“Rasa Amerika” dan “Rasa Eropa” di Kota Bandung

Sorry, udah lama nggak nulis di Blog. Lagi sibuk nih saya… Sabtu tanggal 25 Oktober 2008 kemarin anak kedua saya Ditta diwisuda sebagai Sarjana Sains bidang Geofisika dari Institut Teknologi Bandung, dengan acara wisuda ala ITB yang bisa disebut “terheboh se dunia” (lain kali saya nulis banyak posting tentang hal ini), dan…seminggu kemudian giliran anak pertama saya Dessa yang akan “tying the knot” bersama teman lamanya Mas Nanu yang sama-sama teman sekolah di Fakultas Hukum Universitas Diponegoro…

So…it has been and it will be a very very very busy week for me….last week…and also next week…

Double Happiness ? Could be, if I and all of my family can pass it through….

Nah, Jumat pagi tanggal 24 Oktober 2008 kemarin selepas shalat Jumat saya dan isteri sudah “hit the road” menuju Bandung, Parijs van Java. Perjalanan di jalan tol Cikampek cukup padat merayap, sehingga baru 2,5 jam kemudian mobil kami sampai ke daerah Buah Batu, tempat “rendez vouz” dengan Ditta. Setelah menjemput Ditta dari rumah Pak De-nya, kamipun menaruh barang-barang yang seabrek ditaruh dalam dua tas “duffel” besar Reebok dan Halley Hanson ke penginapan kami di Jalan Tirtayasa yang merupakan “penginapan resmi” dari kantor isteri. Suasana penginapan cukup “homy”, dengan penjaganya Pak Pardi yang sangat familiar (“ramah”) mengantarkan kami ke kamar no.2 yang mempunyai 4 bed. Satu bed tersisa karena anak pertama kami Dessa tidak ikut ke Bandung dan lebih baik tinggal di Jakarta untuk konsentrasi acara dia seminggu kemudian. Kami tinggal di sana 2 hari dengan tarif cukup murah, apalagi di tengah-tengah semua hotel Bandung yang sudah “fully book” konon karena hari Sabtu 25 Oktober 2008 itu di Bandung ada 5 universitas yang mengadakan wisuda yaitu : ITB, Unpar, Unpas, Unyani, dan STT Telkom. Tarifnya adalah Rp 50 ribu per kepala per hari !

Sepanjang hari Jumat itu dari siang sampai tengah malam, kami disibukkan dengan berbagai permintaan Ditta yang harus dipenuhi satu per satu. Puluhan tokopun kami masuki, dan yang paling surprise adalah sangat sulit mencari jarum di kota Bandung. Hampir semua toko besar dan kecil yang kami masuki tidak menjual jarum di sore dan malam itu ! Hey,..bukankah yang sulit mencari jarum itu di tumpukan jerami ? Apakah Bandung sudah menjadi tumpukan jerami ? Hahaha..

Pelan-pelan saya dan keluarga sadar bahwa jaringan jalan tertentu di kota Bandung sangat sulit untuk dijalani, kata anak saya Ditta jaringan jalan di sekitar Jalan Riau, Cilamaya, Muhammad Yusuf, Aceh, dan sekitarnya bagaikan labyrinth !!! Semakin bingung menyopir melalui jalan-jalan itu semakin anda tersesat ! Jaringan jalannya tidak ada yang lurus, hampir semuanya curvy dan belok, serta banyaknya pertigaan dan perlimaan atau perempatan yang tidak tegak lurus 90% membuat pandangan sopir, apalagi di malam hari, menjadi blinded dan obstracted oleh mobil lain, pagar orang, atau rimbunnya dedaunan di Kota Kembang ini. Jaringan jalan yang berliku-liku tak beraturan ini mengingatkan saya di daerah Kebayoran Baru Jakarta yang sampai hari ini belum sukses saya jalani pakai mobil. Dan…tentu saja mengingatkan saya akan jalan-jalan di kota Munchen di Jerman sana….yang curvy, naik turun, dan tidak beraturan. Wah…Bandung dengan “rasa Eropa” nih…

Kebalikan dengan daerah Riau, Aceh, dan sekitarnya yang dipenuhi oleh Butik dan FO (Factory Outlet), maka daerah sekitar Cihampelas, Cipaganti dan Sukajadi adalah daerah sangat teratur dengan jalan-jalan serba lurus dan setiap perpotongan dengan jalan lain selalu dalam bentuk perempatan dengan sudut 90 derajat. Mudah…malahan sangat mudah untuk dikendarai dan dikenali jalan-jalannya. Tiga jalan tadi yaitu Cihampelas, Cipaganti, dan Sukajadi membentuh “avenue” yang membelah Bandung bagian barat dari Plesiran Valley dari utara ke selatan. Sedang jalan-jalan kecil yang membelah ketiga avenue tadi ibarat Street dalam tata kota ala Amerika. Misalnya jalan Pasteur dan jalan-jalan lain yang mengarah timur-barat. Mengendarai jalan-jalan sekitar Cihampelas dan Cipaganti dan sekitarnya ibarat mengendarai kota-kota Amerika. Teratur, lurus-lurus jalannya, dan sangat mudah dikenali. Mengingatkan saya akan kota Miami yang petanya sangat simpel : seperti kotak-kotak kecil yang jumlah street-nya saja sekitar 200 street. Itu hanya North Street saja, karena saya dulu tinggal di kampus FIU (Florida International University) di Bay Vista yang alamatnya 151st North Street !! Nah lu !.. Jadinya, berkendara di jalan-jalan Bandung sekitar Cihampelas, Cipaganti dan Sukajadi ibarat berkenda di Amerika, alias Bandung dengan “rasa Amerika”…hahaha…

Hebatnya lagi, kedua daerah “ala” itu dipisahkan oleh suatu lembah atau valley yang dinamai Plesiran. Makanya banyak orang Bandung, terutama rekan saya Budi Raharjo dari Elektro ITB yang sangat memimpikan Plesiran Valley sebagai “Silicon Valley”-nya Bandung sebagai tempat pusatnya orang-orang pinter mengembangkan “start up” companies untuk membentuk Indonesia sebagai e-economy yang sangat disegani di kawasan Asia Tenggara…

Bandung oh Bandung, memang tiada habis cerita yang bisa ditulis darinya…

Apakah anda berpendapat yang sama dengan saya ?

15 Comments (+add yours?)

  1. alris
    Oct 27, 2008 @ 14:22:35

    Saya juga gak hafal kota Bandung. Tapi setiap berkunjung kesana pasti ada aja cerita yang di bawa. Terakhir saya kesana tanggal 17 september 2008. Berangkat dari Uki menumpang bus primajasa yang terisi separoh. Perjalanan ditempuh dalam masa dua jam sepuluh menit. Setelah ada urusan sedikit saya mencari hotel (non bintang) ke daerah dago. Setelah ditanyain sana-sini pada penuh semua, karena ada keperluan pagi hari di daerah Cicadas deket rumah sakit santo yusuf akhirnya menginap disalah satu hotel di jl. ahmad yani. Saya tidak akan menceritakan tentang hotel tersebut, saya cuma mengeluh. Dengan tarif yang sama, saya pernah menginap di daerah dago dengan fasilitas AC nyaman, TV bagus, kamar mandi ada air panas, kasur & selimut empuk, kamar bersih dan ada welcome drink. Sementara hotel yang di jalan ahmad yani : AC wis tuwek bukan nyaman tapi bikin telinga gak enak, TV banyak gerimisnya dan salurannya sedikit, kamar mandi gak ada air panasnya, kamar terkesan tidak dibersihkan tiap hari dan welcome drink-nya air putih dalam teko plastik.
    Ada salah saya juga, kenapa gak liat dulu kamar dan fasilitasnya. Pengalaman mengecewakan.
    Btw, pasar cicadas sudah jadi mal megah, lalu pedagang sayur ditarok dimana? Abis saya gak masuk mal tersebut.

    Wah, salah satu pengalaman yang tidak menyenangkan ya. Tapi tidak fair kalau anda nyebut nama hotelnya dan anda bilang “Ini hotel jelek banget”…soalnya yang milih kan anda juga…hahaha…
    Mengapa naik bus Primajasa dari UKI ? Kalau saya lebih suka naik Baraya dari Jatiwaringin, persis di sebelah selatan (sekitar 100m) dari tol Cikampek, bergandengan dengan Restoran Padang Sederhana. Murah meriah (Rp 40 rb), perjalanan cuman 2 jam ke daerah Dago, dan bisa pesan dari rumah mau berangkat jam berapa…
    Wisuda anak saya kemarin sebenarnya mau cari hotel yang dekat2 ITB tapi sudah penuh semua karena hari itu ada 5 universitas yang punya acara wisuda di Bandung, akhirnya nginep di mess Tentara di Jalan Tirtayasa…masih cukup dekat dengan ITB..

    Reply

  2. yulism
    Oct 27, 2008 @ 23:37:22

    Wah jadi pingin main ke Bandung Pak Tri.. 😦 Terkadang saya berfikir, kalau di Indo saya ga berani untuk menyetir sendiri Pak Tri. Kalau disini kan peraturan lalu lintas tuh banyak banget yang membuat jalan menjadi lebih aman. thanks

    Bandung di tahun 1960an sebenarnya duiiingiiin dan uuuaaadeeem macam Colorado Springs di tahun 2008 sekarang lho mbak. Pohon-pohon masih banyak, rumah-rumahnya masih bergaya rumah Belanda (kebanyakan ber-arsitektur Art Deco seperti yang saya lihat di Miami), dan banyak seniman yang keren-keren (alm Harry Rusli, Benny Subardja, Deddy Dores, Rollies, Bimbo dan Iwan Abdurachman-nya)..
    Kalau mbak sudah bisa nyetir di Colorado Springs pasti dengan mudah juga bisa nyetir di kota Bandung, cuman setirnya aja yang di sebelah kanan. Bandung saya nilai masih bisa dikendarai (driveable) lho mbak, kotanya masih kecil dan sepi, lain dengan Jakarta yang kotanya lebar dan mobilnya banyak dan jenis kendaraannya juga banyak (ada busway, bajaj, metromini, mikrolet, bemo)…

    Reply

  3. bernadi
    Oct 28, 2008 @ 08:03:38

    wah setuju tuh pak!!!! dulu saya cari toko sosis n bakso di deket rel kereta di pasir kaliki susahnya setengah ampun…
    sekeluarga lagi pada ngidam itu tuh soalnya enak banget buat bikin nasi goreng di pagi hari heehehe
    pkoknya emank harus dapet deh tuh sosis n daging ham nya… luar biasa enak.. hehhehe tapi daging ham nya tidak halal seh pak…..

    Wah..sayang saya tidak bisa makan sosisnya soalnya ada ham-nya ya… 😉
    Apa baksonya juga mengandung B2 ? Kalau yang itu, saya sementara prei dulu, nggak boleh makan…hehehe…
    Kalau saya makan sosis atau bakso urat saya akan beli yang merk “Farmhouse” di Giant yang ada dekat rumah. Lumayan enak dan rasanya jauh di atas rata-rata rasa sosis dan bakso merk lainnya…

    Reply

  4. edratna
    Oct 28, 2008 @ 12:41:01

    Cerita wisudanya mana? Mesti di posting tersendiri…suasana wisuda ITB yang heboh, dan ada semacam mapramnya, serta kompak, membuat si sulung iri..kenapa ya kok nggak kuliah di ITB..
    Padahal di Fasilkom UI juga menyenangkan, wisudanya kekeluargaamn…tapi wisuda UI nya garing…hehehe….

    Di ITB grup angklungnya hebat, mengiringi wisuda dengan lagu2 kontemporer…..Tak terbayang jika S1 ITB jadi pindah ke Bekasi…..sama-sama ITB tapi situasinya pasti lain (bener ga sih rumornya…:P)

    Saya sebenarnya berencana menulis sekitar 7 tulisan tentang Wisuda ITB kemarin, sayang waktu jualah yang belum nemu. Kalau mau nulis posting siang-siang, pasti dimarah sama isteri yang lagi sutris mau ada hajatan. Terpaksa ini nulisnya malam-malam ketika dia sudah zzz…zzzz….zzzz… (menggergaji pohon)…hehehe…
    Iya memang Wisuda ITB ternyata heboh sangat, sayang saya tidak sempat memfoto banyak acara yang menarik itu. Supaya memori nggak hilang, nanti deh saya gambar aja pakai pensil (tentunya…kalau hajatan udah selesai..yaitu di hari Minggu 2 Nop nanti…)…

    Reply

  5. tutinonka
    Oct 28, 2008 @ 21:27:10

    Wah, di Bandung kok sibuk cari jarum, memang mau jahit apa, Pak? Saya belum lama ini ke Bandung, sayang nggak sempat menikmati wisata kuliner. Padahal konon Bandung surganya makanan yang bisa membuat lidah kita berdecap-decap …

    Udah pernah lihat toga ala ITB belum Bu ? Bentuknya paling aneh di dunia, tapi sebenarnya agak menyerupai “baju gajah” daripada “toga”…hehehe…;-)
    Selain itu, yang toga S1 ternyata model tidak berlengan alias “je-bleng” !! Kalau toga S2 baru berlengan pendek, dan toga S3 baru berlengan panjang dengan 3 garis berwarna abu-abu.
    Kalung toga-nya (disebut apa ya ? lupa !) kalau S1 berwarna biru ITB dengan strip warna kuning, S2 warna tembaga, dan S3 warna emas…
    Hehehe…ini hafal semua gara-gara isteri yang ngapalin waktu sebel nungguin giliran difoto di Jonas Studio selama 4 jam !!
    Nyari jarum soalnya untuk mengecilkan alias “nye-keng” toga anak saya yang kebesaran. Kalau nggak dijahit alias “di-sum” pasti mirip baju orang hamil, padahal badan anak saya tinggi kurus macam Twiggy si model Inggris tahun 1970an…

    Reply

  6. edratna
    Oct 29, 2008 @ 07:13:53

    Mestinya bilang Narpen…kan camer nya pinter njahit…..hehehe…karena sibuk ya, jadi lupa….

    Kita terlalu yakin ada satu toko di Bandung yang menjual jarum, sampai kita mencarinya sampai jam 21.00 tapi nggak nemu, akhirnya pergi juga ke Bubat (the needle store of the last resort)…

    Hehehe…hopo tumon !

    Reply

  7. alris
    Oct 29, 2008 @ 16:55:03

    Sengaja saya tidak menyebutkan nama hotelnya supaya tidak kena tuntutan hukum pencemaran nama baik. Naik dari UKI demi kepraktisan saja pak Tri. Biasanya malam minggu bus arah ke Bandung banyak bangku kosong. Wah, bapak penggemar sosis juga, sampai hapal mereknya.

    ITB sebagian katanya sudah “pindah” ke daerah Bekasi. Adanya di kawasan Jababeka, berkolaborasi dengan pengelola kawasan industri. Maka jadilah dia industri. Kalo industri biasanya tujuannya profit, ya pak Tri. Masa bangun industri buat beramal?

    Jonas emang top, kepercayaan hampir semua mahasiswa yang diwisuda di Bandung. Rasanya, bagi yang diwisuada, belum afdho kalau belum berfoto ria di jonas. Sewaktu ibunya anak-anak saya diwisuda, kami juga antri tiga jam di jonas jalan banda untuk mendapatkan giliran pemotretan. Potret maneh na….

    Duluuu…cita-cita mau masuk ITB tapi karena sesuatu dan lain hal yang kesampaian cuma jalan-jalan sekitar ITB, hehehe…

    Memang Jonas di Bandung tiada duanya ! Masak ngantri foto aja sampai nunggu 4 jam !!! Isteri dan anak saya yang barusan diwisuda sih tahan, tapi saya sebagai bapaknya bolak-balik molor di penginapan…dan bangun lagi ternyata di Jonas masih antri…

    Saya dulu juga pengin masuk ITB supaya menjadi “Idaman Tjewek Bandung” hihihi…ternyata belum berhasil dan malahan masuk IPB. Jadilah saya “Idaman Perawan Bogor”…hik..hik..hik…

    Kalau ITB punya kampus ke Bekasi, ya namanya tetap ITB tapi sudah bukan ITB lagi. Nah, bingung kan ?

    Nanti deh saya cerita bahwa yang disebut “University of California” itu jumlahnya ada 17 (UCLA, UCSB, UC Berkeley, UC Davis, dsb), dan “Indiana University” itu jumlahnya ada 8 (IU Bloomington, IUPUI Indianapolis, IU Kokomo, dsb)…

    Reply

  8. ierwan123
    Oct 29, 2008 @ 20:22:27

    wah wah…bapak singgah k bandung ga bilang-bilang neh…padahal kan kalo cuma ‘jarum’ bapak tinggal koling2 saya 😉
    wisuda ITB memang selalu mantab&penuh kejutan hahahaha…
    tapi ga kebayang deh keselnya keluarga bapak ngantri d jonas(mana hari itu yang wisudanya ada 5 kampus lg 😀 ) dulu sewaktu saya wisuda, meskipun udah booking sehari sebelumnya, tetep aja mesti nungguin skitar 1,5jam he5x

    btw, selamat atas wisuda putrinya ya pa!

    Terus terang, waktu pikiran lagi buntu nyari jarum nggak ketemu maksud hati ingin nelpon teman2 semua se Bandung euy….termasuk Mas Ierwan123, tapi nggak jadi. Untung akhirnya jarumnya nemu karena minjam di rumah Pak De-nya anak saya..
    Wisuda ITB emang heboh, tapi sayang peristiwa langka itu tidak didokumentasikan dan tidak ada film layar lebar maupun layar kecil yang membahasnya…Too bad…euy !
    Trims atas ucapan selamatnya…

    Reply

  9. alris
    Oct 31, 2008 @ 10:58:56

    ada yang ketinggalan.
    1. selamat atas diwisudanya anak pak Tri.
    2. selamat atas pernikahan anak pak Tri, yang akan dilaksanakan tgl 4/11/’08 (maaf kalo tanggalnya salah) semoga jadi keluarga sakinah, mawadah, warohma. Amiiin..

    Terima kasih…terima kasih…terima kasih…
    Dua minggu terakhir ini ibarat “Double Happiness” (bukan merk bat pingpong lho). Seminggu sebelumnya anak kedua Ditta diwisuda sebagai Sarjana Sains di ITB, dan hari kemarin anak pertama Dessa “tying the knot” dengan Mas Nanu teman sekelasnya di FH UNDIP.
    Bisa “Triple Happiness” bila dihitung sebelum diwisudapun Ditta sudah diterima bekerja magang di sebuah oil service company di Jakarta..

    Reply

  10. Ardianto
    Oct 31, 2008 @ 11:01:28

    Wisuda ITB memang meriah…
    Perasaan yang heboh mahasiswanya, bukan wisudawannya 😛
    Saya di sana kok Pak, berjaket abu-abu bersama yang lain, sambil teriak-teriak “Elektro, elektro, elektro!!”
    Terus dilanjutkan arak-arakan ke kampus bikin jalan macet
    untuk acara khas jurusan kami, wisudawan disetrum 😆
    Dilanjutkan perang air…
    Sialnya saya kena “peluru” yang isinya pete, jengkol, sama telur busuk…
    Baunya, euh…

    Oooo…oooo…ini tho yang mbikin arak-arakan wisudawan macet sak ITB, ternyata anak Elektro mengadakan ritual di depan gerbang utama ITB yang luaaammmmaaaa sekali sampai-sampai para orangtua nunggunya di jurusan sampai bokong serasa kapalen…hehehe…
    Soalnya rombongan anak saya tertahan di gerbang sampai sekitar 1 jam, setelah itu dengan hebohnya belok ke barat di jalan sebelah utama Gedung FT..beriringan dengan pasukan dari Matematika. Mereka semua saling lempar salam, saling beri hormat, dan memberi jalan satu sama lain. Jaket biru tua dan jaket merahpun beriringan “pulang”…
    Tapi tetap, yang memberi “element of surprise” tetap anak2 SR yang membangun “Tower of Bable” setinggi 10 meter dari bambu, dan satu demi satu entah gimana mbikinnya “Tower of Bable” itu copot..dan muntahlah keluar beberapa mahasiswa SR. Heboh euy !!!
    Tapi anak2 FT yang wisudawannya menyanyi keras “Demi Nafas”-nya Ungu dan “Kepompong”-nya SindenTosca…patut diacungin jempol juga lho…Wisudawan FT 2004 menyanyi keras dan cuman kedengeran suaranya saja di balik layar plastik tenda warna coklat..
    O ya terima kasih atas ucapannya, sorry…terlalu tegang suasana hingga teman2 dekat macam Mas Prihadi dan Oom Kikiek malahan tidak sempat tersampaikan undangannya, padahal sudah siap kirim…Kenapa begitu, tanyalah pada rumput yang bergoyang…hehehe…

    Reply

  11. Ardianto
    Oct 31, 2008 @ 16:22:11

    Btw, selamat buat pernikahan anaknya ya Pak… 🙂

    Reply

  12. Agung
    Nov 01, 2008 @ 09:16:59

    wahhh..!!
    titip ucapan selamat buat Mbak Ditta yah Pak..!!
    semoga makin hebad n sukses.
    titip ucapan selamat jg buat Mbak Dessa n suami,
    semoga jd keluarga yg sakinah,langgeng,rukun selalu,dan cpt diberi mongmongan.
    hehehehehe..!!
    selamat jg buat Bapak n Ibu yg ud dpt menantu,
    dan bntr lg pny cucu.
    hehehehhe..!!
    skali lagi maaf yah Pak,saya ga bs datang ke pestanya.
    klo doa restu pasti saya panjatkan.
    hehehehhee..!!

    Terima kasih..terima kasih..terima kasih…
    Yang penting doa restunya Gung. Sms dari Ronald juga sudah saya terima. Tak satupun warga Binus yang datang, soalnya saya sempet kebingungan mengundangnya. Saya sudah membawa puluhan undangan ke ruang dosen, tapi saya hitung kalau diberikan satu per satu akan ada dosen yang tidak kebagian…wah…bingung kan ? Semua dosen teman, dan teman lama sejak tahun 1980an sudah sama-sama mengajar di Binus.. Syukur, yang datang ke acara pernikahan Dessa membludak sampai parkirpun sulit…dan selama 2 jam terus-menerus kami berdiri menerima ucapan selamat dari tamu undangan sampai tidak sempat duduk…Saya tidak membayangkan bila teman2 saya diundang semua, wah tentu seluruh TMII parkirannya penuh…hihihi…
    Sekali lagi terima kasih atas ucapannya Gung, dan yang paling penting doa anda semuanya…

    Reply

  13. wicaksono
    Nov 01, 2008 @ 11:32:22

    iya benar apa yang sudah di tulis diatas , wisuda itb paling heboh se dunia,,selain mobil2 pribadi yang mangkal di parkiran area wisudaan , ada juga truk truk pasir atau yang biasa di pake buat ngangkut sapi jawa-jakarta untuk bersiap mengangkut wisudawan arak2an….moment tak terlupakan di kampus gajah ini, walau kecil tapi punya power yang besar akan persahabatan dan ilmu tentunya…

    Iya, sayapun baru tahu kalau “wisuda” adalah “acara terheboh” di ITB. Setelah itu yang “kedua terheboh” adalah “ospek jurusan/HMJ”. Dan ketiga terheboh adalah “Ospek ITB” yang jaman sekarang sudah dilarang ? Atau direduksi menjadi acara seremonial dan haha-hihi yang simplistik, ndeso, dan kalaut euy…(manajemen terlalu takut kalau terjadi kenapa-kenapa..)…
    Ya deh, nanti kalau sempat saya akan nulis satu per satu. Mudah-mudahan sempat dan ingat ya…

    Reply

  14. Agung
    Nov 02, 2008 @ 22:26:07

    byk amat Beh ucapan terima kasihnye.
    sekali aje cukup Beh.
    iye Beh,
    restu mah pasti aye panjatin.
    pan aye juge seneng kalo liat Babeh sekeluarge seneng.
    tapi aye nyesel juge Beh,
    kaga bise hadir di pestanye Babeh.
    padahal ude janjian ama temen2.
    hahahahahha..!!

    (*sori Pak,ntah kesambet siapa logat saya jd betawi. hahahahahha..!!*)

    Reply

  15. yoni
    Dec 31, 2008 @ 09:13:05

    maaf pak mau ikutan, soalnya nyebut2 bandung kota saya tercinta. kalau bapak ibu iseng-iseng baca buku sejarah bandung, bisa diketahui bahwa pemerintahan hindia belanda berencana memindahkan ibukota dari batavia ke bandung, oleh karena itu lansekapnya mirip2 kota di eropa (ada beberapa buku tentang itu, lengkap dengan foto2 jaman baheula). mulai dibangun di awal 1900-an. sisa-sisanya ya terlihat di daerah Dago, dan curves daerah Riau yang sempet membuat tersesat itu. apalagi kalau bapak ibu peminat arsitektur, masih cukup banyak bangunan tua yang khas (art deco) yang bisa dinikmati. beberapa di antaranya didesain oleh Ir. Soekarno. Pesan saya, selain menikmati nuansa kekinian Bandung, tak ada salahnya menikmati sejarahnya, sebagai tempat belajar Bung Karno, tempat lahir Harry Roesly, dan tentu saja tempat Ariel Peterpan mulai berkarir…
    P.S. Jarum bisa ditemukan di toko-toko kecil, sayang mereka tidak akan menjualnya malam-malam (pamali, bisa bikin toko tidak laku)..

    Kang Yoni,
    Atur nuhun atuh Kang, sudah diberi penjelasan yang sangat jelas…
    Masalahna teh, kayaknya pemerintah kota Bandung belum meng-explore situs-situs sejarah ex Ir. Sukarno yang anda sebutkan itu yah ? Saya kok belum pernah melihat ada sebuah rumah yang di depannya ada papan nama dengan latar belakang coklat dengan tulisan putih menandakan itu situs sejarah yang ramai dikunjungi turis…
    Jadi ingat waktu ke Salzburg, Austria dimana rumah tempat lahir Wolfgang Amadeus Mozart menjadi tempat atraksi turis yang ramai dikunjungi…
    Jadi pergi ke Bandung nggak hanya ke FO dan ngrasain yoghurt di Dago doang, tapi juga bisa dipakai untuk “sadar sejarah”…
    Lagunya aja sudah hebring euy “Hallo-Hallo Bandung”. Jadi tolong disampaikan ke Pak Dadang Rosada Walikota Bandung tentang hal ini ya kang…

    Reply

Leave a reply to alris Cancel reply