Stanford atau Yale, Pak ?

Seorang mahasiswa saya dari jurusan ganda TI-STAT menanyakan hal ini kepada saya selaku dosennya tentang universitas mana yang akan ia pilih jika ia meneruskan program Master atau Ph.D di Amerika ?

Ia tipe mahasiswa saya yang sangat serius, maklum ia alumni Tarnus. Ia typical mahasiswa “straight A’s” yang mikirnya jauh ke depan. Sebagai mahasiswa yang ngambil jurusan ganda (double major) Teknik Informatika dengan Statistika mestinya ia berpikir melanjutkan studi ke salah satu dari kedua jurusan tersebut. Ternyata ia tidak, ia lebih tertarik dengan jurusan Psychology yang mau nggak mau nanti ia hubung-hubungkan dengan Computer Science atau Statistics. Rupanya ia sempat belajar psikologi dari seorang master magician yang cukup terkenal di Indonesia…

Saya tanya berapa nilai TOEFL-mu ? Rupanya cukup lumayan. GRE ? Belum ambil pak, katanya. Ya sudah, universitas apa yang kamu pilih, tanya saya. Anu pak, Stanford dan Yale, jadi gimana dong pak ?, tanyanya…

Langsung saya garuk-garuk kepala walau tak gatal. Soalnya walaupun SMA-nya termasuk elit di Indonesia, tapi ia hanya mahasiswa Binus dan bukan ITB (sorry, no offence to ITB..Peace !!)..

Saya langsung bilang, Stanford itu terlalu mahal. Apakah kamu pikir kamu anak Presiden ?, tanya saya bercanda mengingat Chelsea Clinton anak Presiden Bill Clinton dan calon Presiden Hillary Clinton itu sekolah di Stanford. Anu pak, khusus untuk jurusan Psychology di Stanford ada diskon tuition fee-nya cuman USD 20,000 per tahun, katanya. Yah itu kan masih terlalu mahal, kata saya…

Kalau Yale bagaimana pak ?, tanyanya polos. Sayapun bagaikan disambar geledek !!! Mungkin kalau seribu geledek sekaligus meledak di dekat telinga saya saat itu, saya nggak akan terlalu terkejut. Tapi ini mahasiswa Binus, walaupun mahasiswa straight A’s, tapi ia kan bukan lulusan Chicago, Columbia, Brown atau minimal Indiana-lah…

Wah, jadi anda mau masuk sekolah Ivy League ya, tanya saya. Baiklah anak muda, kalau itu maumu. Tapi untuk belajar cara tricks and treats bagaimana masuk sekolah Ivy League sebaiknya anda nonton dulu VCD-nya Rees Witherspoon yang berjudul “Legally Blonde” yang bercerita tentang seorang cewek cantik berambut blonde bermata biru yang mau masuk Sekolah Hukum Harvard karena ingin mengejar pacarnya yang sudah masuk Harvard duluan…

Sayapun lalu berbasa-basi sedikit. Gini ya anak muda, boleh-boleh saja sih anda mau masuk Stanford atau Yale untuk ngambil Master atau Ph.D di bidang Psychology, tapi sebaiknya anda menentukan 6 universitas cadangan yang anda lamari juga siapa tahu Stanford dan Yale belum menerima anda karena dari tanya jawab tadi anda belum pernah memandikan jenazah korban tsunami, belum pernah bekerja volunteer sebagai sopir ambulance, belum pernah volunteer bekerja di dapur umum untuk menolong korban gempa, belum pernah menyelamatkan penyu yang hampir punah di pantai Pameungpeuk, dan kegiatan-kegiatan lainnya macam itulah…

Akhirnya saya sarankan, dari 6 universitas cadangan itu ambillah yang letak geografisnya terpisah-pisah di Amerika sana. Sayapun menulis di papan tulis ke-6 universitas cadangan itu : U. of Massachussetts at Armherst (mewakili wilayah Northeastern), U. of North Carolina-Chappel Hill (mewakili Atlantic Coast), U. of Florida-Gainsville (mewakili Southeastern), U. of Texas-Austin (mewakili Southwest), U. of Illinois-Urbana Champaign (mewakili Midwest), dan U. of California- Los Angeles (mewakili Pacific).

Si anak muda tadi mengangguk-angguk, tanda setuju. Sayapun meneruskan mengajar beberapa teori dan seperti biasa diakhiri dengan Popquiz

Good luck ya !

[p.s. Kapan nih anda menyusul sekolah Master dan Ph.D di USA ?]

 

127 Comments (+add yours?)

  1. Agung
    May 10, 2008 @ 21:24:01

    wah,DASHYAT…!!!
    (uda kyk upline saya di MLM)
    hahahahahahahahaa…!!
    gile tuh anak…!!
    kyknya saya kenal tuh Pak anaknya.
    tp org kyk gt emank hrs ada Pak.
    dia org hebat dan juga nekat.
    kalo saya jd kuliah ke USA,plg cm UT-Austin.
    ga pny mimpi kuliah di MIT,Stanford,ato Harvard.
    ya ampun,jauh bgt kali.
    hahahahahahahahahaha…!!

    oo..iya Pak.
    ada lg 1 anak TI,cewe gt deh,dulu sekelas ama saya di mata kuliah IMK dan MetPen.
    dia kalo ud lulus mao kuliah MUSIK di CAMBRIDGE..!!!
    dan skrg ud mulai siap2 buat tes msknya.
    AJEGILE…!!!
    hahahahaahahaha…!!

    Reply

  2. Tri Djoko
    May 10, 2008 @ 21:34:03

    –> Agung : bukan Dewi M. Sari Komti anda skg kan ?

    Ha..ha..ha..baguslah, lha wong saya dulu sekolah pertanian kok ngambilnya Statistika. Lha wong latar belakang Statistika kok menangani Transportasi di kantor, lalu mengajar Komputer lalu ngambil Computer Science…

    Kalau banyak orang “skewed” kayak gitu, kayaknya dunia ini lebih indah …ha..ha..ha..

    Hidup skewed !

    Reply

  3. Adhiguna
    May 10, 2008 @ 23:19:47

    Gini ya, tanpa mengecilkan orang Indonesia yang berniat masuk undergrad Ivy League di US.

    Rule of thumbnya gini aja deh, “kalau anda tidak pernah mendapatkan medali minimal PERAK di Olimpiade Internasional, either Math, Informatik, Kimia, Biology, Astronomy etc ATAU anda ANAKNYA KONGLOMERAT. Maka anda bisa melupakan impian anda itu .”

    Untuk yang mau masuk graduate school Ivy League di US :

    “Kalau anda tidak masuk Dean’s list (graduate with distinction/Summa Cumlaude) dari Ivy League University DAN punya minimal 2 publikasi ilmiah di journal sekelas IEEE, Nature, Elsevier DAN punya rekomendasi yang SANGAT KUAT dari Professor di Ivy League, maka lupakanlah Ivy League graduate school di US”

    Be REALISTIC is BETTER.

    Reply

  4. tridjoko
    May 11, 2008 @ 02:20:55

    –> Adhiguna : wah..masukan yang sangat bagus tuh mas Adhi…;-)

    Pada prinsipnya, “Be special, be different, be No.1“..

    Sebenarnya saya sudah cerita di depan anak muda tersebut bahwa mengapa orang yang nilai-nilai raportnya A semua, bahkan orang Amerika sekalipun, merasa ngeri masuk Ivy League ya karena SEMUA PELAMAR ke universitas Ivy League nilai-nilainya A semua (straight A’s). Jadi GPA sudah bukan “determinant” lagi di sini…

    Yang mas Adhi sebutkan semua tadi (juara ini itu, sudah publish di ini itu) belum menjamin seseorang masuk Ivy League, paling hanya bisa masuk “tiruannya Ivy League” macam Carnegie-Mellon U..

    Gini deh, sepanjang sejarah orang Indonesia yang berhasil masuk Ivy League adalah : Harimurti Kridalaksana (wartawan Tempo) dan Widyatmoko Sumarlin (orang BPPT), keduanya masuk Kennedy School of Government, Harvard; A.A. Makagiansar (Depdiknas) dan Arif Budiman (mantan aktivis 66), Harvard; lalu Ricardus Eko Indrajit (juara EL ITS, beasiswa Pertamina)..juga di Harvard..

    Yale, Princeton, Columbia, Dartmouth, Williams & Mary : setahu saya belum ada orang Indonesia yang nembus ke universitas-universitas ini..

    Brown : Imam B. Prasodjo (dosen UI)…

    Cornell : Umar Kayam (sastrawan top Angkatan 66), Budi …. (lupa lastname, orang BPPT), dan dr. …….(isteri teman saya di BPPT)..

    Jadi dari sejarah masa lalu di Ivy League, yang “bisa” ditembus hanyalah Harvard, Brown, dan Cornell

    Banyak dosen ITB yang masuk ke Graduate School “setara” universitas Ivy League macam Prof. Sudjana Sapiie (Stanford) dan Prof. Said D. Jenie (MIT)…keduanya ngambil Aeronautics…(? pls confirm)..

    Jadi intinya memang harus realistic…

    Tapi the world doesn’t work 100% in a realistic way…kadang-kadang ada “something” yang dilihat oleh Director of Admission di Ivy League school tadi..dan bisa diterima..

    Tapi itu sudah termasuk “Against All Odds” lho !

    Reply

    • alhakiki
      Nov 18, 2015 @ 23:30:05

      Sudah banyak orang Indo yang kuliah di Yale, Princeton, Columbia, Dartmouth, Williams & Mary. dan Universitas Ivy League lainnya. Sudah 7 tahun sejak post ini dbuat. Banyak alumni yang lulus baik MS atau PhD dari Indonesia.

      Reply

  5. Agung
    May 11, 2008 @ 12:12:34

    bukan si Dewi itu yg saya maksud Pak.
    namanya Veronika,dia seangkatan ama saya.
    dia emank jago nyanyi n maen biola gt sih.
    dia msk IF Binus krn “paksaan” ortunya.
    hehehehehehehehehe…!!!

    tapi Bapak mah msh nyambung lah dikit2.
    nanti saya dr matematika n comp science malah ambil menejemen industri.
    heheehehehehehehehehehehe….!!!!
    tapi saya mah ga mao mimpi kejauhan ke univ plg top USA ato UK yg notabene plg top jg sedunia.
    ckp plg top di Belgia saja.
    heheheheheheheheehehhee…!!
    hidup KU Leuven….!!!
    hahahahahaha…!!

    Reply

  6. Agung
    May 11, 2008 @ 12:14:23

    bukan si Dewi itu yg saya maksud Pak.
    namanya Veronika,dia seangkatan ama saya.
    dia emank jago nyanyi n maen biola gt sih.
    dia msk IF Binus krn “paksaan” ortunya.
    hehehehehehehehehe…!!!

    tapi Bapak mah msh nyambung lah dikit2.
    nanti saya dr matematika n comp science malah ambil menejemen industri.
    heheehehehehehehehehehehe….!!!!
    tapi saya mah ga mao mimpi kejauhan ke univ plg top USA ato UK yg notabene plg top jg sedunia.
    ckp plg top di Belgia saja.
    heheheheheheheheehehhee…!!
    hidup KU Leuven…!!!
    hahahahahaha…!!

    Reply

  7. Adhiguna
    May 11, 2008 @ 18:02:16

    Bener pak Tri,
    temen saya yang saya bilang genius dan nyentrik abis. Bacaannya sehari-hari graduate text of Mathematics. Pernah ikut ACM Collegiate Contest dan masuk peringkat atas,
    Juara 1 kompetisi math se-Shanghai, lulusan terbaik Fudan University(salah satu univ terbaik di RRC) . GRE general 1500, GRE Subject 99 persentil.

    Di program saya termasuk the bestnya (bukan the best sih karena di program saya banyak anak Jenius lainnya).

    Dia coba masuk Berkeley, gagal.
    Columbia, gagal.
    UT-Austin, gagal.
    John-Hopkins,gagal.

    So saya bingung, apa sih yang dicari univ2 Ivy League itu????

    Reply

  8. tridjoko
    May 11, 2008 @ 18:06:54

    –> Agung :

    Ya deh pergi ke Belgia sono….tapi awas ya, belajar Industrial Management yang baik ya, jangan memperdalam agama Katholik seolah mau menjadi Pastur…

    (Ingat cerita saya sebelumnya di posting saya beberapa bulan yang lalu tentang orang IPB yang sangat pandai dan belajar ke Belgia tapi tidak memperoleh gelar Ph.D karena konon kabarnya di Belgia malah memperdalam agama Katolik instead…very sad story..)

    Reply

  9. tridjoko
    May 11, 2008 @ 18:15:31

    –> Adhiguna :

    Lha justru di situ letaknya Mas, teman anda yang Jenius itu justru di atas kertas (credentials-nya) sama dengan pelamar-pelamar lainnya di universitas yang dituju tadi, jadi dia nggak punya “determinant factor” atau “keyword” atau “something unique” yang ingin didengar oleh para Directors of Admission di universitas- universitas tadi…

    BTW, universitas-universitas yang mas Adhi sebutin tadi adalah “Best 5” di Amerika, makanya teman anda itu nggak bisa masuk. Coba kalau dia nglamar di “Best 6-10″ mungkin masih bisa masuk…

    Ibaratnya ada anak pandai dari SMA 8 Jakarta yang merupakan SMA unggulan DKI/Nasional, tapi dia terlalu percaya diri dan milih Pilihan 1 IF ITB, dan Pilihan 2 IF UI. Maka mungkin dia akan gagal karena IF ITB passing grade-nya 62 dan IF UI 59. Halnya akan lain kalau misalnya ia mau masuk MS ITB (Mesin) yang passing grade-nya mungkin 55…

    Nah, dengan logika seperti di atas sebenarnya masih ada ” a slim chance” bahwa anak muda mahasiswa saya itu akan bisa “nembus” ke Stanford. Kalau Yale, saya memang punya keraguan yang sangat besar, maklum itu universitasnya para Presiden Amerika yang terakhir (George Bush Sr, Bill Clinton, George Walker Bush)…

    Reply

  10. Adhiguna
    May 11, 2008 @ 19:19:59

    Iya pak, dulu zaman UMPTN saya pingin pilihan pertama IF ITB dan pilihan kedua Ilkom UI, tapi kok ya kok terlalu pede ya (meskipun saya NEMnya salah satu yang tertinggi di JAKARTA dan simulasi UMPTN nasional selalu 5 besar).

    Akhirnya pilihan pertama Ilkom UI dan pilihan kedua TF ITB.

    Oh ya berhubungan dengan Univ di US. Saya ditolak oleh Univ peringkat 10-20 di US, tapi dapet tawaran scholarship dari Univ2 di Eropa, Jepang, Korea.

    Emang US negara gila. I will SUPPORT and HELP European Union as much as I can in Science and Technology to beat that country!!

    Long Live EUROPEAN UNION!!!!!!!

    Reply

  11. Agung
    May 11, 2008 @ 21:40:43

    iyah Pak.
    saya sll ingat cerita itu.
    hehehehehehehe…!!
    belajar agamanya mah pas ud nikah ama bule di sono donk..!!
    kan klo ud nikah,bljr agamanya ga ampe kyk mao jd pastor.
    hehehehehehhehehe..!!

    kalo mao kuliah di Ivy League aj susah,apa lg jd dosennya yah Pak?!?!?!
    hahahahahahhahahahahha….!!!
    tp Om dan Tante saya jd dosen di UT-Austin.
    so,saya kalo mao msk sana sih hrsnya lbh mudah.
    hehehehehehhehehehe…!!

    Reply

  12. Tri Djoko
    May 11, 2008 @ 22:17:31

    –> Adhiguna :

    Mas Adhi, yeah..I am sure European Union can beat the US….technologically….

    But in money term, Euro is much more stronger than Dollar, which means…Euro products are much more expensive than US products…

    So ?

    Tanyalah pada rumput yang bergoyang….;-)

    Anda beruntung masuk Ilkom UI instead, kalau masuk IF ITB….mungkin lulusnya lebih lama…dan godaan di Bandung buat pria metrosexual kayak anda terlalu besar…

    Ha..ha..ha..

    Reply

  13. Tri Djoko
    May 11, 2008 @ 22:22:45

    –> Agung :

    Dosen-dosen Ivy League sudah pasti yang terbaik dong…dan biasanya penulis buku yang sangat amat terkenal.

    Anda ingat buku “Algorithms and Data Structures” yang penulisnya Aho, Hopcroft, Ullman ? Ketiganya adalah murid-muridnya “mbahnya Ilmu Komputer” yaitu Donald Knuth yang ngajar di Stanford. Aho kalau nggak salah dosen Stanford, Hopcroft di Princeton, dan Ullman di Cornell…

    Jadi ketiganya dosen universitas papan atas : Stanford secara konsisten menjadi universitas No.1 atau No.2 di semua jurusannya !!! Dan Princeton serta Cornell adalah Ivy League…

    Gpp sekolah di Belgia, pasti kehidupan anda di sana amat sangat aman tenteram dibandingkan di universitas Ivy League yang kompetisinya gila-gilaan dan seminggu harus baca 20 textbooks…

    Reply

  14. Agung
    May 11, 2008 @ 22:30:23

    wah,kyknya saya hrs punya bukunya tuh.
    hehehehehehehe…!!!
    dosen S1nya aj pasti minimal Ph.D yg ud nulis min 5buku yah Pak?!?!
    apa lg dosen S2 n S3.
    pasti ud Prof. trus botak ubun2nya,pake kacamata,pake rompi woll,dan kalo ngomong gak jls.
    hahahahahhahahahahahahha…!!!
    20textbook seminggu??
    aduh2…!!
    gmn bisa menikmati hidup???
    berarti pilihan saya tepat kuliah di Belgia,
    bisa belajar dan menikmati hidup.
    hehehehehehehhee…!!
    tenang Pak,belajar tetep nomor 1.
    hehehehehehehhe…!!

    Reply

  15. tridjoko
    May 11, 2008 @ 22:34:27

    –> Agung :

    Buku “Algorithms and Data Structures” karangan Aho, Hopcroft, Ullman itu mah buku textbook di mata kuliah Struktur Data…

    Lupa ya ?

    Dosen S1 (undergraduate program) di Ivy League so pasti Ph.D gelarnya, dan so pasti alumni Stanford, CMU, Caltech, Purdue atau Illinois, atau dari Ivy League itu sendiri…

    Alumni universitas lain, pasti cuman jadi “penggembira” kalau mau melamar sebagai dosen ke Ivy League sih…

    Reply

  16. Agung
    May 11, 2008 @ 22:50:20

    dulu struktur data disuruh pakenya fundamental of data structure.
    kyknya bukan buku algo n dat struc itu.
    nanti cari di GALILEO ahhhhhh…!!
    hahahahahahahaha…!!

    kyknya org Indo blom ada yg jd dosen di Ivy League yah Pak??
    kan yg lulus dr Ivy League aj br dikit.
    wah,gile bener.
    mereka2 pasti bnr2 dedikasikan hidupny pd pendidikan.
    pendidikan yg bnr2 luar biasa advance tentunya.

    Bapak ga punya mimpi ato minimal ngbayangin ngajar di univ2 kyk gt Pak??
    hehehehehehehehehehehe…!!

    Reply

  17. Tri Djoko
    May 12, 2008 @ 00:28:37

    –> Agung :

    Ada, dosen Indonesia yang dulu ngajar di Ivy League yaitu….Arif Budiman !!

    Dia dulu Ph.D student dari Harvard lalu nulis disertasi nggak selesai-selesai (baca : oleh pemerintah Orde Baru disuruh sekolah terus kalau perlu gak pulang-pulang). Lalu dia ngajar sambilan di Princeton…

    Yang diajar tentu saja : Bahasa Indonesia !!!!!

    Ha..ha..ha..

    Keeeeeeennnnaaaa deh !!!

    (Saya baca dari buku harian Arif Budiman waktu sekolah di AS, buku harian yang ukuran saku itu menarik sekali, saya dulu belinya di Gramed Matraman…)…

    Saya ?

    Ngebayangin ngajar di Ivy League ?

    Ampun deh, di Binus aja hampir nggak kepegang !!!

    Tapi, pengin sih…(in my wildest dream)….

    Reply

  18. Agung
    May 12, 2008 @ 08:25:41

    wah,pemerintah Orde Baru keterlaluan.
    mungkin Pak Arif sndiri pengen “menikmati hidup”.
    hehehehehehehehehehhee…!!!
    ngajar bahasa indonesia??
    tapi saya yakin cuma dikit mahasiswa yg bljr bhs indo di Princeton.
    ato malah byk?!

    yah,punya cita2 stinggi langit mah gpp Pak.
    hahahahhahahahhaa…!!
    mungkin ga yah,stlh lulus Master dr Belgia,saya terusin Ph.D di Stanford,
    trus jd dosen di Ivy League..?!??!?!?!?!?!
    itu jg cuma “mimpi liar” saya aj Pak.
    hahahahahahahahhahaha…!!!

    Reply

  19. Adhiguna
    May 12, 2008 @ 14:06:28

    Iya pak Tri, di ITB yakiiin banget saya pasti kerjaannya main2 terus bareng mojang Bandung.. di Depok aja berat godaannya apalagi di Bandung:)

    Ya memang produk2 Eropa lebih mahal, tapi untuk qualitynya boleh diadu deh,menurut saya ini karena Eropa belum sepenuhnya mengikuti strategy OUTSOURCE Amerika. Akan menyusul kok pak, dont worry 🙂 Apalagi kalau Eropa dengan kebijakan Blue Cardnya udah jalan…Eropa masih terlalu tertutup dengan tenaga kerja ahli asing. Tidak seperti Amerika (sebelum 9/11).

    Trus di Amerika itu ENTREPRENEURSHIP di -encourage banget, sementara di Eropa justru peraturan-peraturannya mempersulit para entrepreneur potensial, jadinya anak muda disini hanya dididik untuk jadi pegawai aja. Itu yang menurut saya menyebabkan Ekonomi Eropa masih di belakang US.

    Reply

  20. tridjoko
    May 12, 2008 @ 20:23:12

    –> Agung :

    Tepatnya Arif Budiman dulu terlibat di “The Indonesian Project” di Princeton dengan chairman salah satu professor yang sangat terkenal namanya. Tentu tugas utama Bang Arif bukan mengajar Bahasa Indonesia, mungkin tugas lain (tidak diceritakan di buku saku itu). Yang diceritakan hanya mengajar bahasa Indonesia saja. Siapa yang belajar bahasa Indonesia di Princeton ? Para calon Ph.D yang nantinya meneliti tentang Indonesia, mereka kan akan datang ke Indonesia barang 3-6 bulan jadi perlu di-briefing tentang Sejarah Indonesia, Adat Istiadat Indonesia, dan tentu saja Bahasa Indonesia…

    Setelah itu kalau nggak salah Arif Budiman ngajar Bahasa Indonesia di UCLA. Lagi-lagi yang belajar Bahasa Indonesia di UCLA adalah para Ph.D student yang mau nulis disertasi tentang Indonesia. Katanya di UCLA ini ia “make a lot of money”…sampai-sampai nulis disertasinya di Harvard terbengkalai…

    “Gantungkan cita-citamu setinggi bintang di langit”, kata Presiden Soekarno dulu…

    “Cita-cita harus realistis, itu lebih baik”, kata mas Adhiguna di Paris…

    Hahahaha…

    Reply

  21. tridjoko
    May 12, 2008 @ 20:32:54

    –> Adhiguna :

    Mas Adhi, ya kan anda pasti nggak tahan sekolah di Bandung yang lebih banyak godaannya dibandingkan di Depok…

    Saya dulu bersyukur tidak diterima di ITB. Pertama, ITB sekolahnya lama. Kedua, biaya sekolah dan biaya hidupnya lebih mahal padahal orang tua saya pegawai negeri yang membiayai ketiga anaknya sekolah di universitas. Ketiga, godaannya itu lho mas yang nggak tahan…

    Akhirnya saya masuk IPB dan 4 tahun persis lulus, dapat beasiswa, dan nggak sempat ngapa-ngapain (baca : pacaran) karena memang Bogor kalau siang hujan deras selalu setiap harinya. Mau pacaran di bawah payung ? Wah..kayak lagunya Koes Plus dong ! Faktor lain, di IPB program 4 tahun itu kayak dikejar setan, assignment banyak banget hampir nggak sempat “hidup normal”..

    Insentif pajak bagi enterpreneur di US memang paling baik se dunia. Selain itu, Filantropi berkembang pesat karena daripada uang sebanyak USD x juta buat bayar pajak, mendingan disumbangkan ke Stanford untuk membangun gedung dengan nama penyumbangnya tertera di sana (namanya skema “tax deductible”)…

    Dan menurut laporan “World Competitiveness Report” US masih negara No.1 untuk investasi di dunia. Eropa mungkin yang cukup “sexy” untuk investasi tinggal Irlandia…

    Untuk melihat persaingan dagang Eropa-Amerika, lihat aja penjualan Airbus vs Boeing atau penjualan Otomotif, pasti terlihat jelas siapa yang unggul baik teknologi maupun pasar…

    Reply

  22. Fauziah
    May 13, 2008 @ 21:08:46

    Assalamualaikum..

    Saya baru sekali ini buka web anda dan sangat terkejut membaca komentar2 tsb. Alhamdulillah saya baru saja diterima Master’s degree di Yale dan bahkan saya mendapat tawaran beasiswa dan assistanship dari Yale Univ. Saya rasa bukan tidak mungkin menuntut ilmu disana, pada kenyataannya saya bisa membuktikan hal tsb.

    Padahal saya blm punya pengalaman kerja apa-apa krn baru saja lulus S1 dari UGM, dengan nilai GRE rendah dan IPK juga tidak terlalu tinggi. Saya harap lebih banyak lagi org Indonesia yg bisa menembus univ2 top dunia ke depan. Dan setahu saya, banyak juga kok org Indonesia yang kuliah di Yale, dari S1 sampai postgraduate. So, dont give up!

    Reply

    • galunggung1981
      Jul 22, 2015 @ 13:10:50

      He..he…kena deh..good job fauziah, angkat 2 jempol buat anda.
      Fauziah bs minta emailnya utk korepondensi, krn sy jg pingin kuliah ke US..

      Reply

    • Rofiatun
      Jan 27, 2017 @ 09:06:44

      Halo fauziah. Aku adik tingkatmu di ugm yg tahun ini insya Allah lulus dan ada sedikit keinginan buat lanjut sekolah. Bisakah saya minta emailnya buat bertanya tanya?? 🙂

      Reply

  23. Agung
    May 13, 2008 @ 21:49:37

    yah,tentu hrs realistis.
    kalo saya lihat,rencana kyk gt (Binus-Leuven-Stanford,lalu jd dosen Ivy League) lumayan realistis.
    mksdnya,msh mungkin terjadi.
    kyk Fiorentina juara skudeto tahun depan.
    msh mungkin kan??
    soalnya kan naeknya pelan2,
    dr Binus ke Leuven pasti bs lah,
    dr Leuven ke Stanford jg msh bs.
    hehehehehehehhehee…!!
    nah,beda kalo dari S1 Binus lgs ke S2 Stanford.
    ato lulusan Ph.D Belgia jd dosen Ivy League.
    itu kyk Catania skudeto thn depan.
    mungkin kah??

    yah,bukan Agung,kalo saya memporsir diri saya cuma buat cita2 jd dosen Ivy League.
    kita perlu menikmati hidup.
    dan berguna buat org2 yg kita sayang.
    bikin seneng org yg kita sayang.
    buat apa jd dosen Ivy League,tp kalo org yg kita sayang butuh kita di sampingnya dan kita ga ada??
    hehehheehhehehee…!!
    (*jd ngelindur*)

    Pak,di kelas kita ada 1 anak yg ud keterima di MIT,tp ga diterusin lho ama dia.
    mantab kan Binus??
    hahahahahahahhaa…!!

    Reply

  24. tridjoko
    May 14, 2008 @ 00:25:43

    –> Agung :

    Wah…anda sudah belajar kan tentang Teori Probabilita ? Probabilita alias “odd” memang ada…

    Odd anda masuk Leuven 0.80, odd anda lulus dari Leuven bisa keterima Ph.D di Stanford 0.40, probabilita anda lulus Ph.D dari Stanford 0.20, probabilita anda jadi Assistant Professor di Stanford 0.05…

    Jadi odd keseluruhan : 0.8 x 0.40 x 0.20 x 0.05 menjadi 0.000000000005 kan he..he..he…

    Just kidding !

    Reply

  25. tridjoko
    May 14, 2008 @ 00:31:51

    –> mbak Fauziah : Alaikumsallam mbak…

    No kidding mbak ? Anda diterima di Yale ? Lulusan UGM dengan IPK biasa saja dan GRE biasa saja ??

    Wah..kalau mbak ini anak saya, pasti saya sudah ngadain selamatan 7 hari 7 malam saking bangganya !!!

    Lain kali coba deh mbak cerita “di sini” mbak dari jurusan apa, dan ngambil di Yale-nya jurusan apa, dan apa mbak punya credentials yang sangat mantap misalnya membantu korban Tsunami di Aceh sehingga “dewa-dewa” (Admission Committee) di Yale sana begitu yakinnya mbak cocok untuk sekolah di universitas Ivy League ?

    Soalnya mahasiswa-mahasiswa saya pada ngiler mbak….baru ndenger Ivy League aja sudah ngiler….apalagi masuk beneran, air liurnya tumpah ngkali…

    Sekali lagi, selamat ya mbak. Dan jangan lupa cerita di blog ini kapan-kapan kalau ada waktu…

    Bagaimana kehidupan di New Haven, Connecticut mbak ? Damai dan sejahtera ?

    Hahahaha…

    Reply

  26. Agung
    May 14, 2008 @ 15:50:06

    ga sekecil itu lah Pak.
    kan odd saya msk Leuven 0,98.
    dr Leuven ke Stanford 0.50 lah.
    dan jadi assisten profesor 0.10.
    hahahahahahahahahahhaha…!!!
    tapi saya jg belom yakin mao terusin ampe Ph.D ato ga nti.

    Pak,saya tertarik ama salah satu sertifikasi yg ditawarkan Prasetya Mulya Business School nih.
    International Certification in Purchasing and Supply Chain Management (ICPSCM).
    panjang juga yah Pak namanya.
    hahahahahahahahahahaha…!!!

    Reply

  27. tridjoko
    May 14, 2008 @ 17:18:07

    –> Agung :

    Wah…saya sudah puluhan kali mengatakan bahwa sertifikat ini penting, sertifikat itu penting, tapi kayaknya ada selalu dan selalu mencari sertifikat yang tidak saya sarankan…

    Coba cek lagi di Google, masukkan nama sertifikasi tertentu, dan catat berapa jumlah website yang membahas tentang sertifikat itu. Ranking 10 sertifikat terbanyak yang dibahas di Google itu seperti apa ?

    Kalau CISA ada 1,000,000 posting yang membahas, lalu ICPSCM itu cuman 5 posting yang membahas, maka you know darn sure which sertificate is worth to have…

    Hehehehe…mengenai sertifikasi tanya saya, jangan tanya pada buah srikaya yang belum matang !!!

    Reply

  28. Agung
    May 14, 2008 @ 18:57:53

    makanya,tiap kali ada sertifikat yg baru saya tau,saya lgs tanya Bapak.
    hehehehehehehehhe…!!
    saya cm percaya ama Bapak soal ini.
    hehehehehehehhehe…!!

    Reply

  29. Tri Djoko
    May 14, 2008 @ 20:38:28

    –> Agung : sertifikat-sertifikat “bagus” yang saya sebut hampir semuanya ditawarkan “Preparation Course”-nya di Binus JWC..

    Yang ditawarkan sama “universitas sebelah” tidak sebagus yang ditawarkan Binus JWC..

    Itu saja…

    Reply

  30. Agung
    May 15, 2008 @ 20:55:55

    baiklah.
    saya akan cek situsnya JWC.
    hehehehehhe..!!

    Reply

  31. papabonbon
    May 22, 2008 @ 09:25:40

    rachmat kaimudin, Tn angkatan 5, dia gagal umptn di itb, malah keterima teknik elektri MIT, selanjutnya kerja di boston consulting group. sekarang lagi ambil mba di stanford.

    Reply

  32. tridjoko
    May 22, 2008 @ 16:49:32

    –> Papabonbon :

    Trims informasinya Bung ! Wah..kalau mahasiswa saya yang alumni Tarnus 13 (?) itu jadi ke Stanford, tentu bakalan ketemu sama Kang Rachmat Kaimudin, kalau ybs belum keburu selesai MBA-nya di Stanford…

    Tapi jangan disimpulkan ITB “lebih bermutu” dari MIT ya…soalnya itu berbahaaayyaaaaa….

    hahahahaha….

    Reply

  33. Yalie
    Jun 18, 2008 @ 15:42:13

    Rekan-rekan,

    Ada info sedikit :
    Saya pikir relatif banyak sekarang anak-anak dari Asia yang bersekolah di Ivy League University di US. Ada yang dengan biaya sendiri tapi banyak pula yang mendapat fasilitas beasiswa.
    Yang saya tahu dari Indonesia paling tidak ada beberapa orang yang telah selesai sekolah di Yale.
    – 4 undergraduate (dari Jakarta dan Semarang), 1 orang Indonesia kelahiran New York
    – 2 orang staff Kementrian LH di SFES, Yale University
    – 1 orang ahli lighting, school of drama, Yale
    – 2 orang bekerja di issue mengenai lingkungan, dulu di SFES Yale
    – 1 pegawai BI, IDE, Yale
    – 1 asistennya jubir kepresidenan, IDE, Yale
    – satu orang rekan saya bahkan jadi staff pengajar di Yale (bahasa)
    Semoga bermanfaat.

    Reply

  34. tridjoko
    Jun 18, 2008 @ 17:09:36

    –> Yalie :

    Mas Yalie, terima kasih infonya tentang mahasiswa Indonesia di Yale…

    Wah…ternyata orang Indonesia pinter-pinter juga ya ?

    Reply

  35. Steven
    Jun 19, 2008 @ 01:55:39

    Pak katanya menurut berita terakhir kuliah di Stanford gratis kalo penghasilan keluarganya di bawah $100.000 per tahun..
    Terus klo penghasilan keluarganya di bawah $60.000 per thn maka biaya asramanya juga gratis

    ini ad infonya: http://www.sfgate.com/cgi-bin/articl…5LHM.DTL&tsp=1

    Reply

  36. tridjoko
    Jun 19, 2008 @ 04:53:29

    –> Steven :

    Wah..itu berita menarik..

    Tapi apa ya semenarik itu ?

    Mungkin itu berlaku untuk mahasiswa super pinter dari negara super miskin yang barusan kena bencana alam : gunung meletus, tsunami, dan sebagainya…baru saya bisa percaya..

    Ingat, orang bule itu punya motto “there is no free lunch”…dan itu pasti berlaku untuk Stanford juga..

    Tapi coba aja. Who knows ?

    Reply

  37. wongjerang
    Jul 20, 2008 @ 13:29:15

    teman SMA saya PhD Economics di Princeton (undergrad di Brown) At least ada satu orang indonesia lagi yang PhD Econ di Princeton

    Columbia lebih banyak lagi sih as far as I know. satu teman SMA saya undergrad di Columbia. 2 teman kuliah saya grad school di Columbia.

    Ini baru yang saya kenal langsung. Yang saya nggak kenal ya lebih banyak lagi.

    Harvard juga lebih banyak dari yang anda sebut di atas.

    Memang jumlahnya nggak sebanyak mahasiswa dari Singapur atau Malaysia. Intinya, masuk ivy league (and any top schools for that matter) memang harus academically solid in general. but beyond that you also need to know how to play the admission game.

    ps: Williams & Mary bukan Ivy League. Still Yohannes Surya dari sana.

    Yale, Princeton, Columbia, Dartmouth, Williams & Mary : setahu saya belum ada orang Indonesia yang nembus ke universitas-universitas ini..

    Reply

  38. Liem
    Sep 15, 2008 @ 22:15:55

    Salam kenal Pak,

    Saya pikir terlalu berlebihan untuk merendahkan kemampuan orang Indonesia untuk bisa masuk ke Ivy League. Ada sejumlah
    anak muda yang tercatat sedang menempuh pendidikan di universitas ternama tersebut, khususnya di Yale. Hanya saja mungkin mereka tidak terlalu terkenal, tidak seterkenal orang2 jadul yang Anda jadikan contoh….Dulu saya pernah cek di website-nya Yale, disana ada daftar nationality mahasiswa Yale dan Indonesia termasuk di dalamnya. Di Columbia ada Roby yang menempuh PhD Sosiologi. Selain itu juga ada yang menempuh studi MBA.

    Adapun persyaratan untuk masuk ke sana tidak harus pernah memandikan jenazah tsunami dan lain sebagainya. Yang menjadi pertimbangan utama adalah personal statement (dan proposal penelitian untuk program studi berbasis riset). Hal ini yang menjadi kendala bagi orang Indonesia karena kita tidak terlalu terbiasa menuangkan pemikiran kita ke dalam bentuk tulisan.

    Reply

    • Mimi
      Jan 09, 2013 @ 23:35:57

      Cinta Laura diterima di Columbia, juga Maudy Ayunda. Naaah Ivy League tuh

      Mimi,
      Betul….saya tahunya Cinta Laura anaknya smart dan serius…
      Gak tahu ya kalau Maudy Ayunda…

      Reply

  39. tridjoko
    Sep 19, 2008 @ 08:01:43

    –> Wongjerang :

    Trims infonya tentang universitas-universitas Ivy League dan orang-orang Indonesia yang berhasil menembus ke sana…

    Anda benar, kalau anda tahu seluk-beluk “admission game” maka chances are…anda bisa masuk ke universitas manapun, including Ivy League…..(tapi perlu consultant yang super canggih dan biaya super mahal, tentunya)…

    Menurut mbak Fauziah yang komentar di atas, sudah ada beberapa orang Indonesia yang berhasil masuk ke Yale….

    Reply

  40. tridjoko
    Sep 19, 2008 @ 08:06:40

    –> Liem :

    Salam kenal juga…. 😉

    Trims atas komentarnya tentang universitas- universitas Ivy League dan mahasiswa Indonesia yang berhasil nembus ke sana..

    Benar yang anda katakan, “statement of purpose” amat sangat penting…..tapi itu bagian dari “admission game” yang diutarakan oleh Saudara Wongjerang sebelumnya…

    Saya tidak merendahkan kemampuan orang Indonesia untuk nembus Ivy League lho ! Kenyataannya kemampuan mahasiswa kita untuk nembus Ivy League memang rendah, tidak hanya dalam hal IQ, biaya, dsb…tapi juga banyak hal yang lain. Maksud saya secara kuantitatif mahasiswa Indonesia di Ivy League masih kalah jumlah dari mahasiswa Singapore dan Malaysia…

    Padahal Indonesia kan negara buesaaaar, dibandingkan dengan negara Singapore atau Malaysia…

    Reply

  41. Fauziah
    Nov 17, 2008 @ 23:09:43

    Yup seru banget pembicaraannya. Wah maklum yg skrg kuliah di Yale emang belum jd org terkenal kali ya hehehe
    Setau saya ada beberapa org Indo di Yale yg saya kenal. Sering juga ketemu dlm acara2 Yale Indonesia Forum. Ada 2 org Indo yg satu fakultas dgn saya masuk Yale krn sudah deket sm professornya dr 25 thn yg lalu, jd dpt rekomendasi kuat. Waktu itu mrk sama2 penelitian di Kalimantan, jd ya salah satu cara dgn punya koneksi.

    Kalau saya waktu daftar sy kuatkan di statement of purpose. Dan belum pernah tuh saya ke Aceh hehehe. Yang penting IPK baik, track record bagus, english bagus, dan pinter2 bikin statement n nyari rekomendasi, yakin aja bakal bs masuk. We’ll never know till we try 🙂

    Reply

  42. tridjoko
    Nov 18, 2008 @ 08:35:21

    –> Mbak Fauziah :

    Salah satu mahasiswa saya sekarang ini sedang dalam proses apply ke Yale dan Columbia (Ivy League), serta Purdue dan Illinois (Big Ten). Saya baca Statement of Purpose-nya, tapi belum terlalu terkesan. Rekomendasi dari dosen biasa saja (yaitu : saya), dan mahasiswa saya itu akan lulus dari universitas biasa saja (yaitu : Binus). Tapi English dan GRE-nya lumayan mantep. Let’s cross our fingers…dan semoga si anak itu bakal jadi teman sekampus mbak Fauziah nanti …. 😉

    Reply

  43. mulky
    May 13, 2009 @ 13:08:26

    i ll say it : MIT aku datang..!!
    i belief in law of attraction

    Reply

  44. rumahagung
    May 13, 2009 @ 17:09:01

    gmn tuh Pak nasib calon mahasiswa stanford / yale??

    Reply

  45. Agung
    Oct 18, 2009 @ 19:43:11

    Pak,jd gimana tuh nasibnya si Nathanael Gracia?!
    jadinya masuk stanford ato yale Pak?!
    kok perasaan belom lama saya liat dia di kampus yah?! kyknya kan dia ud lama bgt yg wkt itu minta kita2 bantu soal penelitiannya..
    hehehehehhehehhee..!!

    Agung,
    Hehehehe….:-)

    Reply

  46. Agung
    Oct 19, 2009 @ 13:49:59

    lah?! kok cuma ketawa Pak?! hahahahahaha..!!
    jadinya masuk Yale ato Stanford Pak?!
    klo ampe masuk salah satunya kan,saya jadi lbh termotivasi Pak..
    hehehehehhehe..!!

    Agung,
    Hihihihi…masak ketawa kok dilarang Gung ?

    Reply

  47. Agung
    Oct 19, 2009 @ 16:04:42

    bukannya melarang Pak..
    hahahahahhahahaha..!! klo ditanya tapi jawabannya cuma ketawa kan malah aneh Pak..
    hahahahhahahaha.,,!

    Reply

  48. Paskal
    Feb 12, 2010 @ 00:59:16

    Halo, saya paskal dari Aeronautics & Astronautics itb. Hehe, baru liat nh post pak.

    Sebelumnya mau tnya pak, yang termasuk ivy league itu apa saja pak ?

    Sekedar share, di MIT mahasiswa kita bnyak juga kok pak. Bnyak dari mereka undergrad dari Univ di US & ada juga yang undergrad di MIT langsung dari SMA di Indonesia. Tapi memang mereka mahasiswa super, absolute winner olimpiade fisika, Best solution @ olympiad theoretical physics test dll.
    Saya banyak berkenala dari facebook & mereka sangat ramah pak dalam menjawab pertanyaan2 saya seputar apply disana.

    Kalau di itb sendiri, yang pernah masuk univ top itu ya Said Djeni (disebut diatas, MIT), Harijono Djojodihardjo (MIT), Wiranto Arismunandar (Stanford), Samaun Samadikun (Stanford), Wono Setya Budhi (Illinois Urb-Cham), Indra Djati Sidi (Illinois Urb-Cham) & Lavi Rizki Zuhal (Caltech). Sudjana Sapiee mengajar di Elektro bagian Power

    Pak said & samaun telah wafat. Pak Harijono & Wiranto sudah pensiun. Sangat sayangkan, Pak Said & Harijono merupakan dosen utama Aerospace ITB. Tapi tidak apa2, sekarang Mr.Lavi Zuhal telah menggantikannya.

    Memang dari Mr.Lavi, saya bs lihat sendiri bagaimana lulusan sebuah Univ sekelas Caltech, Begitu faham akan konsep & sangat kuat dalam berargumen scientific. Dari Facebook saya juga mengenal bbrp mahasiswa Indonesia disana. Di Caltech sangat sedikit, kurang dari 10 orang. Saya kurang tahu dari Yale, Harvard atau Stanford.

    Ttg grad dari Indonesia masuk ke univ top, telah dibuktikan oleh kakak kelas saya. Dia ke Caltech dengan prestasi :
    1. Fullbright
    2. IPK 3.8
    3. Best Student, Faculty of Industrial Tech ITB
    dan tidak lupa koneksi dari Mr.Lavi.

    Ya dari daftar ini, tentus saja bs dilihat kalau syarat2 itu sangat sulit. Mr.Lavi pernah bercerita kalau memang Caltech lebih mensyaratkan IPK. MIT ke riset. Tapi Harvard gabungan social & bidang kita. Itu gambarannya. Paling kelihatan itu Harvard, konon tanpa IPK yang terlalu bagus, tapi mereka bs melihat sebuah potensi (Calon politikus misalkan), mereka sangan mudah untuk menerima student.

    Kesimpulannya :Tiap Univ pny cara berbeda mengambil resource

    REGARDS

    Paskal,
    Tidak ada yang bisa saya katakan selain mengiyakan apa yang anda telah sampaikan. Pak Harijono Djojodihardjo dan Pak Said Jenie (keduanya alm) saya pernah kenal dekat, karena saya bekerja di BPPT.

    Terus terang, saya pribadi tidak akan sanggup sekolah di Caltech yang konon sangat sangat kompetitif. Pernah sekolah di Indiana saja, sudah kita usaha mati-matian paling-paling dapat nilai B+.

    Tapi gak tau ya kalau yang muda-muda seperti Mas Pascal ini kalau nantinya sekolah di Amerika tentunya sukses juga, maklum masih darah muda.

    Tapi pertama yang anda harus lakukan adalah, mengetuk pintu universitas Amerika yang anda tuju…itu saja.

    Good luck..

    Reply

    • Pangloss
      Dec 06, 2013 @ 09:08:17

      Ada berapa frekuensi dan distribusi beliau beliau (yang anda sebutkan dari MIT, CALTECH, Ivy League ,UIUC )menerbitkan makalah ilmiah nya di Jurnal Tier 1 didunia , seperti : IEEE Transaction, Nature, Science ,Annual Rev of Math. Kemudian bila ada paper yang dipublish berapa h-index, jumlah citation,impact factor yang berhasil mereka ciptakan . Mereka berperan sebagai penulis pertamakah, atau penulis terakhir ., lalu kaitkan dengan usia penulis dan lama nya berkarir di dunia akademik

      Mas Pang,
      Noted..

      Reply

  49. El Bram
    Jun 02, 2010 @ 16:18:14

    Halo saudara-saudara, salam kenal. Saya hanya mau mengingatkan bahwa Subagio Sastrowardoyo (sastrawan Indonesia) juga pernah memperdalam pengetahuannya di Department of Comparative Literature Studies, Yale.

    Reply

  50. meilina
    Oct 16, 2011 @ 15:25:46

    Selamat siang Bpk Tridjoko,

    Komen saya untuk blog anda: very inspiring!! Realita dan nggak muluk-muluk.. memang betul kita harus bercita-cita dan berambisi untuk mendapatkan yang terbaik dan tentunya di iringi dengan doa, usaha & kemauan yang luar bisa.
    Tetapi tetap harus realistis dengan menyertakan 2nd atau 3rd opinion dalam memilih universitas yang di cita-citakan.

    Masa saya mungkin sudah lewat dalam memimpikan hal tersebut diatas, tetapi buat anak-anak generasi muda sekarang jangan pernah menyerah. Kesempatan terbentang luas, raihlah cita-cita mu setinggi bintang dilangit (puitis banget).
    Sebagai seorang ibu, saya berharap kelak anak saya dapat menjadi salah satu putra terbaik bangsa yang bisa berkuliah disalah satu dari empat (4) universitas terbaik dunia tersebut, amin.

    Mari para orang tua kita dukung anak-anak kita untuk maju dan mengembangkan kemampuan & prestasi mereka…
    Sekilas saya membaca situs dibawah ini,
    http://www.bpkpenabur.or.id/id/school/smak1jkt/achievements
    Sungguh membuat saya terharu, betapa bangganya orang tua mereka. Semoga kelak semakin banyak lagi putra-putri bangsa ini yang maju ke kancah international untuk mengharumkan negri kita Indonesia..

    Salam hangat,
    Meilina
    ^_^

    Mbak Meilina,
    Terima kasih sharingnya. Jelas bahwa cita-cita saya dan cita-cita mbak Meilina ini sama, yaitu memajukan generasi muda Indonesia agar bisa semakin berkiprah di dunia internasional dengan pertama-tama berhasil memasuki universitas bergengsi di luar negeri dulu. Mungkin 10-20 tahun yang akan datang kalau mereka mau pulang ke Indonesia pasti akan mengharumkan nama bangsa. Begitu pula kalau masih tinggal di luar negeri tetapi selalu sharing dengan kita-kita ini di Indonesia, pasti ikut memajukan bangsa pula…

    Tapi Mbak Meilina, ini sedikit OOT….apakah benar SMA BPK Penabur yang Ganjil (SMAK 1, SMAK 3, SMAK 5) lebih baik daripada yang genap (SMAK 2, SMAK 4, SMAK 6) ? Hanya pengin tahu saja kok Mbak…

    Reply

  51. michael
    Dec 23, 2011 @ 21:04:19

    saya baru baca ini, akhirnya apa murid anda berhasil kuliah di sana?, jujur saja di luar negri apalagi kayak uni aussie, banyak di temukan anak ipk 3,5 ke atas udah di anggap dewa, tetapi di indo dapat ipk 3,5 itu udah biasa, jadi perbedaan kuliah di indo dan luar negri beda jauh, saya ga bisa bilang yang mana yang lebih sulit, karena saya ga pernah kuliah di indo, saya ada abang juga kuliah di binus

    Michael,
    Nope….he can’t never make it to Yale or Stanford eventually….

    Tapi dia nerusin ke UI dan ambil Psikologi (sich !!). Saya dengar dia ditawari AMINEF kuliah di univ di US tapi agak ke Midwest letaknya, saya lupa apa Kansas State atau apa gitu. Yah…lumayanlah…

    Dia ini lulusan Program Ganda (Double Major/Double Degree) jadi memang “something”. Terus SMA nya dari SMA Taruna Nusantara yang memang anak-anaknya “penuh karakter”….jadi saya nilai si anak ini pinternya mirip anak pinter di US, bukan anak pinter di univ-univ Indonesia. Jauh dari dugem…dan sangat obedience…

    Kalau ada kabar dari dia, I’ll let you know….

    Reply

  52. michael
    Dec 24, 2011 @ 15:59:10

    pak boleh nanya ,uni top selain ivy league, kebanyakn untuk masuk master untuk business, kayak mba gitu, persyratan nya bagemana , oh ya saya sekrang kuliah di victoria university, di sini banyak kenal anak monash, tapi di sini ga pernah ku denger ada yang bisa ipk 4, dan ipk di atas 3,5 ke atas udah top graduates,padahal ielts hampir semua di atas 6,5 dan ada juga yang di atas 7

    Michael,
    Wah…sebenarnya ada kok rahasianya bagaimana bisa masuk universitas top di US kayak Ivy League. Tapi katanya, nilai straight A’s (GPA =4.0), TOEFL 670 (paling top), GMAT 2000 (paling top – sistem penilaian yang dulu), belum dijamin masuk Ivy League. Kecuali kalo ybs pernah : membantu tsunami di Aceh, ikut memberi makan orang miskin, ikut jadi sopir ambulance waktu bencana gempa Yogya, dsb. Kenapa ? Karena kalau hanya dilihat dari GPA, semua pelamar di Ivy League itu hampir semuanya GPA-nya straight A’s semua…

    Nah, lapis kedua Ivy League misalnya Northwestern University (kalau nggak salah ranking no. 5 program MBA di US, tapi tertinggi di non Ivy League) memerlukan typical requirements : GPA 3.5 minimal, TOEFL 625, GMAT 1800 (sistem penilaian yang dulu, atau menjawab 90% dari soal).

    Universitas saya dulu, Indiana University, punya ranking 10 di US (5th in non Ivy League) agak modest dalam requirements untuk entry the program. Namun sudah cukup kompetitif karena kabarnya orang-orang Wall Street senengnya justru merekrut lulusan Indiana University.

    Itu yang bisa saya tahu, tapi saya sudah 23 tahun lalu lulus dari US, jadi saya tidak tahu apakah info saya ini masih valid. Tapi mudah-mudahan sih masih valid…

    Reply

  53. michael
    Dec 25, 2011 @ 14:11:00

    lumayan susah juga , tadi saya lihat di website ucla, katanya yang masuk tahun ini gpa nya berkisar, 3.2-3.9, average nya3.5 dan gmat rata rata 705,dan jujur saja kalo berdasarkan ipk bisa masuk, hampir setengah anak yang kuliah di indo bisa masuk ivy league,dan jujur saja ipk 4 di bins belum tentu bisa di bandingkan dengan ipk 3.5 lulusan australia, amerika, atau ingris, saya lebih tertarik kepada washington, nyu,ucla,chicago ,purdue dan michigan, dan saya pikir kebanyakan orang yang saya kenal di indo, mau kuliah di ivy league, karena mereka uni top, bergengsi, di kirian lulusan sana pasti dapat kerja miliyar pertahun, tapi mereka ga pikir apakah mereka bisa bersaing dengan saingan yang laen atau enga, dan ada lagi lebih parah, karena mau pamer kasih orang laen

    Michael,
    Saya sudah mengajar di Binus hampir 30 tahun, jadi saya sudah punya standar sendiri tentang IPK (GPA) di Binus itu seperti apa. Memang dalam hati saya ngambil kesimpulan, bahwa IPK 4.0 di Binus itu mungkin setara dengan IPK 3.5 di UI, IPB, atau ITB. Di UI, IPB atau ITB mahasiswa yang IPK-nya 3.5 ke atas sudah sangat terkenal di Kampus, dan mereka disebut anak-anak yang berpredikat “cum laude”. Terutama di ITB dan IPB, mahasiswa yang pintar selalu terlihat dan terkenal….karena mereka pakai sistem TPB (Tingkat Persiapan Bersama, semacam UG = Undergraduate program kalau di US). Di US atau Aussie, yang GPA-nya di atas 3.5 juga sudah terkenal, karena mereka disebut “Honor students”….dan terutama di US, Honor Students harus mengambil kurikulum yang sedikit berbeda…yang memudahkan bagi mereka kalau mau lanjut ke Master atau langsung ke Ph.D…

    Di Binus, saya akui mahasiswa yang IPK-nya di atas 3.9 memang benar-benar mahasiswa pandai. Tapi yang IPK-nya 3.5 rasanya kok seperti IPK 3.0 di IPB atau ITB…. Menurut saya itu karena Binus universitas baru, dan swasta, sehingga mahasiswa yang masuk tidak bisa disaring seperti halnya menyaring mahasiswa yang mau masuk ITB, jadi di dalam kelas mahasiswa Binus “less competitive” dibanding ITB atau IPB. Tapi ini bukan hanya terjadi di Binus, tetapi di kebanyakan universitas swasta mungkin seperti ini, mungkin sedikit perkecualian untuk UII Yogya mungkin…..UII sudah sangat kompetitif ya karena sejarah berdirinya UII sudah lama sekali…

    Back to topik, universitas2 yang anda ingin masuki yang anda sebutkan tadi itu selevel dengan universitas yang saya masuki dulu, Indiana University. Di US, universitas2 yang besarnya sama, level kompetitifnya sama, akan digabung ke dalam Conference. Universitas saya dulu termasuk “Big Ten Conference” yang terletak di Midwest yang terdiri dari : Michigan, Michigan State, Wisconsin, Illinois (Urbana-Champaign), Northwestern, Ohio State, Indiana, Purdue, Iowa, Minnesota, Penn State. Anda bisa check….masuk universitas2 ini sudah susah setengah mati untuk orang2 Indonesia pada umumnya (kecuali yang “berbakat” khusus). Lalu di pantai barat ada “saingan” atau “padanan” Big Ten Conference yang disebut Pac 10 (Pasific Ten) terdiri dari : Berkeley, Stanford, UCLA, USC, Oregon, Oregon State, Washington, Washington State, Arizona, Arizona State. Dulu namanya Pac 10, tapi sekarang Pac 12 dengan tambahan anggota : Utah, dan Colorado. Tapi yang Big 10 namanya tetap Big 10 walaupun anggotanya jadi 11 dengan tambahan : Penn State….

    Jadi universitas2 yang anda sebutkan tadi ternyata selevel dengan Big 10 atau Pac 12, kecuali NYU. NYU secara sport tidak “segemerlap” seperti Big 10 atau Pac 12 yang sangat kompetitif dan sering masuk TV, dan berujung pertandingan final antara juara American Football dari Pac 12 yang akan dipertemukan dengan juara Big 10, dalam arena yang disebut “Rose Bowl”….

    Singkat kata, pilihan universitas2 yang anda maksudkan tadi sudah tepat Michael, kecuali NYU…..apa yang anda mau cari di NYU ?

    Reply

  54. michael
    Dec 26, 2011 @ 16:19:06

    pada alsan nya saya mau international trade, dan setahu ku NYU pada beberpa tahun ini sering membuka kampus baru seperti abu dhabi dan pada tahun 2013 akan di bangun kampus baru lagi di china, dan aplagi yang masuk sana di kasih full scholarships, dan pasti saingan nya ketat, dan ku percaya , kalau berusaha pasti bisa,boleh nanya dari binus kalo s1 di binus, biasanya s2 masuk uni top apa di USA?

    Michael,
    Whaaaat ???? Anda tanya capek-capek mau masuk Ivy League, ternyata yang anda maksud NYU di Abu Dhabi atau China ??????
    Man, you amazed me so much. Asking what is the meaning of US campus competitiveness, ternyata yang anda maksud sekolah di Abu Dhabi atau China.
    I tell you man, di US itu university misalnya university saya Indiana University, itu punya 8 kampus….dan the biggest campus (yang harusnya anda pilih) adalah MAIN CAMPUS di Bloomington, Indiana. University of California system punya 23 campus, dan State University of New York (SUNY) punya 17 campus. Jadi kuliah di Main Campus (misalnya Indiana University – Bloomington atau IUB) pasti lain sekali rasanya dengan Indiana University – Kokomo.

    Ini yang anda maksud cuman Abu Dhabi dan China to….

    Kalau ini bener yang anda maksud, mahasiswa Binus saya dengan IPK 2,5 sampai 3,0 juga bisa menembusnya. Saya jamin itu !!!

    Tapi anyway, IPK atau GPA BUKAN SATU-SATUNYA alasan mengapa suatu universitas menerima anda sekolah S2 misalnya. Masih banyak faktor lain seperti TOEFL score, GMAT score (kalau mau ke Business) atau GRE score (kalau mau ke Science dan Engineering). Terus itupun masih tergantung dari Essay “Statement of Purpose” yang anda tulis, dan berapa kuat Reference yang anda punya…

    Reply

  55. michael
    Dec 27, 2011 @ 15:17:33

    kyak nya saya ga nanya tentang ivy league, dari awal comment, saya kan bilang uni top selain ivy league, dan untuk yang di abu dhabi adn china, itu bukan cabng campus tapi portal campus, jadi sertifikat nya dari NYU itu sendiri yang di new york, dan saya yakin dengan ipk di bawah 3 itu hampir ga mungkin bisa masuk portal campus, coba kamu lihat, ini seleksi nya http://nyuad.nyu.edu/news.events/press.release.inaugural.class.html , dan di dari indo untuk tahun ini cuma 2 orang yng masuk , salah satu nya itu jenius banget, pilihan saya sih antara uniwashington, nyu,ucla,chicago ,purdue dan michigan( yang di amerika), kalo tidak tetap di aussie, pilih ANU atau melbourne

    Reply

  56. Surya Jaya
    Dec 28, 2011 @ 11:18:08

    Maaf ya, emang mahasiswa itu ga realistic.. tp negeri ini perlu org sperti itu , walau ga masuk IVy League tp minimal membuktikan org itu punya semangat dan kemampuan. ngomong kyknya ada deh anak indonesia yg msh muda sklh di standford, orangnya sempat terkenal di youtube gara2 suka upload permainan pianonya yg ciamik , tp skrng sudah di banned di youtube karena lebih terkenal dan laku videonya dari penyanyi asli di youtube .

    ps: namanya hounoredman

    Reply

  57. michael
    Dec 28, 2011 @ 23:17:09

    saya sih stuju dengan pendapat mu, kita boleh bermimpi, tapi setidak nya kita harus tahu batasan kita, dan jangan bilang udah usaha setengah mati, padhal usaha yang dia lakukan bahkan tidak sebanding dengan seper sepuluh orang yang masuk uni top kayak ivy league, dan jangan sombong walaupun udah berhasil, karena di atas kita masih banyak,

    Reply

  58. michael
    Jan 19, 2012 @ 23:22:58

    http://www.chicagobooth.edu/fulltime/community/international/indonesia.aspx

    salah satu murid itb yang berhasil masul chicago business school, kita harus mempelajari dari dia, sorry , bila ada comment sebelum nya yang tidak enak di baca, saya cuma berusaha mengungkapkan yang ingin ku ungkapkan

    Reply

  59. jbfaidabvpoabfrohforqevbf
    Sep 08, 2012 @ 02:53:37

    Jangan meremehkan mahasiswa dari negara sendiri juga kali. Setiap orang jalan takdirnya beda-beda, usaha yang di tempuh beda-beda. Jangan hanya melihat dari sudut pandang sendiri. Dan jangan asal bilang mimpi terlalu tinggi itu gak realistis/ gak baiklah….. Ingat loh orang-orang hebat adalah orang-orang yang menganggap bahwa berimajinasi, bermimpi setinggi-tingginya sebagai sesuatu yang harus dilakukan.
    Kalo menurut anda kuliah di salah satu kampus Ivy League bagi orang indonesia itu mustahil yah karena anda saja yang nggak punya keyakinan. IQ boleh tinggi tapi willpower-lah yang menentukan keberhasilan seseorang.

    Di Indonesia harusnya bisa lebih banyak orang-orang yang punya impian setinggi-tingginya, punya impian masuk ke Uni sekaliber Harvard, Yale, Princeton, jangan cuma pe-de nyentil2 ITB,UI,dll…..

    Impian yang hebat adalah impian yang seharusnya nggak dibatasi oleh realita yang ada. Saya lebih bangga kalo seandainya ada pelajar indonesia yang meski nilainya nggak pernah \”stright A\”, atau sering tinggal kelas di SMA, tapi punya ambisi untuk bisa kuliah di salah satu kampus Ivy League.
    Btw, seorang dosen harusnya menjadi pendorong mahasiswanya untuk bisa menjadi seorang yang ambisius demi mengejar cita-citanya bahkan jika harus berpikir di luar batas.

    Karena mimpi yang besar bakalan susah diraih kalo anda terlalu \”waras\”.

    Khitsu,
    hahahahahahahaha….I could not agree more !

    Reply

  60. Ahmad
    Nov 03, 2012 @ 01:30:25

    Halo semua. Baru ketemu blog ini dan pengen share ke temen2 yg tertarik sama ivy league.

    Fyi, Boediono itu lulusan Warthon U-Penn Ph-D Program. Klo beliau ga usah dipertanyakan lagi deh kecerdasannya. Ank2 Mc-Kinsey Indonesia sama BCG Indonesia juga banyak kok yg msk ivy-league ataupun sekelasnya. Tiap univ punya karakteristik masing2, kyk salah satu ank BCG yg pernah saya tahu, dia lulusan Purdue Univ pas undergraduate di US. Abs itu buat graduate dia daftar MBA di stanford, gagal. Tapi dia berhasil msk MBA Harvard Business School. Bahkan dia dapet beasiswa Harvardnya lho yg mana itu dahsyatnya keterlaluan. Fyi, dia pernah jadi volunteer di Gaza. Sekarang dia jadi CEO di perusahaan start up namanya RUMA. Nadiem Makarim CEO gojek juga lulusan HBS (S2) dan Brown (S1). Pengarang buku gurita cikeas tu Cornell lho, s2 dan s3nya 🙂

    Jaman sekarang yg dicari ga cuma akademis, tapi juga pengalaman yg membuat anda istimewa bagi mereka. Karenanya, klo emg minat ivy-league, jgn takut duluan. Fyi, tiap tahun harvard “selalu” nerima lulusan warga negara Indonesia kok, dan pendidikan kita termasuk bagus dilihat dari sisi itu dan dari ukuran negara berkembang seperti Indonesia. Anak2 muda banyak yang di sana. Anak-anak Mc-Kinsey Indonesia juga banyak yang diterima di Ivy, bahkan ada yg jebol di Kennedy School Harvard, MBA MIT, dan Warthon U-Penn buat S2nya. Pengalamannya ya Mc-Kinsey dan volunteer.

    Yang paling penting adalah kita tahu informasi dari alumni Ivy League syarat-syarat apa yang mereka inginkan karena tiap universitas ivy tu punya karakteristik sendiri-sendiri. Yang paling penting, jangan takut buat mencoba. Akademis dicukupkan, tapi sisi lain terutama gerakan sosial sekarang dipertimbangin bgt. Contoh di Indonesia gerakan “Indonesia Mengajar”. Pasti bakal jadi pertimbangan klo temen2 bisa masuk dan ikut gerakan ini. Setahun mengajar di pedalaman, that’s must be an amazing experience!!! Tapi ya harus siap kecewa juga, karena yang jelas masuk sana ga gampang 🙂

    Sejauh ini jalan buat masuk univ no 1 yang saya tahu adalah, konsultas bisnis kelas 1 😀 (McKinsey dan BCG). Tiap tahun penghuni S2 Harvard Business School paling banyak adalah alumni dari McKinsey.

    Dan akan saya tutup dengan sebuah informasi: Cinta Laura adalah mahasiswa S1 psikologi Columbia University 🙂

    Mas Ahmad,
    Trims infonya yang sangat berharga…
    Trims juga info tentang Cinta Laura…..saya sangat nge-fans sama dia…
    Katanya ada 1 lagi artis Indonesia yang berhasil masuk Columbia University….saya lupa namanya, tapi 2 words dan berakhiran “a” semua…

    Reply

  61. John H Newman
    Nov 26, 2012 @ 23:09:07

    Meskipun pendidikan formal itu sangat penting,namun Saya lebih salut lagi kepada mereka yang tidak pernah lulus( never graduated from college) dari sebuah universitas namun mampu memajukan umat manusia , mengubah dan menjadikan dunia menjadi lebih baik. Sebutlah Nikola Tesla , Thomas A Edison, Bill Gates,Steve Jobs, the Wright brother.Seperti kata Steve Wozniak “Jika anda suka mempelajari sesuatu, anda takkan perlu mengikuti jadwal sekolah”http://www.beritasatu.com/iptek/60636-steve-wozniak-senang-belajar-
    bukan-cari-gelar.html.
    Lalu bagaimana dengan peraih penghargaan internasional seperti Nobel , Millenium Tech Prize,The Kyoto Prizee,The Japan Prize,The National Medal of Tech, The National medal of science dll ,yang mana mereka tidak berasal dari univ top diatas sementara ada juga prof di univ top tidak berhasil mendapatkan nya?
    SALAM.

    Mas John,
    Bener apa kata Mas John, bahwa untuk sukses secara bisnis maupun karier…orang tidak harus lulus college….contohnya Steve Jobs yang punya Microsoft, atau Mark Zukenberg yang punya Facebook. Tapi sebagai dosen yang bercanda di depan kelas, saya katakan ke mahasiswa saya “Eh, kalian untuk sukses itu tidak harus lulus universitas lho, contohnya Steve Jobs dan Mark Zukenberg, oleh karena itu mulai besok pagi dan seterusnya….anda gak perlu datang ke kampus ini lagi….”….tapi ya terus disambut “gerrrrr….” oleh mahasiswa….

    Betul juga, Professor yang kerja setengah mati di universitas top, mungkin tidak akan pernah dapat Nobel, sedangkan professor atau peneliti yang semenjana (biasa-biasa saja) malah dapat hadiah Nobel. Apakah Tuhan itu adil ? Apakah Panitia Nobel itu adil ?

    Tanyalah pada rumput yang bergoyang…..

    Reply

  62. John Henry Newman
    Nov 27, 2012 @ 09:15:24

    Agreed.Non scholae, sed vitae discimus,( We do not learn for the school, but for life) . Tapi mengapa begitu banyak manusia yang mendewakan title, gelar, diploma , paper dan sejenis itu. Terkurung dalam sebuah pandangan(konsep) yang fix minded. Bukankah Impak lebih berguna daripada paper.Toh manusia tidak dievaluasi dari mana ia berasal, namun tindakan apa yang ia buat.
    Salam

    Mas John,
    Good point….tapi kan memang kita tidak bisa mengontrol mengapa kok orang mendewakan gelar, kertas, pencapaian duniawi ?

    Mas John akan lebih bertanya lebih keras lagi kalau hidup di Jakarta….dimana orang dinilai dari keberhasilannya mengumpulkan rupiah dan membeli rumah yang bagus atau mobil yang mentereng….dan tidak dilihat lagi apakah dia lulusan UI, ITB, IPB, UGM atau Unair…..tapi dilihat dari apa yang dipunyainya….alias : 180 derajat terbalik dari apa yang Pak John sampaikan….

    Reply

  63. John H Newman
    Nov 29, 2012 @ 09:09:49

    Lha wong di dunia kenyataan begitu banyak manusia yang maniak gelar seperti ‘doktor-doktoran, master-master an’ meskipun ia tidak patut menyandang gelar itu. Demikian juga hal nya dengan universitas ecek-ecek begitu confident(so cocksure) membuka /menwarkan program-program doktor, master dll meskipun tidak memiliki peralatan laboratorium yang ,memadai, faculty member yang mediocre. Ada berapa banyak faculty member dari univ terbaik di negeri ini seperti ITB, UI ,UGM yang pernah belajar di Caltech, MIT, Harvard, Yale, UCBerkelery,Oxford,Cambridge,Imperial College London,ETH Zurich,UCLA dan selevel itu? . Lalu bagaiamana dengan Invention?seberapa banyakadan seberapa dalam dan bagus kualitas nya.Lalu bagaimana dengan Liberal Arts di PTN-PTS Indonesia.?Ada berapa banyak faculty member itu yang mampu mempublish penelitian nya di Journal berkelas seperti Nature dan Science. Hanya rumput bergoyang lah yang tahu.!!

    Pak John,
    Semua universitas di Indonesia sekarang sadar ranking-nya akan turun menurut Webometrics dan sebagainya, jika tidak mempublikasikan hasil penelitiannya. Jadi di PTN maupun PTS sekarang ada awareness training di kalangan dosen bagaimana trick agar tulisannya bisa di-index oleh Scopus…..dan ini yang menginitiate ya Dirjen Dikti di Kemdiknas…..jadi sudah ada kemajuan lah, walaupun sedikit demi sedikit…dibandingkan dengan di waktu dulu…

    Apakah ada dosen ITB, UI, UGM yang pernah sekolah di MIT, Caltech, Berkeley, dsb ? Ada, karena saya tahu beberapa, walaupun banyak juga yang sudah wafat. Rata-rata dosen Indonesia sekarang, jika bisa menembus universitas di Big Ten atau Pacific Ten saja rasanya sudah senang bukan main…

    Bagaimana Liberal Arts ? Saya baru baca kemarin di Kompas, Ibu MayLing Oei Gardiner menulis, bahwa Liberal Arts adalah tiangnya pendidikan tinggi. Tapi PTS di Indonesia tidak terlalu tertarik dengan Liberal Arts, karena kalau membuka jurusan tersebut, sedikit sekali mahasiswa yang mendaftar, padahal gaji dosennya mahal. Akhirnya yang ada adalah pragmatisme, yaitu membuka jurusan2 laku seperti Computer Science, Business, Marketing Communication, dsb….yang laris kayak kacang goreng di Indonesia sekarang ini…

    Reply

  64. parlin
    Jun 02, 2013 @ 09:11:34

    ada yang bisa memberikan masukan ngk ?, mana yang terbaik Undergraduate Major Finance di Indiana University Bloomington ( Kelley School of Business ) dibanding dengan UCLA Major Business Economics ( bukan di Andreson )

    segala tanggapannya saya ucapkan terimakasih.

    Parlin,
    Kelihatannya tergantung mana tujuan anda bekerja setelah anda lulus nanti..
    Kalau anda berencana bekerja di East Coast (New York dan sekitarnya), kelihatannya Kelley Business School sangat terkenal dan sangat disukai oleh prospective employer…
    Sebaliknya kalau anda berencana bekerja di West Coast (Los Angeles, Silicon Valley, San Fransisco, Seattle), UCLA lebih disukai daripada Indiana…

    Tapi juga perlu dipertimbangkan anda diterima di UCLA nya bukan di Business (Anderson Business School), tapi hanya di Business Economics (majornya Economics) yang menurut saya kurang menggigit jika anda mau jadi Manager, kecuali anda ingin jadi Analis atau jadi Dosen….

    Reply

  65. Pejuang Mimpi
    Jul 22, 2013 @ 13:17:58

    Selamat Pagi Bapak Tridjoko.. Setelah saya baca, saya heran kenapa orang seperti Bapak bisa jadi dosen. 🙂 Kasihan mahasiswa yang nanya ke Bapak itu sudah pasti salah alamat Pak 🙂 Bapak itu seperti pembunuh mimpi, itu Bapak katakan karena Bapak adalah seorang pesimistic, entah mungkin juga Bapak bukan tipe orang yang suka bekerja keras meraih sesuatu 🙂 Miris Pak, ada seorang dosen di negeri ini seperti Bapak! Lebih baik Bapak menjadi dosen atas hewan di kandang daripada jadi dosen atas manusia yang bermimpi setinggi langit 🙂

    Salam,
    Pejuang Mimpi

    Pejuang,
    Oh ya ? Hehehe…
    Saya bukan pesimistis tapi optimistis, buktinya sebagai mahasiswa bodoh lulusan IPB saya bisa sekolah di Amrik walaupun universitas semenjana dibanding Yale atau Stanford.
    Mengajar hewan ? Are you kidding ? Mengajar hewan jauh lebih sulit daripada mengajar manusia…..saya belum punya kualifikasi setinggi itu….hehehe
    FYI, mahasiswa saya yang menyebabkan saya nulis posting ini, saat ini sudah ngambil Ph.D di salah satu universitas di Chicago, dengan full scholarship. Kalau saya pesimistis, semua ini tidak akan terjadi….

    Reply

    • JonahLF
      Aug 01, 2013 @ 01:08:12

      Loh, yang disampaikan Bapak Tri Djoko di sini benar kok. Manusia memang harus bermimpi, tapi juga harus realistis.
      Lagipula, siapa sih yang membunuh mimpi mahasiswa tersebut? Wong yang disarankan bapak dosen adalah memilih 6 universitas CADANGAN alih-alih tidak diterima di Stanford atau Yale. Apakah menyarankan untuk mempersiapkan cadangan itu salah?

      Reply

  66. Pangloss
    Aug 20, 2013 @ 10:36:58

    Hehehe, dahulu kala tersebutlah pakar yang memiliki mimpi bahwa Indonesia akan meraih nobel tahun 2020. Dengan dalih untuk mencapai mimpi tersebut maka sebaiknya mengirimkan siswa -siswa terbaiknya ke MIT,Harvard, Yale dan Stanford . Banyak memang anak asuhanya kuliah di Harvard, MIT ,Caltech dan sekelas itu level nya . Namun jika dilihat publikasi ilmiah yang mereka miliki , tak satupun ada yang terpublish di nature dengan citattion 5000 citation perpaper nya di Nature, Sicence atau Rev Physics Letters. Apakah mimpi sang pakar akan menjadi kenyataan? saya pikir mimpi itu mirip dengan impian siswa bapak tersebut

    Reply

  67. Pangloss
    Aug 20, 2013 @ 10:38:49

    Lalu bagaimana dengan h-index dan jumlah paper mereka yang ada?
    Sangat mengkhawatirkan.

    Reply

  68. John H N
    Sep 30, 2013 @ 12:13:50

    Hemat saya pribadi adalah lebih baik peneliti yang mampu menerbitkan penelitian nya di Nature dan Science dengan jumlah citation perpapernya 5000 sampai 7000 citation perpaper dan h-indeks nya sebagai peneliti mencapai sekitar 95 – 112 meskipun ia datang dari non ivy league semisal dari Kyoto Univ,Melbourne Univ atau Osaka Univ daripada peneliti yang berasal dari MIT,HARVARD dan Ivy League lainnya , namun publikasi ilmiah nya yang tercatat di Nature minim hanya ratusan citation dan h-index 33

    Mas John,
    I could not agree more mas…..100 % agree….

    Reply

  69. Rob
    Oct 03, 2013 @ 11:35:48

    Mau tahu tentang belajar di Amerika .Silahkan kunjungi Indonesia mengglobal di http://indonesiamengglobal.com/ .

    Reply

  70. Nes
    Oct 23, 2013 @ 10:34:36

    Setuju dengan Mas John. Lebih baik kuliah di Kyoto, NUS maupun didalam negeri dibandingkan di MIT,YALE,STANFORD atau Harvard dengan catatan mampu mempublikasikan penelitian di Jurnal Nature dengan citation 6000 citataion untuk sebuah paper ilmiah dan h-index 95 , ketimbang kuliah di MIT namun h -index nya hanya 33 dan impact factornya minim., Juga mereka yang bisa mengubah dunia DENGAN menciptakan teknologi(Tesla, Edison, Robert Bosch GmbH) meskipun tidak menamatkan perguruan tinggi sama baiknya .

    Reply

  71. Bea
    Oct 23, 2013 @ 11:32:08

    Saya pikir mempunyai ambisi yg besar itu penting. Mungkin dia tdk bisa langsung masuk Yale or Stanford saat ini, but it’s possible . Dua siswa Indonesia saya berhasil masuk Yale, why not him.
    Jangan kaget pak , kalau dia balik dgn gelarnya made in Yale 🙂

    Mbak Bea,
    Cerita dong mbak Bea itu siapa dan kenapa siswanya bisa masuk Yale ? hehe…
    Mahasiswa yang saya ceritakan ini sekarang lagi studi di Notre Dame, tapi teman wanitanya anak Columbia…:)

    Reply

  72. Pangloss
    Dec 03, 2013 @ 09:15:35

    Saran pak, dibuat list makalah ilmiah(scientifc) paper dari alumni ivy league yang bapak sebutkan diatas .Seperti apakah distribusi makalah ilmiah mereka di Nature,Science, Econometrica , dan jurnal ilmiah yang setingkat dengan itu . Juga berapa h-index dan impact factor yang berhasil mereka buat

    Onward

    Pangloss,
    Ide anda bagus sekali….nanti kalau saya benar-benar punya waktu….(walaupun sudah masuk retirement tapi nyatanya sekarang saya tambah sibuk)….nanti akan saya buat index-nya…
    Dan mungkin me-rank universitas2 di US mana saja yang terbagus sampai terburuk, dihitung dari jumlah Noble Prize Winner yang jadi Professor di sana…
    Sementara itu, kalau sudah ada hasil hitungan anda sendiri, boleh dimasukkan di sini kok, untuk bahan diskusi….hehe

    Reply

  73. Pangloss
    Dec 04, 2013 @ 15:53:14

    Cukup alumni MIT,STANFORD,YALE dan Ivy League dari Indonesia saja pak.
    Seperti apakah performa mereka dalam hal publikasi ilmiah dan discovery . Terutama publikasi ilmiah di Jurnal Internasional Tier I seperti :
    Econometrica
    The Quarterly Journal of Economics
    National Bureau of Economic Research
    The American Economic Review
    IEEE Transaction
    Nature
    Science
    IEEE Transactions on Antennas and Propagation
    IEEE Transactions on Electron Devices
    Radio Science
    Journal of Applied Physics
    Physical review D. Particles, fields, gravitation, and cosmology
    Annal review of Math

    Mas Pang,
    Tebakan saya…..chances are slim….bener nggak ?
    Soalnya misalnya dosen-dosen saya di kampus US dulu belum tentu setiap tahun artikelnya dimuat di IEEE Transactions on Database, etc.
    Siapa yang banyak tulisannya di jurnal-jurnal yang anda sebutkan tadi pasti pangkatnya akan naik dengan cepat : dari Assistant Professor menjadi Associate Professor, dan dari Associate Professor menjadi Professor….

    Reply

    • Pangloss
      Dec 09, 2013 @ 06:25:32

      Sepakat pak, chances as slim atau mungkin menuju nol. Paper yang menarik adalah discovery dari A.K Geim dan KS Novoselov yang menerima citation luar biasa di jurnal tier 1 bernama Nature dan Science

      Mas Pang,
      Waktu tinggal 3 tahun di US saya tahu jurnal Nature dan Science, tetapi saya hanya sempet ngintip saja, belum pernah baca secara serius.
      Tapi jangan lupa, ada yang curang juga mas ilmuwannya, walaupun tulisannya ditulis di jurnal sekelas Nature atau Science. Ada ilmuwan US yang membeli tengkorak Manusia Jawa dari Sangiran (Sragen) kemudian tulisannya dimuat di kalau nggak Nature ya Science. Padahal di Indonesia ilmuwan US itu dikejar-kejar polisi dan masyarakat karena mencuri tengkorak, yang mestinya tidak boleh dibawa pergi dari bumi Indonesia. Sampai Presiden Habibie pada waktu itu di tahun 1998 atau 1999, harus turun tangan menyelamatkan ilmuwan US itu sehingga bisa meninggalkan Indonesia dengan selamat..

      Reply

  74. Pangloss
    Dec 04, 2013 @ 17:37:11

    Sekedar pendapat pribadi pak:
    1. h-index, impac factor , dan berapa paper yang dipublish di jurnal tier i , jumlah paper yang menerima citation lebih dari 1000 citation/paper,5000 citation /paper seprtinya lebih reliable(trustworthy ) daripada nobel dan sejenis nya.
    2. Bila kita mengurutkan peraih nobel ada baiknya dan alangkah lebih fair bila disana juga ada rincian peraih penghargaan internasional(International recognition )lain nya yang setara seperti : Fields Medal , Turing Award,, John von Neumann Theory Prize, John Bates Clark Medal dan masih banyak pengakuan internasional lain nya.
    3. Untuk kategori senegara seperti US masih ada kategori MacArthur Fellows , National Academy of Engineering , National Academy of Sciences , National Academy of Arts , Wolf Prize dan banyak lagi
    4. Untuk universitas kecil seperti Caltech vs MIT vs Harvard vs Columbia. Jumlah faculty member dan program study di Caltch relatih jauh lebih kecil terhadap Ivy League, MIT dan Stanford . Itu seperti membandingkan ITB yang fokus di bidang ilmu eksakta dan keteknikan vs UI yang ada eksakta dan social sciences nya
    5. Pemenang hadiah nobel tidak selalu lebih produktif dan lebih berprestasi daripada mereka yang tidak meraih hadiah nobel. Kategori Matematika juga seperti itu. Misal nya : Mengapa fakta nya giant of math seperti Alan Turing , John von Neumann, Kurt Godell tidak dapa Fields Medal sedangkan matematikawan yang lain mungkin saja tidak sebagus mereka bisa mendapatkan Fields Medal . Atau mengapa Albert Einstein hanya sekali saja mendapatklan hadiah nobel padahal ia memiliki maha karya spektakuler yang seharusnya layak membuat Einstein berkali-kali dapat hadiah nobel lewat maha karya :Photoelectric effect , Brownian motion , Bose–Einstein statistics , Special relativity dan hubungan antara materi dan energi , Einstein field equations, Einstein relation (Nernst Einstein). Nah tapi John Bardeen bisa dapat nobel dua kali , padahal kualitas karya makalah ilmiah John Bardeen tidak secara absolute dari yang Einstein buat.
    Dan sebaiknya saran saya kita cukup membatasi kepada konteks indonesia dan ivy league dari Indonesia
    Onward

    Mas Pang,
    Kayaknya saya setuju dengan semua pendapat anda di sini.
    Nobel memang penghargaan yang…..ya bisa disebut bagus, bisa disebut beruntung…
    Tapi kalau citation adalah pengakuan orang terhadap keilmuan kita…
    Kalau ada waktu banyak (mungkin next holiday), saya akan mencoba menulis tentang yang anda sebutkan tadi..
    Menurut saya yang orang Computer Science : Alan Turing dan John von Neumann yang karyanya abadi, satu di bidang software/algorithms/theory dan satu di bidang hardware, itu mestinya pantas dapat hadiah Nobel Computer Science, tapi sayangnya Nobel Computer Science tidak ada…

    Reply

  75. Pangloss
    Dec 09, 2013 @ 06:15:53

    Ya nobel untuk computer science(sekarang ini dinamakan Turing Award ). Satu hal yang pasti Alan Turing dan John V Neumann adalah matematikawan yang tidak pernah menerima Feilds Medal

    Mas Pang,
    Kalau saya perhatikan, profesor di kampus kita akan bangga sekali kalau sempet memenangkan Turing Award, kalau gak salah antara lain John E. Hopcroft apa Jeffrey D. Ullman ya…
    Jangankan memenangkan Turing Award, menjadi professor yang banyak citation yang ditulis di textbook (salah satu professor saya pernah) dan menjadi “National Speaker” yang keliling kampus aja sudah bangga banget Mas…

    Reply

  76. Pangloss
    Dec 11, 2013 @ 09:18:55

    Contoh nama-namaProfessor yang bukunya memiliki jumlah citation luar biasa :
    1. Karl Popper
    2.Jurgen Habermas
    3.Noam Chomsky
    4.Bertrand Russell
    5.Ludwig Wittgensten

    Mas Pang,
    Silahkan share terus di Posting ini mas, ternyata banyak teman2 di Indonesia yang mengikuti terus perkembangan diskusi kita di Posting ini. Siapa tahu nanti bisa berujung penulisan buku tentang hal ini.

    Noam Chomsky itu ilmunya saya pakai banget di Natural Language Processing dan juga di Automata and Formal Grammar, dari Regular Expression dsb….dan ternyata mahasiswa pada bingung kalau saya menerangkan ini di depan kelas. Juga Chomsky Hierarchy dipakai juga di Linguistics….

    Bertrand Russell yang semua kata-katanya bernas (berisi) itu, saya dari mahasiswa tingkat II sudah sering mengutip kata-katanya….

    Memang mereka-mereka itu yang Mas Pang sebutkan, orang-orang besar dan sangat berpengaruh di bidangnya.

    Reply

    • Pangloss
      Dec 11, 2013 @ 18:17:10

      Banyak yang mengikuti perkembangan diskusi kita pak??hehe.Karya -karya Russell dan Karl Popper sangat penting dibaca oleh setiap pribadi anggota masyarakat. Ada yang lupa Donald Knuth dan Willard Van Orman Quine juga adalah profesor yang memiliki citation sangat tinggi. Untuk Condensed Matter Physics ada Andre Geim dan KS Novoselov

      Mas Pang,
      Iya mas…banyak anak muda yang mengikuti perkembangan diskusi ini….walaupun mereka itu “silent reader” artinya gak akan nanya langsung..
      Iya di Computer Science Donald Knuth adalah “mbah”-nya….John E. Hopcroft, Alfred V. Aho, dan Jeffrey D. Ullman adalah murid-murid Knuth waktu di Stanford, atau Princeton ya ?
      Tekad Knuth mengarang 7 seri buku, tetapi setelah dia setengah mati bekerja hanya jadi 3 buku saja, karena Knuth lebih tertarik dengan pengembangan software TeX atau LaTeX, itu sudah menjadi cerita yang tidak ada habisnya…

      Dan mahasiswa saya akan jatuh pingsan kalau saya suruh menulis Assembler untuk MIX Machine yang digambarkan di buku ke-I nya Knuth….

      Mengenai Physics, mungkin hanya Amerika yang menghargai professor di Physics sedemikian hebatnya. Kalau saya berdiri dan membaca-baca pengumuman di lorong Department of Physics di universitas saya dulu, rasanya Mathematics Dept masih kalah jauh prestige-nya dibandingkan dengan Physics Dept.

      Kenapa ya Mas ?

      Reply

  77. Pangloss
    Dec 11, 2013 @ 09:49:33

    Mereka yang mampu memecahkan Millennium Problems,Beal Conjectures, Fermat Last Theorem, http://www.claymath.org/millennium-problems dapat dikategorikan sebagai salah parameter kualitas seorang researcher dibidang Math . http://www.claymath.org/millennium-problems

    Mas Pang,
    Iya ini patut dicatat mas.
    Apakah Fermat Last Theorem itu mirip atau sama dengan Godel Last Theorem yang isinya “Tidak ada bilangan asli yang memenuhi syarat A**3 = B**3 + C**3” ? Mengingat A**2 = B**2 + C**2 kan sudah ada theoremnya, yang di kalangan siswa di Indonesia disebut dengan Dalil Phytagoras…

    Reply

  78. Pangloss
    Dec 11, 2013 @ 14:02:49

    Fakta menarik cukup banyak ilmuwan Indonesia yg alumnus MIT dan Stanford yang tidak memiliki publikasi ilmiah di Jurnal Tier 1

    Mas Pang,
    Mungkin saja terjadi seperti itu mas, ilmuwan kelas dunia tapi tidak bisa atau tidak mau menulis publikasi ilmiah di jurnal prestisius.
    Istilah di Indonesia, mereka itu terjebak ke dalam “Pragmatism”, yaitu lebih mengejar materi dan jangka pendek kemasjhuran dan kesejahteraan, dibandingkan dengan nama besar.
    Menurut istilah tokoh di film “Troy” mereka itu hanya mau tinggal di Istana dan Makan Enak, tetapi tidak mau maju berperang seperti si Tokoh, padahal kalau mau maju berperang dan terluka apalagi gugur, namanya akan dikenang oleh siapapun sepanjang masa…

    Reply

  79. Pangloss
    Dec 15, 2013 @ 07:47:48

    Iya pak , saya mencoba melakukan check & rerchek publikasi Indonesia di Jurnal Tier 1 selama 100 tahun terakhir , sangat mengkhawatirkan, meskipun tahun 2020 ini sebuah perguruan tinggi di Indonesia akan genap berusia 100 tahun . Disaat Tiongkok, Malaysia, Singapore ,Korea , Jepang bergerak dengan sangat cepat Indonesia sangat lambat kalau tidak mau dikatakan mengalami defisit

    Mas Pang,
    Saya juga banyak meneliti data Indonesia dari berbagai segi terutama science, technology, business….dan tidak hanya di bidang ilmiah saja Indonesia kalah sama Tiongkok, Malaysia, Singapore, Korea, Jepang….tetapi juga bidang-bidang lainnya…
    Saya pernah 2 bulan tinggal di Korea dibiayai World Bank dan sempat berdiskusi terus terang dengan profesor-profesor terbaik Korea mengapa Korea maju dan mengapa Indonesia mundur menurut anda, saya tanya begitu.
    Dan setelah diskusi panjang, profesor Korea itu menyebutkan 1 kata…..tetapi nanti saja kalau kita bertemu langsung Mas Pang, akan saya ceritakan ke Mas Pang….
    Sementara ini, selidiki terus kenapa Indonesia mundur…..mumpung sebentar lagi Pemilu 2014, jadi kita bisa feed calon presiden 2014 supaya Indonesia bisa maju nanti dengan presiden yang baru…

    Reply

  80. Pangloss
    Dec 15, 2013 @ 08:47:49

    Jangankan publikasi ilmiah di Nature,Science dan Top Tier 1 lainnya Begitu pak, banyak perguruan tinggi , bahkan di perguruan tnggi elite di Indonesia ini sangat banyak faculty member nya tidak memilki publikasi internasional , atau dengan h-index dibawah 7, bahkan yang sudah mendapat gelar guru besar sekalipun tidak memadai

    Mas Pang,
    Kalau gelar Profesor di PTN dan PTS Indonesia itu jabatan politis mas.
    Banyak kok doktor lulusan US yang paper internasionalnya sudah banyak, tapi belum dapat gelar profesor.
    Sebaliknya, doktor lulusan biasa-biasa saja dan papernya biasa-biasa saja, bisa dapat gelar profesor.
    Tapi 1 tahun terakhir sudah ada rule, kalau tidak ada paper internasional, maka gelar profesor tidak akan turun.
    Ya sudah ada kemajuan….walaupun inch by inch….

    Reply

  81. Pangloss
    Dec 29, 2013 @ 08:40:34

    Andaikan pak Tri sebagai profesor di Harvard yang akan menerima calon mahasiswa Pasca Sarjana(Doktoral dan Master), dimana ada dua orang nya pelamar yang ingin menjadi murid bapak . Kedua siswa ini kita anggap sebagai si A dan si B
    Misal siswa A
    Datang dari PTN elit di negeri ini .
    GPA atau IPK yang ia miliki 4.0/4.0 , dan lulus 4 tahun
    Memenangkan penghargaan internasional dan nasional sebanyak 15 buah
    IELTS 8,8 dari skala 9,5
    Aktif dikegiatan kampus/ekstrakurikuler kampus
    Belum memilki publikasi internasinal
    Siswa B:
    Berasal dari PTS Elit di negeri ini
    GPA /IPK 4.0/4.0 ,pendidikan nya diselesaikan dalam tempo 3.5 tahun
    IELTS : 8.9/9.5
    memiliki penghargaan internasional sebanyak 25 buah
    memiliki 5 buahpublikasi inetnasional di jurnal internasional yg cukup terkenal(belum sekelas nature,science,cell atau Physical Rev Letter,Physical Rev D, Annal of math
    A dan B memilih program studi yang sama dan jenis beasiswa yang sama . A dan B memiliki umur yang sama
    Andaikan bapak yg akan menseleksi dua calon tersebut, menurut bapak , bapak akan memilih kandidat yang mana .
    Note: Dalam case study ini hanya boleh memilih satu saja dari kedua kandidat tersebut

    Mas Pang,
    Dalam kasus yang “biasa”, saya akan memilih siswa B, yang lulusan PTS tetapi mempunyai credential yang lebih meyakinkan dibanding siswa B, yang walaupun pintar tetapi credential-nya belum bicara apa-apa. Padahal siswa yang saya rekrut jadi mahasiswa saya nanti di Harvard kan harus bibit terbaik yang ada.
    Tetapi dalam kasus “khusus”, mungkin ini yang disebut “politic” atau faktor non-teknis, mungkin saya terpaksa memilih siswa A karena mungkin melihat bakatnya, atau lingkungannya, atau ayahnya, atau sponsornya, dan karena saya melihat siswa A ini nanti akan jadi pejabat negara Indonesia yang kalau saya terima sebagai siswa saya bisa memperbaiki hubungan people-to-people atau government-to-government antara Indonesia dengan US mas…

    Jadi, kadang decision itu tidak mudah mengambilnya…
    I wish I could accept both students as my students….:)

    Reply

  82. Pangloss
    Dec 30, 2013 @ 10:52:43

    hehe pak Tri
    Credential yang bapak patok sebagai calon mahasiswa bapak apa nih
    Happy Newyear pak

    Mas Pang,
    Ya credential ya apa saja data si calon mahasiswa : GPA, Toefl score, IELTS score, GRE score (both General and Subject Tests), CV (yang tercermin dari statement of purpose).
    Kalau keadaan “luar biasa” dan ada “sesuatu” yang calon mahasiswa tulis di Statement of Purpose-nya, apalagi reference letter yang dia dapatkan dari seorang Menteri misalnya, maka sebagai Professor merangkap Director of Admission di sebuah universitas terkenal, saya harus mempertimbangkan sesuai dengan tujuan dari negara saya (yaitu US).
    Makanya dalam keadaan “luar biasa”, calon mahasiswa yang terpilih mungkin yang berasal dari PTN, walaupun datanya biasa-biasa saja dibandingkan dengan mahasiswa PTS tadi. Dengan asumsi, kalau ini masih hold, calon pejabat negara RI adalah kebanyakan lulusan PTN (UI, ITB, UGM, IPB, Unair)…

    Reply

  83. Pangloss
    Dec 31, 2013 @ 16:00:22

    Pak ada pertanyaan, : Diantara Faculty member kita yang ada di universitas terkenal/PTN Elit , apakah ada yang pernah Supervisor S2 dan S-3 nya atau Tesisnya disupervisi oleh peraih nobel(boleh nobel fisika,kimia, ekonomi,kedokteran) juga peraih Turing Award dimana peraih nobel ini memiliki publikasi ilmiah di SCIENCE dan NATURE ,Econometrica lebih dari 25 buah dan h-index nya diatas 110. Dan beberapa paper sang peraih nobel menerima 5000 citataion atau lebih dijurnal tier 1
    Terima kasih

    Mas Pang,
    I doubt it, mas…sorry to say…
    Faculty member di PTN elit di Indonesia akan sangat luar biasa kalau lulusan MIT (Prof. Said Jenie dari ITB, tapi beliau sudah almarhum) atau lulusan Harvard (Prof. Charles Himawan dari FH UI, tapi beliau juga sudah almarhum). Yang Engineering Faculty dari ITB kebanyakan lulusan Illinois atau Purdue, yang Economic Faculty dari UI kebanyakan lulusan UC Berkeley, Pittsburgh, atau Texas A&M. Sedang Computer Science Faculty (UI atau ITB) kebanyakan lulusan Illinois atau Indiana atau McMaster (Canada).
    Jarang Faculty dengan kualifikasi seperti yang Mas Pang sebutkan itu…

    Yet, jadi Faculty member di universitas-universitas terbaik Indonesia (UI, IPB, UGM, Unair, ITB) sangat sulit.Tidak hanya masalah kualifikasi teknis, tetapi juga politic (faktor non teknis) juga besar juga.

    Reply

  84. Pangloss
    Jan 16, 2014 @ 15:12:57

    Apakah agar bisa di supervisi oleh begawan teknologi atau begawan sains sangat sukar pak. Maksud saya disini begawan adalah ilmuwan yang mampu mempublish papernya di Jurnal terkemuka dunia (Jurnal Tier 1 setara Nature,Econometrica, Econometrica ,The Annals of Mathematics ,The Quarterly Journal of Economics,The American Economic Review ) dengan lebih dari 4000-5000 citation/paper dengan tanpa co-author itu sangat sulit, sekaligus memiliki h-index diatas 110?. Kalau mau disupervisi oleh Matematikawan seperti John F Nash Jr itu kriterianya seperti apa

    Mas Pang,
    John F. Nash Jr yang difilmkan di “Beautiful Mind” itu ya mas ?
    Wah…pasti gak sembarang orang tahan jadi bimbingannya….
    Tapi sebenarnya yang penting syarat diterima sebagai Ph.D student-nya John F. Nash kan sudah jelas kan mas kriterianya : straight As, highly motivated, highly skilled both in theory and computer programming, dan tentu saja punya research interest yang mirip dengan research interestnya John F. Nash, atau mempunyai research interest yang menarik perhatian “curiousity”nya John, pasti diterima mas…
    Tapi siapa yang bisa diterima sebagai bimbingannya John F. Nash, tentu tidak sembarang orang, saya sendiri takut membayangkannya…apalagi orang Indonesia, kayaknya sangat luar biasa sekali kalau bisa dibimbing oleh seorang Professor terkenal di bidangnya seperti itu…

    Reply

  85. Pangloss
    Jan 20, 2014 @ 11:39:02

    Iya Pak, John F Nash Jr (Matematikawan dari Universitas Princeton NJ ,USA):
    1.The bargaining problem :JF Nash Jr – Econometrica: Journal of the Econometric Society, 1950 – JSTOR dgn jumlah citation diatas 6000 citation/paper sbg single author
    2.Non-cooperative games JFNash – The Annals of Mathematics, 1951 – JSTOR juga diatas 6000 citation /paper sebagai single author
    3. Equilibrium points in n-person game dan masi banyak lagi yang selesai ia ciptakan semasa ia masih baru lulus Ph.D dari Univerwsitas Princeton :))
    Genius banget pak .
    Tapi katanya dulu ada dari Indonesia yang konon katanya adalah muridnya John Bardeen dan yang satu lagi muridnya Alan M Turing(keduanya sbg thesis advisor/disupervisi ) tesis dan disertasi mereka. Dan ybs mengajar di Indonesia dan bekerja di BPPT ??

    Mas Pang,
    Terima kasih infonya tentang Alan Turing dan sebagainya….
    Wah…menarik itu mas, nanti saya lacak lebih lanjut siapa Ph.D yang bekerja di BPPT dan mantan anak bimbingannya John Bardeen….
    Tapi tunggu ya mas Pang, agak sabar dikit, saya sudah retired sebagai PNS nih…hehehe…jadi jarang ke kantor…

    Reply

  86. Ratna
    Feb 11, 2014 @ 11:05:54

    Negara sedang kekurangan jumlah doktor, itu baru dari segi jumlah. Belum berbicara kualitas

    Mbak Ratna,
    Iya…yang dipikirkan oleh orang-orang Mendikbud adalah masih jumlah doktor, belum kualitas doktor.

    Reply

  87. Rahmat
    Feb 12, 2014 @ 20:03:25

    Lalu apa solusi mengatasi jumlah doktor berbobot di Indonesia ? mengingat masih jauh dibawah harapan ideal nya

    Mas Rahmat,
    Kelihatannya agak sulit, soalnya kalau di dunia barat terkenal dengan pemeonya “publish or perish”, kalau gak mempublikasi di jurnal ilmiah yang beken, ya bakal mati kariernya. Tetapi di Indonesia belum ada pemeo seperti itu, makanya jumlah tulisan di jurnal internasional yang ditulis oleh doktor-doktor Indonesia mungkin jumlahnya 1/10 dari doktor-doktor Malaysia, 1/20 dari doktor-doktor Singapore, 1/30 dari doktor-doktor China, dan mungkin 1/50 dari doktor-doktor Jepang.

    Reply

  88. Alwin
    Feb 14, 2014 @ 13:15:34

    Belum lagi Indonesia minim dengan doktor lulusan Harvard dan MIT

    Alwin,
    Apalagi yang dipunyai Indonesia bahkan sudah wafat, seperti Prof. Dr. Said D. Jennie (MIT, dosen Teknik Mesin ITB) dan Prof. Dr. Charles Himawan (Harvard, dosen FHUI).

    Reply

  89. Pangloss
    Feb 14, 2014 @ 16:23:48

    Pak…kalau mau single author di Econometrica ,The Quarterly Journal of Economics , Science dan Nature itu apakah sangat sulit atau seperti apa ??

    Reply

  90. Pangloss
    Feb 14, 2014 @ 20:15:33

    Sukar membayangkan menjadi muridnya dan memiliki thesis advisor(disupervisi oleh) John Nash atau Paul Krugmann ya pak

    Reply

  91. Peter
    Mar 14, 2014 @ 09:49:29

    Lebih percya pada substansi publikasi serta jumlah publikasi dijurnal elit internasional daripada brand: ITB, UI,UGM dlst

    Peter,
    Sangat setuju….tapi jangan lupa, in the end of the day, jumlah citation terhadap apa yang anda tulis itu juga amat sangat penting….seperti kata Mas Pang di atas…

    Reply

  92. Juli
    Mar 14, 2014 @ 09:56:30

    If a country neglects basic research it is doomed to be always a follower and not a leader, and it will lose its most talented young scientists who will go elsewhere. Healthy science is like a healthy tree: you cannot destroy the roots and hope that the branches will flourish” — David Gross, 2004 Nobel Laureate in Physics.

    On a recent official visit to southeast Asia, a prime minister asked me: “What does it take to get a Nobel prize?” I answered immediately: “Invest in basic research and recruit the best minds.” — Ahmed Zewail, 1999 Nobel Laureate in Chemistry.

    Juli,
    Strongly agree…..and allow me to copy the first quote….

    Reply

  93. Ratna
    Mar 25, 2014 @ 11:32:19

    Pak, apakah kuliah di UCLA termasuk bagus!
    Apakah juga persaingan kesana sangat ketat.

    Reply

  94. Pangloss
    May 05, 2014 @ 12:03:50

    Mencapai gelar doktor saya rasa butuh imajinasi dan sentuhan-sentuhan jenius

    Mas Pang,
    Bener mas, semua teman saya yang ngambil Ph.D program di Big Ten, Pac 10 atau Southeastern Conference pernah pada suatu saat merasa stuck dan tidak bisa maju lagi penulisan disertasinya. Tapi dengan kesabaran dan determinasi, akhirnya bisa selesai juga program Ph.D mereka. Intinya mereka membutuhkan imajineasi dan sentuhan-sentuhan jenius seperti yang Mas Pang katakan…

    Reply

  95. Pangloss
    May 11, 2014 @ 09:14:12

    Terlebih bila mau mengharapakan jadi Sole Author dgn jumlah citation yg sangat banyak di Jurnal berikut ini :
    Reviews of Modern Physics
    Nature
    Science
    Annals of Math
    Annual Review of Immunology
    Nature Genetics
    Quarterly Journal of Economics
    Econometrica
    Journal of Finance

    Reply

  96. Maling_Sandal
    Jun 03, 2014 @ 18:41:25

    Walah, ternyata masuk Ivy League ternyata susah ya?

    Dasar Rian gemblung, sudah diterima di situ, dapat beasiswa … ehhhh, malah ditinggal kawin. Dasar gemblung!!

    Reply

  97. Beat Ivy
    Jul 21, 2014 @ 13:55:41

    Bagi saya yang penting bisa masuk universitas dengan reputasi terbaik di dunia, apapun jurusannya, mau teknik, ekonomi, medical/law/business:

    Time’s higher education university reputation rankings
    Click heading to sort

    Source: TIMES HIGHER EDUCATION, THOMSON REUTERS
    2012 reputation rank
    University
    Country
    2011 reputation rank
    1 Harvard University United States 1
    2 Massachusetts Institute of Technology United States 2
    3 University of Cambridge United Kingdom 3
    4 Stanford University United States 5
    5 University of California, Berkeley United States 4
    6 University of Oxford United Kingdom 6
    7 Princeton University United States 7
    8 University of Tokyo Japan 8
    9 University of California, Los Angeles United States 12
    10 Yale University United States 9
    11 California Institute of Technology United States 10

    Reply

  98. Paskall
    Jan 27, 2015 @ 18:09:17

    Pakar-pakar kelas dunia umumnya berkontemplasi di universitas-unversitas kelas satu dunia al : Stanford,Yale ,Harvard,Princeton , MIT
    Sebagai contoh ,Untuk kategori Artificial Intelligence (AI) ,Control, Intelligent Systems, and Robotics (CIR) universitas tempat mbahnya ilmu iini ada di UC Berkeley,Stanford, dan MIT.
    Membayangkan mahasiswa dari Indonesa (Sarjana didalam negeri) belajar dan disupervisi oleh para pakar & mbah nya ilmu pengetahuan kategori ini ,seumpama pungguk yang merindukan bulan . Di Berkeley ada Lotfi A. Zadeh , Leon O. Chua ,Scott Shenker , Di Stanford ada Hector Garcia-molina dan Sebastian Thrun. Di MIT ada Prof Tomaso A. Poggio. Kalau katanya di BPPT ada ilmuwan yang pernah di Bimbing oleh Alan M Turing atau John Bardeen , aku pikir peluang nya menuju 0 . Oh ya untuk Signal dan Image processing di Stanford ada EJ Candes dan David L Donoho.,Seperrtinya belum ada mahasiswa kita yang langsung disupervisi oleh ilmuwan sekaliber mereka

    Wah….super sekali infonya…

    Reply

  99. Blaise Pascal
    Feb 26, 2015 @ 12:19:40

    Membayangkan disupervisi oleh David L Donoho di Stanford atau Nash di Princeton sangat menakutkan.It would be a wishful thinking .

    Mas Blaise,
    Sure…it is…

    Reply

  100. Blaise Pascal
    Mar 13, 2015 @ 11:17:49

    One genius person(value and price) equivalent to all of the gold produced worldwide in one year

    Good point….:)

    Reply

  101. Valdy Oktafianza
    May 02, 2015 @ 00:08:41

    Sebenernya ngga masalah mau kuliah di mana saja Pak. Yang penting bisa jadi orang berguna, kalaupun dia tidak jadi akademisi, dia bisa jadi pengusaha yang menciptakan lapangan pekerjaan buat orang lain.

    Reply

  102. Mahesh
    May 05, 2015 @ 10:52:08

    Pak , mengapa negara dan ilmuwan2 India untuk kategori electrical engineering and computer science bisa terbilang sangat bagus .

    Mahesh,
    Temen sekelas saya dari Statistik IPB yang paling pinter, kemudian dapat beasiswa Caltex untuk sekolah Master’s Program in Statistics dan Ph.D Program in Industrial Engineering di Purdue University bilang, kalau mutu pendidikan engineering level undergraduate (S1) di INDIA itu salah satu yang terbaik di dunia (contohnya : Indian Institute of Technology atau IIT ada di 5 kota yaitu Kanpur, Mumbai, Chenai, Bangalore dan 1 kota lainnya saya lupa) makanya banyak teman-teman sekelas saya di Computer Science Dept at Indiana University dulu banyak yang orang India, dan mereka itu pinter-pinter….kebanyakan atau semuanya Master’s students yang nantinya bakal terus lanjut ke Ph.D baik di Indiana University maupun di universitas lainnya. Temen saya itu juga bilang, kalau ada orang Indonesia ingin pendidikan engineering yang bagus, harusnya undergraduate level (S1) nya diambil di IIT India saja, karena itu salah satu yang terbagus di dunia. Nah, baru nanti kalau lanjut ke Master’s atau Ph.D program, yang bersangkutan boleh mulai mengincar universitas-universitas di US.
    Nah, kalau Master’s Program atau Ph.D Program, universitas terbaik mungkin ada di US atau beberapa di UK. Mengapa ? Ya karena US dan UK kan banyak sekali duwit project baik dari pemerintah federal, lembaga swasta pilantrofi ataupun dari perusahaan.

    Reply

  103. Mahesh
    May 06, 2015 @ 08:59:19

    Jadi dosen-dosen top di MIT-Stanford juga banyak dari India pak(IIT). apakah murid IIT yang jadi dosen ini adalah seperti Rhancodas C Chand aka Punsukh Wangdu dalam film 3 idiots ?Lalu mengapa dari ITB nyaris tak ada yang jadi dosen top di MIT untuk kategori MITCSAIL/Stanford EECS

    Mahesh,
    Pertanyaan bagus….Mahesh….
    Sayang saya bukan alumni ITB, jadi saya tidak berhak menjawabnya.
    Di ITB jaman dulu ada yang pernah nembus Stanford yaitu Pak Sudjana Sapiie (Ph.D in Mechanical Engineering/Industrial Engineering), dan ada yang nembus MIT yaitu Pak Said D. Jenie (Ph.D in Astrophysics/Aviation Engineering)….
    Generasi alumni ITB jaman sekarang menurut saya : cepet bangga, cepet puas, cepet ngejar duwit….makanya menurut saya “They don’t go anywhere !“….

    Reply

  104. Mahesh
    May 06, 2015 @ 09:13:50

    Populasi Scientist yang alumni MIT-Stanford nyaris sedikit sekali pak.

    Reply

    • Mahesh
      May 06, 2015 @ 09:15:58

      Mengapa populasi Scientist yang alumni MIT-Stanford nyaris sedikit sekali pak?

      Mahesh,
      Jadi Scientist itu pilihan pribadi masing-masing orang.
      Apakah di US ada semacam “US scientist ranking” seperti yang diadakan Webometrics ?
      Kalau Webometrics versi Indonesian Scientist sudah keluar, dengan jumlah Scientist kira-kira 500 orang paling atas (topmost).
      Penilaiannya berdasarkan link artikel yang ditaruh di Google Scholars, berapa Citation Index, dsb.
      Kalau versi “US scientist ranking” sudah ada, untuk CS dan EE bisa dilihat siapa 100 Topmost CS/EE Scientists ?
      Apakah didominasi oleh lulusan Stanford dan MIT ? You bet !!!
      Mungkin lulusan Stanford dan MIT lebih memilih jadi Big Co Executives yang menghasilkan Big $$$$$$, instead of jadi “Scientist” = “Ladang yang Sunyi”…..

      Reply

  105. Mahesh
    May 07, 2015 @ 11:08:48

    Pertanyaan Mahesh adalah mengapa dosen lokal yang alumni MIT-Stanford sangat langka

    Mahesh,
    Dosen “lokal”, lokal dimana ? Indonesia, Jakarta, Californian atau Massachussettians ?

    Reply

  106. Mahesh
    May 15, 2015 @ 11:06:30

    Alumni MIT yang mengabdi menjadi dosen di tanah air/perguruan tinggi dalam negeri

    Mahesh,
    Seperti saya bilang, Alumni MIT jurusan Aeronautical Engineering bergelar Ph.D yang mengajar di Teknik Penerbangan ITB adalah Prof. Dr. Ir. Said D. Jenie. Namun beliau sudah wafat di usia sekitar 60 tahun kira-kira pada tahun 2009 yang lalu…
    Entah masih adakah Alumni MIT yang saat ini masih mengajar di PTN atau PTS di tanah air….? Saya juga belum tahu…

    Reply

  107. galunggung1981
    Jul 23, 2015 @ 17:54:34

    Reply

    • Ems
      Dec 04, 2016 @ 19:27:26

      Setuju. Soalnya tulisan artikel di atas itu bukannya kasih solusi malah mengecilkan niat orang yang sedang bermimpi atau berusaha ke Ivy League.

      Reply

  108. Paul B
    Sep 27, 2016 @ 00:32:27

    With research , skills and the knowledge people needs and used to solve the big problems of tomorrow and reinventing the future . Unfortunately there is no groundbreaking research from Indonesian university The reason is that in our university there is no people or group of scientist and engineers with extraordinary faculty and outstanding students( the world’s brightest minds ) translate big ideas into big discoveries. Although some of the most reputable university in Indonesia argue that they have dreams to expand human knowledge and benefit society through research integrated with education, in fact there is no groundbreaking discoveries have been uncovered at our university that have had lasting effects on Mathematics, Basic Sciences, Engineering and Applied Sciences and the world at large.

    Paul,
    I could not agree more.
    That’s very true.

    Reply

  109. Ari
    Oct 25, 2016 @ 03:59:44

    Terima kasih sekali diskusinya Bpk-bpk sekalian. Sangat memotivasi.

    Reply

  110. Carl
    Dec 08, 2016 @ 08:58:01

    The problems are not just about funding / endowment .

    Reply

  111. OG
    Dec 15, 2016 @ 09:05:22

    Ivy League, apa bukan menurut saya lebih penting pilih jurusan apa dan pilih universiatas yang baik di jurusan itu. Kalau mau masuk Universitas tergantung jurusan apa yang dipilih. Ini pengalaman saya sebagai orang tua dari anak yang satu sudah lulus dari Stern Business School, dan satunya lagi masih kuliah di UT Austin, McComb. Keduanya ingin masuk ke Business langsung.

    Mas OG,
    Kadang benar mas apa yang mas OG rasakan, apa nggak milih jurusannya dulu baru milih universitas yang bagus (dan bisa dimasuki) ?
    Tapi itu pendapat orang tua memang seperti itu mas.
    Pendapat anak muda yang mau sekolah mungkin tidak seperti itu, dia pengin masuk universitas paling top yang bisa dimasuki, dan itu pasti Ivy League.
    Sekedar pendapat dari saya sih mas…

    Reply

  112. Drapper
    Jul 19, 2017 @ 10:58:15

    lha wong universitas di Indonesia , kualitas karya ilmiahnya , hak paten , dan jumlah publikasi dan jumlah sitasi dari ilmuwan nya sangat mengkhawatirkan. Lalu apa yang bisa diharapkan dari kondisi pendidikan seperti ini ?

    Reply

  113. Udin
    Mar 23, 2018 @ 10:20:01

    Kuliah master ,Ph.D di MIT,Harvard,Yale ,Caltech atau Stanford sangat bagus namun bukan satu satunya. Yang terutama adalah you harus outlier and tremendous hardworker. Ini ada beberapa persona yang sangat sukses dalam akademis dengan publikasi ilmiah dan sitasi yang sangat spektakuler tanpa harus S2-S3 di MIT,Harvard dst.
    semsial:
    Physics
    1.Hiroshi Amano
    2.Shuji Nakamura
    3.Gerard ‘t Hooft
    Chemistry
    4.Chad Mirkin
    5.James M Tour
    6.Z.L Wang (
    7.Michael Gratzel)(FYIcited from his webs : Prof Michael Gratzel is author of several books and over 1500 publications that received some 227000 citations with h-factor 218 (07.12.2017), he is one of the 3 most highly cited chemists in the world.)
    Semuanya ilmuwan diatas memiliki karya ilmiah yg sangat fantastis. Di Math ada Paul Erdos , Martin Hairer dan G Perelman dlst.

    MIT and Stanford are not absolute
    BEST regards

    Reply

  114. Udin
    Mar 23, 2018 @ 16:48:38

    India memang hebat , meskipun dana riset nya masih kecil namun banyak top scientist dari India . Seperti
    1. C.N Rao,( He has authored around 1,600 research publications and 51 books.Citation :>93206 total citations, H-index, 134,i10 index, 1294.)
    Prashant V Kamat( He has published more than 500 scientific papers that have been well received by the scientific community (51000+ citations) and he has an h-index of 120.
    .3.C.V Raman, Ramanujan dlst. Mereka mereka ini bukanlah lulusan MIT,Stanford atau Yale.So MIT ,Staford is just very plausible and just a warrant to belief, but not an absolute guarantee.

    Reply

  115. Alumni BINUS yang ngotot
    Apr 07, 2018 @ 06:16:30

    Halo pak,
    Saya gak sengaja lihat post bapak waktu berpikir apa dari BINUS banyak yang masuk Ivy League. Saya sendiri mungkin mirip mahasiswa bapak, straight A di BINUS tapi dalam hati berpikir ini bukan apa-apa, karena di Swasta.
    Ketika cerita mau melamar sekolah ke US pun, orang tua saya (dua-dua nya UI) bilang mana mungkin. Di Indonesia aja bukan top graduate.
    Cari-cari di Linkedin untuk ajak networking, ga ketemu graduate BINUS di top business school yang saya incar.
    Tapi karena penasaran akhirnya saya belajar TOEFL & GMAT. Memang, butuh 2 tahun sampe akhir keterima, tapi akhirnya saya bisa ke Yale.
    Jadi, sekadar sharing aja sih Pak… kadang-kadang mahasiswa nyentrik yang ngotot akhirnya bisa juga dapet Ivy League. He..he..he…

    Kiki,
    Wah…serius ya anda keterima ke Yale ?
    Saya serasa bermimpi nih….

    Reply

    • Alumni BINUS yang ngotot
      Nov 12, 2018 @ 03:32:53

      Serius pak–! 🙂

      Malah yang saya sesali– kebanyakan mahasiswa Binus jiper duluan untuk Dream Big. Kalo dari awal udah minder dan apply hanya 2nd/3rd tier school, wajar sedikit yang dapat 1st tier school.

      PS. Saya sebetulnya malah mau banget bantu kalo ada Binusian yang perlu networking untuk apply Bschool/ atau butuh saran untuk daftar top school. Mungkin Bapak bisa refer ke saya kalau ada mahasiswa yang nanya lagi? 🙂 Just a thought…|

      Kiki,
      Ok Kiki. Nanti kalau ada yang minta bantuan, saya forward ke Kiki.
      Tapi so far saya cukup puas ada 2 alumni Binus bisa dapet Ph.D in US schools,
      satu dari Notre Dame in Political Sciences (!!!) dan satu dari Arkansas in
      Computer Science.

      Reply

Leave a reply to Ems Cancel reply