40 persen. Dari cara berpakaian mereka, kelihatannya mereka berasal dari well-to-do family, alias dari kelas menengah-atas. Ruang kelas yang saya tempati berukuran 10×12 meter persegi, sebuah ruang kelas ideal yang nantinya “ditiru” saat Binus membangun kampus Syahdan yang rancangannya dibuat oleh firma arsitek “Atelier 6”..

Namun dua minggu mengajar Statistika, saya sudah harus ambil cuti selama 2 minggu karena menikah dengan orang yang sudah saya pacari selama 1,5 tahun terakhir, yaitu Sertu Susi. Saya ingat buku teks yang digunakan mengajar Statistika adalah Steel & Torrie yang juga merupakan buku teks IPB. Namun kelihatannya buku itu terlalu sulit bagi saya dan bagi mahasiswa saya. Akhirnya saya beli buku “Statistika” karangan Basu Swastha, dosen Fakultas Ekonomi UGM. Saya mengajar dengan terbata-bata karena sebelumnya memang belum pernah mengajar, apalagi mengajar Statistik !

Saya menikah di Madiun tanggal 2 Oktober 1982, sebuah pernikahan yang sederhana mengingat orangtua saya tinggal Ibu saja sedangkan orangtua isteri tinggal Bapak saja. Yang saya masih ingat, waktu itu acara Hari Ulang Tahun ABRI tanggal 5 Oktober 1982 dilaksanakan di Lapangan Udara Utama Iswahyudi, Madiun karena tuan rumahnya adalah TNI-AU. Inspektur Upacaranya adalah alm. Jenderal M. Yusuf, Menhan/Pangab pada masa itu.

Akibatnya, satu kompi kolone senapan KOWAD yang ikut memeriahkan HUT ABRI itu ikut datang di pernikahan kami di Madiun, tepatnya sore hari setelah pernikahan kami selesai. Akhirnya, satu kompi KOWAD itu saya carterkan 10 becak dan ramai-ramai menuju ke Alun-alun Madiun untuk saya traktir Bakso Simo ! Kelihatannya semuanya senang, saya dan isteri sayapun pulang naik becak, dan teman-temannya KOWAD itupun dijemput truk Kreo untuk diantarkan ke penginapan mereka di Lanud Iswahyudi..

Dua minggu cuti ngajar ternyata membawa otak ini mengkerut. Waktu mengajar Statistika setelah honeymoon di hutan jati Watujago, sayapun lupa menuliskan beberapa rumus statistik dan mahasiswa mulai ribut, “Nah lho..bapak bingung, nah lho..bapak bingung !”..

Shoot !! Sayapun benar-benar bingung. Dengkul ini rasanya lemas sekali seolah mau copot, dan kalau bisa saya pengin tertelan perut bumi..menghilang dari depan kelas ! Tapi saya tidak bisa..

Alhamdulillah, setelah saya nglirik lagi buku Statistika karangan dosen FE UGM itu, rumusnya ketemu lagi…

Di tahun 1982-1984 itu yang mengajar di ATK menurut saya bertambah. Ada ibu Myrna juara judo Trisakti temen sekelas Pak Carmelus di Elektro Trisakti yang bekerja di sebuah perusahaan minyak. Ibu Myrna ini sangat menarik perhatian dari sosoknya yang atletis, wajahnya yang lumayan, dan tentunya kepintarannya. Selain itu ada Pak Tri, lulusan Elektro ITB yang bekerja di Pertamina, yang sering saya nunuti ikut mobil Daihatsu Taft-nya jika transfer dari kuliah di Kyai Tapa menuju kampus baru di Jalan K.H. Syahdan Kemanggisan. Ada lagi Pak Marsudi Wahyu Kisworo alumniElektro ITB yang bekerja di Elnusa, yang sering saya nunuti juga mobil Mitsubishi Gallant-nya. Selain itu masih ada Pak Muchsin alumni AIS (Akademi Ilmu Statistik) yang bekerja di BPS yang sering saya nunuti mobil Mitsubishi Lancer-nya..

Memang di tahun 1984 itu, ATK mulai membangun kampus sendiri di Jalan K.H. Syahdan, Kelurahan Kemanggisan, Kecamatan Palmerah. Dari seorang dosen senior yang saya tanya, hal itu dilakukan mengingat gedung lama di Jalan Kyai Tapa menaikkan biaya sewa dan tidak bersedia bekerja sama menjalankan sebuah akademi. Bersamaan dengan pindahnya Akademi Tehnik Komputer ke Jalan K.H. Syahdan, namanyapun berubah menuruti anjuran pemerintah yaitu Akademi Manajemen Informatika dan Komputer (AMIK) “Bina Nusantara”. Nama “Bina Nusantara” dituliskan karena yang empunya AMIK adalah Yayasan Bina Nusantara.

Sedangkan Yayasan Bina Nusantara dimiliki 100% oleh keluarja Bapak Joseph Wibowo (almarhum, nama beliau diabadikan sebagai nama kampus JWC – The Joseph Wibowo Center for Advance Learning – di Jalan Hang Lekir). Namun Ketua Yayasan Bina Nusantara di tahun 1984itu adalah Laksamana Muda (Purn) Rudy Purwana, seorang purnawirawan jenderal bintang 2 dari Angkatan Laut. Konon Pak Rudy Purwana ini adalah sahabat karib Bapak Joseph Wibowo ketika bergerilya melawan tentara Belanda di Malang dan sekitarnya pada tahun 1945-1949 yang lalu. Pak Rudy Purwana sebagai anggota tentara gerilya Republik Indonesia, sedangkan Pak Joseph Wibowo adalah pemasok perbekalan bagi tentara gerilya. Untuk itu Pak Joseph Wibowo juga menyandang “Bintang Gerilya“, sebuah tiket untuk dapat dimakamkan di Taman Pahlawan Kalibata sebenarnya, tapi beliau tidak mau..

Kampus Syahdan di tahun 1984 itu masih sangat-sangat kecil, yaitu hanya terdiri dari Gedung L saja dan terdiri dari 4 lantai. Lantai paling atas adalah untuk ruang Direktur ATK yang dijabat oleh Ibu Ir. Th.Widia Suryaningsih, Puket I Bapak Ir. Carmelus Susilo, Puket II Bapak drg. Bernard Gunawan, dan Puket III Bapak Winokan (kemudian digantikan oleh yang lainnya). Tangga di Gedung L baru ada yang di sebelah timur, yang di sebelah barat belum dibangun. Di belakang gedung L, ada sekitar 4-5 meter tempat parkir berbatasan dengan kampung. Di sebelah kiri dan kanan gedung L juga hanya ada space 4-5 meter untuk parkir mobil…

Seperti diketahui, di tahun 1984 belum ada AC di kampus Syahdan (AC baru dipasang sekitar tahun 2000). Kuliahpun menggunakan mikrofon yang sangat keras, barangkali terlalu keras sehingga mengganggu para tetangga di belakang kampus yang belum terbiasa. Akibatnya, kadang-kadang kampus dilempari dengan batu, walaupun sebagai dosen saya hanya mendengar masalah itu tapi belum pernah melihatnya sendiri. Yang saya lihat, hampir di setiap kelas ada seorang anggota Marinir yang belajar layaknya seorang mahasiswa. Tapi beberapa Marinir lainnya berfungsi sebagai asisten dosen, yang ikut menjaga ujian. Pokoknya banyak anggota Marinir yang berpakaian preman pada waktu itu terlibat dalam kegiatan kampus sehari-hari..

Pada tahun 1984 itu, jalan tol Tomang-Tangerang belum dibangun tapi sudah disiapkan tanahnya. Mal Taman Anggrek belum ada, yang ada adalah Taman Anggrek yang konon milik Bung Karno karena di sebelahnya ada rumah salah satu isteri Bung Karno yaitu Ibu Hartati. Jalan tol dalam kota Cawang-Grogol baru sampai Pancoran yang masih berbentuk bunderan Pancoran. Begitu juga Slipi masih berupa Bunderan Slipi. Dari Jalan Kyai Tapa Grogol kalau mau ke Kampus Syahdan adalah belok di Apotik Prima, tepat di sebelah Slipi Jaya Plaza sekarang yang waktu itu belum ada. Pokoknya, masih jadul banget dan masih sepi banget dan ndeso banget deh Jakarta waktu itu..

Ada kejadian menarik di Kampus Syahdan waktu itu. Waktu saya selepas ngajar mau pulang membawa ransel, seorang mahasiswi dengan sok tahu menyapa, “Oh kamu yang ngambil Akuntansi I itu ya ?”. Dengan terbata-bata saya jawab, “Iya..iya..iya..”. Terus si mahasiswinya bingungsendiri dan akhirnya dia bilang, “Oh bukan ding, Akuntansi II ya kan?”. Sayapun mengangguk mengiyakan lalu tersenyum. Memang umur saya di tahun 1984 masih 27 tahun, dengan baby look yang saya punyai pasti banyak orang menyangka saya masih mahasiswa..

Kampus Syahdan di tahun 1984 waktu itu oleh para tukang ojek di bunderan Slipi disebut “Lapangan Cina“, entah kenapa disebut demikian padahal pemilik tanah adalah seorang haji yang tinggal di Jalan Daan Mogot. Yang bertugas mencari tanah di Syahdan ini adalah Pak Rufinus Lahur, dan tentunya Pak Joseph Wibowo sendiri. Pak Haji yang punya tanah waktu itu berpesan, “Baiklah tanah ini saya jual untuk dibikin sekolahan (kampus), tapi dengan syarat sekolahan itu harus merupakan sekolah nasional yang murid-muridnya berbicara dengan bahasa Indonesia yang baik dan tidak boleh menggunakan dialek ataupun bahasa daerah sehari-hari ” (sumber : Buku Ulang Tahun ke-65 Pak Joseph Wibowo pada tahun 1995).

Saya memang sering naik ojek dari Slipi jika sudah ketinggalan waktu ngajar dan pengin cepat sampai kampus Syahdan. Kalau tidak salah ongkos ojek waktu itu masih Rp 500 !

AMIK Bina Nusantara di tahun 1984 itu mulai dibanjiri oleh lulusan Statistika IPB sebagai dosen yang mengajar Statistika, Matematika, dan Computer Programming (FORTRAN dan COBOL). Saya catat tidak kurang dari 15 orang lulusan Statistika IPB yang mengajar di AMIK Binus pada tahun 1984 waktu itu, antara lain Pak Bunawan Sunarlim (Dosen Statistika IPB), Kang Ayi Hamim Wigena (Dosen Statistika IPB), saya sendiri, Pak Sablin Yusuf (S1 Kehutanan, tapi S2 Statistika IPB), alm. Pak Abdul Hamang (S2 Statistika IPB), Pak Richard Lungan (S2 Statistika IPB), Haryono, Tassim Billah, Waluyo Achmadi, Jajang Hasyim, dan Simon Tandibua.

(Gedung M baru dibangun ketika saya masih di Amerika untuk sekolah lagi mengambil Master’s. Ketika saya pulang dari Amerika Januari 1990 Gedung J belum ada, apalagi Gedung K dan Gedung H..)

Di kurun waktu 1982-1984pun banyak yang sudah terjadi di BPPT.

Sebenarnya di tahun 1981-1982 oleh Direktur Analisa Sistem BPPT waktu itu yaitu Dr. Satrio Budiharjo Joedono (Pak Billy), telah diprogram bahwa beberapa orang akan belajar di Jerman, beberapa orang ke Perancis, dan beberapa orang ke Amerika. Suksmadi Sudiro yang lulusan Teknik Penyehatan ITB, Puguh Suharso yang lulusan Matematika ITS, dan Ibrahim Hubeis yang lulusan Sospol UI dikirim untuk belajar ke Jerman berangkat tahun 1981. Indrajati yang lulusan Elektro ITS dikirim untuk mengambil Doktor di Perancis di tahun 1981. Sedangkan saya sendiri yang lulusan Statistika IPB dan alm. Pak Himatjandra yang lulusan Elektro UI akan dikirim ke Amerika Serikat di bulan September 1981 itu..

Sayapun bingung alang kepalang, kalau jadi dikirim sekolah ke Amerika, apakah saya harus menikah dulu baru berangkat sekolah, atau sekolah dulu baru nanti pulangnya menikah ?

Pada suatu hari, saya dipanggil Pak Billy di kamarnya. Tidak semua orang bisa membuat Pak Billy happy. Seingat saya hanya saya, Sudjud Suratri, dan Bu Indrajati yang bisa membuat Pak Billy tertawa lepas. Siang itu Pak Billy mengenakan setelan baju kegemaran beliau, yaitu hem combed-cotton warna biru muda, celana katun warna kaki, dasi merah, dan kacamata minus yang agak tebal. Yang tidak ketinggalan adalah sebatang rokok Ji Sam Soe yang diisap di ujung pipa…

“Jadi Pak Tri Djoko mau sekolah mengambil apa ?”,tanya Pak Billy..

“Anu pak, mungkin saya akan mengambil Operations Research, Industrial Engineering, Systems Engineering, atau Computer Science pak”,jawab saya kalem..

“Tapi kan Pak Tri Djoko sudah bekerja sama dengan baik dengan Bob Hoppin orang SRI (Stanford Research Institute), dan kata dia Pak Tri Djoko berbakat di Computer Science”, terang Pak Billy..

Sayapun dalam hati mengiyakan, apalagi saya sudah ngajar di AMIK yang warna akademinya adalah Computer..

“Pak Tri Djoko mau sekolah di negara mana dan universitas mana ?”, tanya Pak Billy menyelidik.

Beberapa hari yang lalu saya sudah menerima brosur AIT Bangkok, dan kelihatannya saya tertarik.

“AIT (Asian Institute of Technology) Bangkok saja pak”, kata saya polos..

Lho, apa Pak Tri Djoko mau ?”, tanya beliau menyelidik

Rupanya Pak Billy yang mendapat Master’s di bidang Economics dari State University of New York (SUNY)-Albany dan Ph.D di bidang Public Administration dari University of Pittsburg ini membandingkan “enaknya” sekolah di kampus-kampus Amerika yang luas dibandingkan dengan AIT yang kecil (Pak Billy mungkin juga pernah berkunjung ke kampus AIT).

Beberapa tahun kemudian, yaitu 10 tahun kemudian di tahun 1992 ketika saya mendapat kesempatan mengunjungi AIT Bangkok karena dikirim oleh Binus, saya baru ngeh dengan apa yang dikatakan oleh Pak Billy..

“Ya kalau gitu ke Amerika Serikat saja pak”, kata saya..

“Ya deh nanti saya carikan beasiswa, siapa tahu bisa dari Ford Foundation. Yang jelas mulai sekarang siapkan nilai TOEFL dan GRE (Graduate Record Examination). Ya siapa tahu kalau nilai TOEFL dan GRE -nya tinggi bisa diterima di UCLA (University of California at Los Angeles) seperti Dr. Hendro Suwandi yang sekarang memimpin Pusat Komputer UI”, kata Pak Billy..

“Siap pak”, kata saya sambil mengundurkan diri dari ruang Pak Billy..

Sayapun menarik nafas dalam-dalam, masih sangat bingung menentukan apakah sekolah dulu atau menikah dulu…

Akhirnya sejarahpun tertulis. Di akhir tahun 1981 yang seharusnya saya “siap kirim” belajar ke Amerika, tiba-tiba ada kabar baru mengenai Pak Billy. Tiba-tiba Pak Billy diminta menjadi Pembantu Rektor II UI yang ditugasi membangun kampus UI Depok. Kabarnya, awalnya Pak Billy sangat bingung menentukan pilihan apakah tetap di lingkungan Kementerian Ristek/BPPT atau kembali ke UI. Beliau saking bingungnya akhirnya melarikan diri rileks sejenak ke Ambon..(selanjutnya Pak Billy ditunjuk sebagai Menteri Perdagangan di tahun 1993, dan Ketua BPK – Badan Pemeriksa Keuangan – beberapa tahun kemudian)..

Awal tahun 1982 Pak Wardiman Djojonegoro menggantikan Pak Billy Joedono sebagai Direktur Analisa Sistem BPPT.

“Pak Wardiman itu orangnya pekerja keras, mengingat beliau pernah di bawah Pak Ali Sadikin di Pemda DKI, teman sekamar Pak Habibie waktu sekolah di Aachen, Jerman, dan saat ini sedang mengambil program Doktor di Delft”,jelas Pak Billy waktu memperkenalkan Pak Wardiman..(Tahun 1993 Pak Wardiman menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan)..

Dengan datangnya Pak Wardiman dan perginya Pak Billy, pilihan saya sudah jelas, yaitu saya akan menikah dulu baru nanti memikirkan sekolah.

Pernikahan saya di bulan Oktober 1983 bersamaan dengan pernikahan mbak Sri Mulati, mbak Hindun Purwati, Susi, Diah dan Hilda Fidiana – kelimanya ex sekretaris Pak Billy. Rupanya kepergian Pak Billy menginspirasikan para sekretarisnya untuk menikah !

“Keresahan” menjadi PNS dan lepas dari Pertamina mulai menimpa saya dan teman-teman Direktorat Analisa Sistem BPPT. Apalagi job flow di BPPT yang tidak terlalu bagus. Banyak staf BPPT yang hanya duduk-duduk, membaca koran, dan di siang hari hanya memandangi lalu-lalangnya mobil-mobil di jalan Thamrin. Saya mulai tidak kerasan di awal tahun 1983 dengan alasan saya tidak jadi meneruskan sekolah Master’s di Amerika..

“Daripada tetap di BPPT, lebih baik saya mencari pekerjaan yang lebih jelas”, kata saya dalam hati. Sayapun mulai menulis surat lamaran lagi antara lain ke IBM dan ke sebuah perusahaan minyak. Di IBM saya hampir diterima, tapi HRD Division Head-nya minta maaf, “Maaf Pak Tri Djoko, policy kami karena bapak bekerja di BPPT dan karena IBM mensupply komputer untuk Nurtanio, maka bapak tidak bisa kami terima karena BPPT itu sister companynya Nurtanio”, kata bapak itu. Memang sudah 2 kali saya lolos test IBM mungkin karena nilai DPAT (Data Processing AptitudeTest) saya yang sangat tinggi, pernah nomor 2 tertinggi padahal dengan 60 orang saingan saya banyak alumni ITB, UI dan Trisakti ! Perusahaan minyak yang saya lamari hanya menjawab melalui surat standar yang berbunyi “We regret to inform you that…..bla..bla..bla…”..

Pertengahan tahun 1983 anak perempuan saya yang pertama lahir, saya beri nama Dessa Ayu Mahardhini. Nama “Dessa” diambil dari nama tokoh di film “Sang Gadis” yang dibintangi oleh Iis Sugianto yang sangat menyentuh hati saya, ketika isteri saya yang sedang hamil besar sedang tertidur di sebelah saya. Nama “Mahardhini” adalah nama siswi yang populer di tanah Jawa sana, dan nama “Ayu” adalah untuk menggenapi namanya menjadi 15 digit ! Menurut kamus “Dessa” artinya adalah “the wanderer” alias anak yang suka perjalanan !

Rupanya Pak Wardiman ini koneksinya dengan orang-orang Jerman sangat kuat. Di akhir tahun 1983 ditandatangani MoU antara Indonesia yang diwakili Pak Habibie selaku Ka.BPPT/Dir. Nurtanio dengan pihak Jerman yang diwakili oleh Dr. Dietrich Fischer selalu salah satu pembesar IABG (Industrieanlagen Betriebsgessellschaft mbH). IABG saya nilai adalah “model ideal” Direktorat Analisa Sistem BPPT, karena di IABG juga ada studi tentang Sistem Transportasi, Sistem Perkotaan, dan Sistem Pertahanan. Ruang lingkup MoU adalah Studi mengenai Air & Sea Transportation yang pada umumnya dibagi 2 yaitu Transportation Cost Model (Transcom) dan Simulation & Modeling.. Dalam MoU itu para expert Jerman akan tinggal di Indonesia dan biayanya akan ditanggung oleh pihak Indonesia, sedangkan expert Indonesia yang akan tinggal di Jerman juga akan ditanggung biayanya sebesar DM 125 per hari.

Akhirnya di bulan Juni-Juli 1984 sayapun mengunjungi Ottobrunn, sebuah kota suburb dari kota budaya Bavaria Munchen. Pengalaman pertama kali ke luar negeri sungguh sangat menyenangkan…

Kesedihan dan kebimbangan saya karena “kurangnya pekerjaan” di BPPT untuk sementara ini terhapuskan dengan perginya saya “naik haji” ke Jerman (mengingat kebanyakan orang BPPT dan Nurtanio, cepat atau lambat pasti mendapat kesempatan berkunjung ke Jerman, negara dimana Pak Habibie sekolah dan bekerja dulu, maka bepergian ke Jerman sudah seolah seperti pergi naik haji)…

Banyak ilmu yang saya dapatkan dengan berkunjung “naik haji” ke Jerman, seperti ilmu transportasi massal dan skenario penerbangan menghadapi illegal fishing, smuggling dan forest fire. Yang paling jelas, berkunjung Jerman tetap menghidupkan semangat saya bekerja di BPPT dan menebalkan tekad saya bahwa pada suatu hari nanti saya akan belajar ke luar negeri, eventually… 

[ Bersambung ]

Quiz : Gedung mana di Kampus Syahdan yang belum pernah dijadikan kantor oleh mantan Rektor Binus alm. Ibu Th. Widia ?  (a. Gedung L   b. Gedung M   c. Gedung J   d. Gedung K   e. Gedung H)

26 Comments (+add yours?)

  1. Agung
    Mar 01, 2008 @ 23:47:02

    two thumbs up..!!
    hehehe..!!
    nati kalo uda tamat,bikin novel aja Pak.
    saya jamin laku.
    bisa best seller.
    hehehe..!!

    Reply

  2. Tri Djoko
    Mar 01, 2008 @ 23:57:40

    -> Agung : wah..saya jadi malu nih gung !

    Reply

  3. Agung
    Mar 02, 2008 @ 00:07:13

    kenapa malu Pak?
    wong apik kok.
    (sok pake bahasa jawa. lumayan pernah live in 1minggu di gunung kidul)
    hehehehe..!!

    yang bikin cerita Bapak menarik tuh perspektif dan pemilihan katanya.
    itu bener2 attractive dan interesting.
    hehehehehe..!!

    Reply

  4. Resi Bismo
    Mar 03, 2008 @ 01:59:22

    mas tri, saya baca ceritanya kayak balik ke jaman 80 an, membayangkan bagaimana suasana kota jakarta kala itu, pasti tertib dan masih bersih tidak seperti sekarang.
    Kalo ada foto2 boleh dong dishare.

    Memang banyak yang kita dapat pelajari dari negara jerman, sering2 deh mas tri main kesini. Ditunggu sambungan kisahnya….

    Reply

  5. edratna
    Mar 03, 2008 @ 08:10:54

    Yup, zaman itu BPPT memang hebat banget…gaji pegawai baru berlipat dibanding gaji saya yang bekerja di Bank.

    Tapi walau gaji sekarang PNS, ada hal lain yang menyenangkan, karena bisa sambil mengajar diluar…hal ini yang tak mungkin saya lakukan, kecuali mengajarnya atas dasar disuruh Direksi (karena Direksi tak punya waktu).

    Pilihan hidup kadang memang tak terduga, sama seperti saya akhirnya memilih tetap di Jakarta membesarkan anak, karena tak berani meninggalkan untuk meneruskan S2 di Amrik…walau akhirnya tetap harus mengambil S2 di Jakarta. Semua keputusan ada plus minusnya… yang penting anak-anak sehat, tidak narkoba dan udah lulus S1 semua…tinggal Ditta yang tentunya akan menyusul kakaknya…..dan tinggal berdua lagi…

    Reply

  6. tridjoko
    Mar 03, 2008 @ 12:56:57

    -> Agung : thanks compliment-nya…

    -> Mas Resi : wah..kebetulan saya jarang memotret jalanan Jakarta tahun 70-an dan 80-an tuh. Yang saya potret ya biasanya orang, bukan gedung atau jalanan, maklum saya pemotret amatir. Tapi kalau saya mau mengamati suasana Jakarta tahun 70-an dan 80-an, biasanya saya nonton film-film Warkop (Dono, Kasino, Indro) di TV Indonesia, dan biasanya saya ketawa geli sendiri. Dulu Jakarta masih ndeso dan katrok, mobil-mobilnya masih jelek, masih sepi, dan tentunya belum banyak polusi… Kalau dari Jerman saya nggak tahu mas apa bisa dilihat. Mungkin ada yang naruh video Warkop di Youtube, baru bisa lihat…

    Bu Edratna : ya Bu, setiap pilihan ada resikonya. Tapi prinsip saya, I’ll take the road which less travelled…(saya akan ngambil jalan yang tidak banyak orang yang melaluinya), makanya di antara teman seangkatan saya, saya sendiri yang masuk ke BPPT. Ya Ditta masih mentok di software ProMax (dari Halliburton, kontraktor minyak top) nih. Ya sabar aja, soalnya kalau ngerti ProMax akan banyak yang nyari…

    Reply

  7. Agung
    Mar 03, 2008 @ 20:05:41

    anytime,Sir..!!
    hehehe..!!

    Reply

  8. tridjokoeta
    Mar 04, 2008 @ 11:47:22

    Dewi : ya bentar lagi saya blogroll. Pls check it out…

    Reply

  9. pkab
    May 09, 2008 @ 10:05:45

    seingatku kayaknya Gedung J belum pernah jadi kantornya Bu (alm) Widia.

    Gedung J itu kalau malam hari, lampu dipadamkan, agak seram kalau terpaksa pipis di J2 (karena itu yang dibuka shift malam). Bulu kuduk bisa berdiri, walaupun lampu sudah dinyalakan.

    Reply

  10. tridjoko
    May 09, 2008 @ 13:03:36

    –> Pak Sur : tahun 1992 Ibu Widia berkantor di Gedung J, dengan “function room” yang dihuni oleh Ibu Ursula…

    Saya pernah kok diberi segepok $$$$ oleh Bu Ur untuk biaya training ke AIT, Bangkok, semuanya pecahan $ 20-an sampai orang AIT-nya terbelalak..”Lho, kok banyak banget…”..

    Tapi sebenarnya yang saya maksud Gedung J yang “sayap” depan dan persis di bawah Lab. Software Syahdan itu.. Coba deh, nanya ex penghuni Lab Software 1992 macam Pak Sis, pasti inget Ibu Widia pernah berkantor di sana. Pak Sur pasti lupa karena “dikubur dalam-dalam” di Lab Hardware Groundfloor Gedung H (eh..Gedung H tahun 1992 udah ada belum ya ???)…

    Reply

  11. Marsudi W. Kisworo
    May 21, 2008 @ 09:56:53

    Lah, ketemu teman lama lagi?
    Apa kabar mas? Sehat2 kan
    Kapan2 kita kopi darat lagi donk

    Salam

    Marsudi W. Kisworo

    Reply

  12. tridjoko
    May 21, 2008 @ 17:17:15

    –> Prof. Marsudi W. Kisworo :

    Hallo Prof, apa kabar ?

    Wah..sibuk bener nih..jadi jarang kelihatan.. Sekarang sibuk Purek di SGU ya mas ?

    Iya, kapan-kapan kita copy darat. Paling gampang nanti kalau ada seminar IT atau apa gitu…

    Salam untuk anda sekeluarga…

    Reply

  13. Once Kurniawan
    May 22, 2008 @ 11:23:50

    Pak Tri,

    Apa kabar? Sekarang masih di BPPT ? Heheheheh. Wah kapan kita ketemu pak Tri? Masih ada kontak-kontak dengan teman-teman dulu? Masih ngajar di BiNus?

    Reply

  14. tridjoko
    May 22, 2008 @ 11:39:01

    –> Pak Once :

    Hallo Pak Once, ya pak saya masih ngajar di Binus (kalau nggak, kemana lagi pak ?). Saya juga masih aktif di BPPT…

    Kemarin pak Prof. Marsudi juga say Hi. Ya deh pak, kapan-kapan kita copy darat. Atau kalau ada acara di UBM kita diundang, nanti saya sama teman2 ke sana pak…

    Salam untuk Pak Once, Bu Anna, Bu Lingling sama Bu Agustina…

    Reply

  15. Nurta
    Aug 23, 2008 @ 16:07:32

    nice post pak! 🙂

    Reply

  16. tridjoko
    Aug 23, 2008 @ 17:09:29

    –> Nurta :

    Ooops…makasih. Binus angkatan berapa anda ?

    Reply

  17. flora
    Jan 04, 2009 @ 03:14:49

    gedung K ya pak? yang blom pernah dijadiin kantor? soalnya deket parkiran? hehehe

    Flora,
    The answerrrrr issssssss…. Gedung K !
    Yep, you are right !!!

    Reply

  18. lianto
    Jan 17, 2009 @ 18:50:15

    wah.. baru baca.,,, bagus sekali ceritanya, benar2 seperti terbawa sewaktu jaman 80an..

    saya ini sekarang merupakan mahasiswa binus semester 1 (mudah2an febuary nanti lulus ke semester 2) 🙂

    perkenalkan pak’

    🙂
    hehe..

    Lianto,
    Baru semester 1 ? Wah…berarti anda tahun 1980an belum lahir kan ? Hehehehe… 😉

    Reply

  19. a_v
    Jan 23, 2009 @ 13:19:36

    Wah pak,

    kalau bapak udah di binus segitu lama…. pasti bapak kenal saya deh… tapi suer, saya coba inget2 kok saya gak inget bapak yah?? hehe…. cobaaa, saya syapa paaaak…. dulu kecil bengal bgt gak maen2 deh…. kalah kali preman binus!! hahaha

    wassalam!

    Vero,
    Wah…kayaknya nama anda nempel banget di ingatan saya, jangan-jangan anda pernah saya ajar AI atau malahan pernah jadi bimbingan saya…asal anda jurusan TI atau MI atau TK lho, soalnya saya jarang ngajar di KA..

    Kalau lupa, itu masih normal namanya. Kemarin hutang, sekarang lupa aja banyak…hahahaha…

    Sejak Sept 1982 saya ngajar terus-menerus di Binus (ATK, AMIK, STMIK, dan Univ) sampai sekarang, kecuali pas saya sekolah di Amerika (Okt 1986-Des 1989) dan saya sekolah di Singapura (Juli 1992-April 1993)…

    Kalau anda masih lupa, ntar deh tunggu tanggal mainnya saya pasang foto-foto jadul jaman dulu…(udah lihat di Gallery, saya foto dengan Pak Sablin dan Pak Haryono waktu masih “muda belia”…hehehe…)..

    Reply

  20. A_V
    Feb 02, 2009 @ 15:03:32

    Wah pak…..

    saya nggak pernah kuliah di binus, tapi ayah saya juga kerja di binus dari berdiri, dan saya dari dulu kalau abis sekolah pasti ke binus (udah kayak anak orang punya toko)…. gitu pak….. itu sampe saya SMA kelas 2 loh, soalnya pas kelas 3 saya dikasih mobil setir sendiri…. Saya udah liat foto bapak, inget2 lupa, pak…. haha….

    itu bapak waktu di US dan singapur beasiswa semua? wah… hebat yah pak…. tapi US skrg udah beda banget!!! harganya mahaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaal dibanding jaman sepupu saya kuliah dulu…..

    gampangnya, saya sepupunya pak stephen & francis santoso pak……. semoga membantu inget2 deh pak…. mama saya dulu pegang kantin, tapi sekarang cuma masukin kue aja di kantin binus… saya banyak kenal dosen2 binus, tapi yang lama2… saya kenalnya kayak pak wikarya, alm. pak sosro, bu nelly, pak vem (skrg udah nggak di binus sih) dan masih banyak lagi yg saya inget mukanya aja, tapi gak tau namanya… gitu pak… nah kayanya muka bapak juga seperti itu untuk saya… gak pernah inget nama… hahaha

    pak, upload foto yang sekarang juga pak beberapa…. saya masih penasaran nih pak rasanya…..

    skian dulu, kayanya udah panjang nih tulisan saya….. 😀

    Semoga sukse ya pak!

    Veronica,
    Wah…anda sudah kayak yang punya Binus aja ya…. 😉
    Saya lupa tuh yang namanya Pak Stephen Francis Santoso, tapi begitu lihat foto beliau, pasti deh saya ingat…
    Saya ngajar di Binus dari 1982-1986, Okt 1986 belajar ke AS dan pulang Des 1989, ngajar di Binus lagi 1990-1992, lalu Juli 1992 sekolah di Singapore pulang Mei 1993, ngajar mulai Juni 1993 sampai sekarang..hampir semuanya sebagai “dosen tidak tetap” alias “dosen paruh waktu”…

    Des 1995 sampai Sept 2000 saya bekerja sebagai manajemen Binus (pejabat struktural, dari Sekjur TI sampai Dekan FT). Mundur Sept 2000 karena ingin lebih santai…

    Kalau Vero sebutkan Pak Sosro, Pak Wikarya, Bu Nelly, Pak Vem, pasti juga tahu saya dong, orang kemana-mana kalau saya pergi menggandeng Bapak-Bapak itu. O ya, kalau sering main di kantin, pasti saya juga tahu mama anda dong karena setiap yang menjaga kantin selalu saya godain…hehehe…

    O ya kalau gitu Vero besarnya pasti sama dengan Astrid putrinya Pak Waluyo ya, soalnya waktu Astrid kecil (sekarang sekolah ke Boston) juga suka main di kantin membantu ibunya..

    Atau jangan-jangan, singkatan “a” di nama anda adalah Astrid yang sekolah di Northeastern University (neu.edu). Kalau ya….Oh my God, kamu Astrid ya !!!

    Astrid dulu waktu kecil nakal sekali, sering pulang dari SD Regina Pacis jalan kaki sampai ke rumah di bilangan Kebun Jeruk… padahal papa mamanya kan mau kalau cuman antar jemput…

    O ya, foto-foto saya ada di button “Gallery”. Silahkan lihat, betapa “gantengnya” saya waktu muda dulu…hihihi…

    Reply

  21. Astrid Veronica
    Feb 16, 2009 @ 09:46:55

    Hahahaha bapak seruuuu aja…

    Ketauan deh indentitas saya….. Iya pak, emg bener kan saya kecil bengal banget…. sering banget tuh pulang sekolah jalan kaki…. gara2 kepengen pulang sendiri naik bus, trus duitnya udah abis duluan buat jajan pak…. ya udah deh…. jalan kaki sampe rumah…. hahahaha saya waktu kecil seneng bgt pak yang namanya pulang naik kendaraan umum, tapi maunya sendiri!!!!! berhubung jakarta gak aman, jadi suka diem2 pembantu disuruh ikut dari blakang…. pas ketauan, saya marah2 ke semua orang di rumah… sekarang udah gede baru tau susahnya yg namanya jaga anak… hahaha waktu itu kan saya masih kelas 4 SD….

    tapi hobi jalan bagus pak… masih kebawa sampe saya di boston nih…. ke mana2 jalan kaki…. gak punya mobil juga sih… dan hemat biaya kendaraan umu secara boston biayanya mahal sekali….. nah masalahnya, saya gak inget sama sekali muka bapak dari foto di gallery… kemudaan kali pak…. hehehehehehe pasang yang lebih baru sedikit donk pak…. biar saya inget….

    wah bapak bikin buku donk pak!!! saya yakin laku loh!!! serius!! ingetan masih bagus gitu plus bapak pengalamannya kan banyak banget…. saya kayanya harus blajar banyak dari bapak…. pengalamanku minim sekali paaaak… 😥 ditambah nyari kerjaan susahnya bukan main….

    Astrid,
    Ya kan, ketahuan kalau Veronica itu ternyata Astrid. Dan yang anda sebut Pak Stephen Francis Santoso itu ternyata putranya Pak Eko. Maklum waktu saya bekerja di Binus Mas Stephen masih SMP dan Astrid masih SD. Dulu waktu Astrid kecil, saya suka gendong-gendong. Dan waktu Astrid SD dan sering main ke Binus, saya sering banget godain. Sewaktu Astrid SMP kalau nggak salah, saya sudah tidak bekerja secara struktural di Binus, jadinya cuman jadi dosen saja, makanya Astrid nggak begitu kenal saya.. Tapi saya tahu Astrid sekolah di Boston karena ngobrol dengan Bapak anda, katanya Astrid sekolah di Binus High tapi cuman 1 tahun lalu pindah ke Sang Timur sampai selesai dan sekarang sekolah di Boston. Itu kira-kira 2-3 tahun yang lalu. Maklum, kalau sama saya atau sama Pak Djunaedi Santoso, Bapak bicaranya panjang lebar…hahaha…

    Saya pernah di tahun 2000-an berdiri nunggu angkot M26 di depan kampus Anggrek, tiba-tiba Bapak anda berhenti dan saya disuruh masuk. Itulah pertama dan terakhir kali saya naik Mercy….hehehe…

    Kira-kira 3 minggu yang lalu saya parkir di belakang Ibu anda. Beliau masih sehat dan sekitar 10 menit menurunkan roti-roti dari mobil. Saya diam saja karena lagi makan di mobil, dan sengaja nggak menyapa Ibu khawatirnya beliau lupa. Maklum sudah 9 tahun kan saya tidak bekerja di Binus (cuman jadi dosen saja)..

    Tapi sebenarnya yang seru tuh adik anda laki-laki, karena dulu waktu kecil sering nangis tereak-tereak di kampus Syahdan sampai semua perkuliahan terganggu, maklum waktu itu Syahdan belum ada AC-nya…

    Saya nulis buku ? Lebih baik nulis Blog saja. Kalau pengin lihat foto saya setelah “tua” sekarang, ada di Facebook saya. Ok ? Selamat belajar dan menikmati kota Boston deh…. (saya tahu indahnya Boston dari film “Love Story”-nya Ryan O’Neal dan Ali McGraw)…

    Reply

  22. Astrid Veronica
    Feb 16, 2009 @ 13:58:26

    Eits…. si bapak keren banget punya facebook…. Sipp pak… nanti saya add….. Wahahaha tapi semua orang selalu bilang kok pak klo saya sebenernya lebih bengal dari adik saya….

    Wah bapak masih inget saya ternyata… makasih2 pak… terharu… hehehe…. iya, saya sama mama deket…. and semangat mama jadi panutan saya…. biar udah tua tuh, tetep pak, semangatnya tinggi……. apalagi untuk liat anak2nya sukses pak… wah, orang tua saya sih hebat…. saya udah semester terkahir, mei ini saya lulus dengan gelar Sarjana Sains untuk Ilmu Biologi….rencananya sih mau kerja 1 tahun dulu, terus abis itu kalau Tuhan mengijinkan, saya mau lanjut S2 ke kedokteran gigi….. Seperti kata mama saya, kesuksesan itu bisa di bidang apa pun, yang penting punya semangat dan kemauan, pasti bisa sukses sekalipun di bidang yang gak pernah laku…. hehe tapi dokter gigi lumayan lah pak… Btw, lain kali kalau ketemu mama, sapa aja pak…. Paling dia lupa2 inget doank… udah tua sih….

    Dan kalau saya pulang lagi, nanti saya cari bapak deh… hehehehe dan bapak jangan sombong sama saya, mentang2 saya masih kecil dan pengalamannya belum seberapa…. hehehe

    Wassalam,

    Astrid

    Astrid,
    Ya deh nanti kalau ketemu mama anda pagi-pagi di kampus Anggrek saya sapa aja ya….nanti akan saya bilang saya temannya Astrid…hwekekekkek…. 😉
    Wah…kok jauh-jauh ke Amrik cuman ngambil Dokter Gigi, lho apa mau niru papanya nih ? hehehe…
    Yang jelas saya juga sangat terkesan sama papa dan mama anda, soalnya beliau berdua bener-bener membumi…hehehe…terutama “ditraktir” naik Mercy itu nggak akan saya lupai seumur hidup saya, soalnya itu pengalaman pertama dan terakhir naik Mercy…hihihi…
    Kalau anda pulang ke Indonesia nanti, boleh ketemu saya. Asal jadwal mengajar saya selalu di sekitar kampus….

    Reply

  23. gito
    Aug 07, 2009 @ 08:58:10

    dulu katanya binus awalnya dari tempat kursus komputer di Jl. Makaliwe grogol..bener ga tuh?

    Gito,
    Yak…benar sekali, Binus dulu berasal dari kursus komputer yang namanya MCC (Modern Computer Course) di bilangan Makaliwe. Saya masih ingat berkunjung ke sana awal tahun 1981 buat beli buku “COBOL Programming” karangan Ir. Th. Widia S. 2 buku yang jilid I bersampul biru dan jilid II bersampul oranye….
    Rumahnya kecil, menghadap ke selatan (arah terminal Grogol)…

    Reply

  24. Veronica
    Aug 07, 2009 @ 11:59:31

    yak!!! benar sekali… 😀 Jl Makaliwe I no. 10… sampe skrg masih ada…. rumah kecil untuk kursus komputer…. tapi skrg sih udah nggak…. cuma menurut sumber terpercaya, rumah itu tidak akan dijual… 🙂

    Veronica,
    Trims infonya…..;-)
    Rumah itu pasti tidak akan dijual, soalnya situs sejarah kelahiran Binus. Kalau rumah yang di Jalan Cideng Timur tempat saya dulu diwawancara jadi dosen Binus (waktu itu namanya masih ATK, Akademi Tehnik Komputer) di tahun 1982, kayaknya sekarang sudah dijual….

    Reply

  25. thomas mariono
    Oct 08, 2009 @ 12:16:19

    Hallo……. met kenal aja
    saya pernah kuliah di binus dari tahun 1982 – 1985.
    terakhir saya kuliah di kyai haji syahdan.

    thomas mariono
    N.I.M : 0101821413

    Hallo Thomas,
    Wah….berarti mungkin Thomas pernah ketemu saya, atau saya pernah ketemu Thomas nih…

    Reply

Leave a reply to Once Kurniawan Cancel reply