Saya bisa melakukan apa saja yang saya suka

“Saya bisa melakukan apa saja yang saya suka”, itulah akhirnya jawaban seorang pengajar kami – sebut saja namanya Dr. Park – ketika kepada beliau ditanyakan sebagai seorang Ph.D lulusan Amerika mengapa mau bekerja sebagai “pegawai negeri” di MORT (Ministry of Research and Technology) di Korea dan tidak bekerja sebagai pegawai Samseong (Samsung) yang merupakan salah satu “chaebol” (konglomerat) di Korea…

Ceritanya selama bulan September – Nopember 2001 saya bersama 43 orang lainnya dari berbagai lembaga riset dan teknologi di Indonesia seperti BPPT, LIPI, BATAN, dan LAPAN mendapat kesempatan untuk mendapatkan pelatihan di bidang Research & Delopment Management and Technology Policy di Korea dibiayai oleh Bank Dunia. Sehingga dimulai ketika berangkat tanggal 11 September 2001 ketika terjadi peristiwa besar penabrakan 2 pesawat Boeing 737 ke dua menara kembar WTC di New York, kami semua berangkat ke Seoul dengan isi kepala bertanya-tanya besar siapa gerangan yang meledakkan itu dan maksudnya apa…karena sebelum pesawat Garuda kami berangkat, kami menyaksikan berulang-ulang siaran CNN di Bandara Soekarno-Hatta yang menyiarkan peristiwa itu…

Akhirnya pesawat mendarat dengan mulus di bandara Incheon, bandara internasional baru Korea menggantikan Gimpo. Bandara yang berarsitektur kaca-kaca mirip layang-layang itu menyambut kita dengan dingin, namun ramah. Beberapa tentara paramiliter Korea yang berbaju hitam-hitam dan baret hitam hilir-mudik dengan senapan serbu M16. Salah satu teman kami di counter masuk Imigrasi Korea sempat tertahan selama 30 menit karena rambutnya yang gondrong, dan dengan tegas ia mengaku “Direktur”. Mungkin petugas imigrasi Korea belum mengerti di Indonesia ada direktur yang rambutnya gondrong..

Setelah perjalanan dengan bis sejenis Greyhound selama kurang lebih 1 jam dari Incheon mengarah ke selatan menyusuri Sungai Han yang selebar Sungai Musi itu, akhirnya bispun berbelok ke kanan menuju Hotel kami yang berarsitektur bata merah dan semen yang anggun, Hotel Kyo-yuk Mun-hwa Hu-Kwan. Nama hotel yang aneh dan sulit diucapkan itu ternyata artinya adalah “Persatuan Guru Republik Korea”. Wooo..alah..berarti temannya PGRI dong !

Datang ke hotel pukul 9 pagi, rupanya kami harus menunggu boss dari host kita datang menyambut dengan suatu standing party. Kamipun diberi sarapan berupa nasi rames Korea yang sedap, setelah sebelumnya dihidangkan berbagai jenis makanan “Kim-Chee” yang khas Korea. Akhirnya Standing Party-nya cukup sukses, dan kami makan banyak ikan salmon, carper merah, sushi, sashimi, sampai kaviar ! Terima kasih..terima kasih…

Kamipun giliran masuk kamar. Ternyata setelah dihitung-hitung dari kami ber-44, ternyata cowoknya kelebihan 1 orang dan ceweknya juga kelebihan 1 orang. Artinya, kami tidak bisa memaksa 1 cowok dan 1 cewek yang bukan suami-isteri itu untuk tinggal selama 2 bulan di Seoul yang dingin (lha kalau Seoul yang panas, emang boleh ?). Jadi keputusannya, kami mem-book 1 kamar lebih banyak daripada yang kami kira (ini yang membuat pengeluaran kami di Korea sedikit “agak banyak”). Masalah kedua, ternyata dari 23 kamar yang kami pesan, hanya 5 kamar yang “western-style” alias ada bed, kasur dan bantal seperti di hotel-hotel Indonesia. Sedangkan sisanya lagi adalah kamar “Korean style” yang sebenarnya mirip tidur di gardu ronda dekat rumah kita, alasnya papan tapi katanya di bawah papan itu ada saluran air panas yang mengalir terus-menerus dan berfungsi sebagai “heater” bagi kamar kita. Selain itu, di kamar “Korean Style” itu juga cuman ada 1 meja pendek, dan 4 bantal kecil sebagai “tempat duduk”. Kalau mau tidur, kita tinggal menggelar kasur katun tipis dengan bantal berupa guling anak kecil berisi gabah !!! Benar-benar khas Korea, tapi saya pribadi tentu pusing tujuh keliling selama 8 minggu tidur seperti itu. Untungnya, roommate saya merangkap boss saya Adi Saptari menang lotere dan kitapun menghuni kamar “western style” yang nyaman…

Kegiatan utama selama di Korea adalah mendapatkan training selama 8 minggu, dimana setelah 4 minggu kami akan mengunjungi lokasi industri atau lembaga riset yang dekat dengan Seoul namun di minggu ke 8 alias minggu terakhir kami akan berkeliling Korea selama 1 minggu penuh…

Setelah serangkaian kuliah dari jam 08.00 – 17.00 sore (konon pengajarnya 1 jam diberi honor sebanyak USD 1.000), kami mendapatkan seorang pengajar yang kami impikan. Beliau itu laki-laki muda Korea yang umurnya sekitar 40 tahunan, lulus Ph.D dari sebuah universitas di Amerika. Sebagai salah seorang Deputi di MORT, beliau memaparkan program-program riset dan teknologi di Korea, dengan jelas, gamblang dan blak-blakan…

Akhirnya Dr. Park-pun berkata ramah, “Ok if you have any questions please let me know, even if it is a rather personal questions”…

Saya, Pak Muchdie, Pak Ugay, Pak Dharmawan, Pak Iqbal, Pak Dyan, Bu Puri, dan Pak Adipun terpana dengan “tawaran” yang menarik itu. Saya lupa siapa yang bertanya waktu itu, mungkin Pak Adi atau Pak Ugay…

“Sir, may I have a rather personal question ?”

“Please go ahead…”

“Concerning that in Korea there are a lot of chaebols which make this country so advanced in science and technology, such as Samseong, LG, KT, Hyundai, why at that time you decided to choose to work in a government agency rather than in private company like Samseong ? I heard that Samseong building is very tall and there are a lot of beautiful women waiting outside of that building, dreaming that someday someone from Samseong building asked her to marry ?”

(Mengapa anda sebagai seorang lulusan terbaik dari universitas terbaik di negara terbaik kok tidak memilih bekerja di perusahaan swasta yang mentereng yang bergaji tinggi dan di luar gedungnya banyak menunggu cewek cakep untuk anda nikahi. Namun sebaliknya anda lebih memilih untuk bekerja sebagai pegawai negeri ?)

Dr. Park-pun tertawa lebar dan lepas, mungkin tidak selebar anggota Srimulat kalau ketawa, tapi ketawa malu-malu seperti ketawanya kebanyakan orang Solo yang sangat sopan…”No..no…about that beautiful girls’s story is a made up story”, akunya malu-malu…

“Saya lebih memilih bekerja sebagai pegawai negeri, karena itulah panggilan jiwa saya. Lagian pegawai negeri tidak jelek-jelek amat. Saya sekarang sudah mempunyai kedudukan sebagai seorang Asisten Menteri dengan seorang sekretaris yang siap membantu saya bekerja, dengan kantor yang hampir 4 kali lebih luas dari ruang seminar ini, dan yang paling penting…..sebagai pegawai negeri saya bisa melakukan apa saja yang saya suka….”…

Saya pribadi sangat senang dengan penuturannya yang blak-blakan dan seolah jawaban tersebut sudah “saya pesan” sebelumnya. Mengingat sampai tahun 2000 saya masih bekerja sebagai pejabat teras di sebuah universitas swasta, dan saya memutuskan untuk meninggalkan jabatan saya sebagai ganti dari sebuah kebebasan yang ingin saya dapatkan. Jawaban Dr. Park itu seolah menjustifikasi keputusan saya untuk kembali mengabdi di BPPT…

Keputusan saya untuk lebih mendalami “kepegawaian negeri” saya ini ada hasilnya, buktinya setahun kemudian saya mendapatkan kesempatan untuk mengunjungi Negeri Ginseng yang indah, penduduknya yang ramah, dan yang terpenting melihat semangat suatu bangsa untuk maju bersama negara-negara maju lainnya di dunia ini. Sebuah semangat yang mestinya ditiru oleh Indonesia (dan sudah diusahakan sejak tahun 1993 namun tampaknya kurang berhasil)…

Jadi, siapa bilang jadi PNS tidak enak ?

13 Comments (+add yours?)

  1. alrisblog
    Nov 19, 2008 @ 12:28:15

    Enak kalo jabatan PNS kalau sudah eselon, apalagi punya jabatan. Betul kan pak Tri. Saya sangat setuju kalo PNS banyak mendapatkan kebebasan dibandingkan pegawai swasta secara umum. Banyak orang berduyun-duyun pengen jadi PNS karena jaminan yang diberikan dan kebebasan yang lebih baik….

    Mas…itu tergantung PNS dimana tempatnya, di departemen apa ? Ada PNS yang “basah”, “basah kuyup”, “sedang-sedang saja”, “kering”, sampai “kering kerontang”, itu dari segi hewes-hewes (istilah saya). Ada PNS yang sering jalan-jalan ke luar negeri (Deparlu, KLH), atau jalan-jalan di dalam negeri (Depdagri, Deptan). Ada PNS yang sering dapat beasiswa ke LN (BPPT, LIPI, LAPAN, BATAN), dan secara umum banyak kesempatan pergi ke LN dalam rangka kerjasama G-to-G.
    Kalau mau dapat beasiswa, tidak peduli eselon berapa. Baru 2 tahun kerja juga sudah banyak tawaran ke LN..
    Tapi kalau kesempatan jalan-jalan, itu biasanya yang punya eselon atau jabatan, baik jabatan fungsional apalagi jabatan struktural..
    Namun, jadi PNS yang terpenting adalah punya rasa bebas yang luar biasa, dan anti stress karena nggak bakalan dipecat. Mungkin 2 alasan ini yang membuat setiap tes jadi PNS dibanjiri oleh peminat sampai luber..

    Reply

  2. Ria
    Nov 19, 2008 @ 13:57:15

    kalo calon PNS gmn tuh pak…hiks susahnya mesti menghitung ulang kebutuhan karena 1 thn harus dengan gaji CPNS…saya pernah dapat panggilan di BPK waktu itu sempet iseng masukin lamaran…tetapi urung ikutan karena saya masih membutuhkan sisi materi dalam saya bekerja…mungkin setelah jadi seorang istri mulai melirik lagi, lumayan bisa bagi waktu dengan keluarga dan pekerjaan…hehehehe…

    Mbak Ria,
    Setahu saya CPNS untuk sarjana gajinya sekitar Rp 1,1 juta (maaf bila kurang tepat). Dan masa CPNS ini benar seperti yang anda katakan harus dijalani selama 1 tahun. Bagaimana kita bisa “make the ends meet” dengan gaji hanya sebesar itu ? Tergantung CPNS-nya dimana, karena kalau di kantor saya CPNS-pun sudah boleh terlibat proyek (tentunya mesti nunggu tahun anggaran baru di bulan Januari). Ada honor OJ (orang-jam) yang berkisar sampai Rp 1,6 juta per bulan (untuk CPNS) dibayarkan Maret-Desember. Lalu ada honor perjalanan dinas sebesar Rp 300 rb per hari jika anda ikut perjalanan dinas. Kalau anda sebagai pakar, atau menulis tulisan ilmiah, itu ada honornya lagi. Jadi untuk kantor pemerintah yang cukup lumayan, sebagai CPNS-pun masih bisa nerima sekitar Rp 3 juta per bulan. Not bad ah ?

    Reply

  3. Ardianto
    Nov 20, 2008 @ 11:17:49

    Ayah saya PNS di departemen pertanian, emang sih kerjaannya sering keliling nusantara…
    Terakhir beliau ke Solok, saya bahkan nggak kebayang Solok itu kayak apa… 😆

    Mas Ardianto,
    Ke Solok ? Wah…mau ikutan dong !
    Saya sudah mengunjungi 17 propinsi dari 32 propinsi di Indonesia, tapi belum pernah sekalipun mengunjungi Sumatera Barat…padahal dari dulu ingin..
    Tahu nggak mas, Sumatera Barat itu gudangnya sastrawan dan pemikir di Indonesia ini. Setiap kota di Sumatera Barat saya kira pernah dibahas di buku-buku sastra yang dulu memenuhi almari buku Bapak saya…
    Solok kalau nggak salah tempat lokasinya cerita Salah Asuhan..pasti asyik mengunjungi kota itu sambil membaca-baca kembali buku Salah Asuhan..
    (seperti asyiknya mengunjungi Singapore sambil membaca novel sejarah “Sinister Twilight”..)…

    Reply

  4. alris
    Nov 20, 2008 @ 18:38:59

    @Ardianto & pak Tri
    SOLOK. Ada tiga wilayah yang memakai nama Solok, yaitu Kotamadya Solok, Kabupaten Solok dan Kabupaten Solok Selatan. Dulu, Solok adalah ibukota kabupaten Solok sebelum jadi kotamadya dan daerah otonom. Seperti dinamika daerah lainnya ibukota kabupaten Solok sekitar tahun 90-an dipindahkan ke luar kota Solok yaitu ke Koto Baru. Di tempat inipun ibukota kabupaten hanya bertahan beberapa tahun. Tahun 1997? ibukota kabupaten digeser lagi ke suatu tempat antara perbatasan Kayu Aro – Sukarami dipinggir jalan raya Solok – Padang yang sekarang dikenal sebagai Arosuka.
    Secara simbolik tgl 7 januari 2004 diresmikan kabupaten Solok Selatan yang beribukota di Padang Aro. Saya berasal dari kampung di salah satu kecamatan di kabupaten Solok Selatan.

    Saya tersanjung dikatakan Sumatera Barat gudangnya sastrawan dan pemikir di Indonesia. Saya baru tahu kalo setting cerita Salah Asuhan karya Abdul Muis itu di Solok. Semoga saya tidak menjadi pendendam kultural sebagaimana Hanafi –tokoh berpendidikan eropah yang tercabut dari akar budaya– seperti yang diceritakan novel itu. Suer, saya belum baca novelnya, tapi baru baca resume cerita saja di salah satu koran.
    Mbediun juga gudangnya sastrawan, lho pak, juga sekarang mungkin gudang cewek cakep (Dian Sastro contohnya) hehehe…

    Uda Alris,
    Emang Sumbar itu gudangnya sastrawan (Marah Rusli, St.Dato Majoindo, Hamka, Dt. Sutan Sati, dsb), gudangnya pemikir lulusan Kayu Tanam (Moh. Hatta, Haji Agus Salim, Tan Malaka, Sutan Sjahrir, Syafii Maarif, dsb), serta gudangnya Uni-Uni cakep…hehe…
    5 dari 10 buku sastra yang saya baca tahun 1960an-1970an pasti pengarangnya orang Sumbar. Dan kebanyakan ceritanya Solok-Pariaman bolak-balik, kadang-kadang cerita tentang Bukit Tinggi dan juga Padang beserta pantai Ombak Purusnya, tapi dua kota yang terakhir ini banyak muncul di cerpen bukan di novel sastra….
    Syukurlah Uda Alris orang Solok juga, berarti kapan-kapan kalau lagi pulang kampung boleh dong saya ikut…hehehe…
    Madiun memang banyak penulis dan sastrawannya. Sastrawan Umar Kayam berasal dari Madiun, tepatnya Ngawi. Sastrawan Subagjo Sastrowardojo yang terkenal dengan cerpennya “Kejantanan di Sumbing” adalah juga orang Madiun, yang kebetulan kakeknya Dian Sastrowardojo (Dian Sastro). Memang cewek cakepnya Madiun ya mukanya mirip Dian Sastro itu, agak mirip cewek Jepang bedanya kulitnya agak kuning langsat, tidak putih..
    Dari Madiun juga banyak penulis handal, bahkan gaya bahasanya khas Madiun yang sedikit banyak saya tiru di Blog ini, yaitu dikit-dikit pakai bahasa Jawa seperti njlimet (kompleks), dsb. Contohnya adalah Pak Sjamsoe’oed Sadjad (Professor di IPB), dan juga Slamet Suseno (alumni IPB) yang dulu suka nulis di Intisari dan Trubus…
    Tahu nggak mas, sampai sekarang buku-buku Sastra karangan orang Sumbar masih menjadi buku wajib di sekolah-sekolah di Malaysia ? Salah Asuhan, Di Bawah Lindungan Ka’bah, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk, Siti Nurbaya….pasti anak-anak di Malaysia lebih hapal luar kepala dibanding dengan anak-anak Indonesia sekarang ini…

    Reply

  5. thomas peter
    Nov 20, 2008 @ 21:58:35

    selamat pagi/siang/malam…..
    ini pak.tri yg alumni SMASA Madiun itu khan….
    hohohohohohoho…:)
    ktemu jg blognya….
    saya Peter…temennya Disha juga….
    slam kenal dr saya….
    terima kasih….

    Thomas Peter,
    Selamat pagi….salam kenal juga… 😉
    Iya waktu itu Disha di Oswego, NY suka mengunjungi Blog ini dan meninggalkan kata-kata di “About Me’, tapi setelah pulang ke Indonesia mungkin dia jarang ngenet lagi karena sibuk belajar lagi di kelas 3..
    Makanya pada suatu hari saya ngintip blognya mbak Yulis, ternyata adik kelasnya Disha di SMA 1 Madiun yang namanya Thomas Peter sekarang sedang ada di Colorado Springs, CL jadinya saya penasaran ingin tahu juga…
    Ok deh, selamat menikmati program AFS/YES selama setahun di US, mudah-mudahan anda akan kembali ke US lagi (kuncinya, baca di “About Me”)…
    Satu pertanyaan lagi, mengapa anda sebagai orang Madiun namanya Thomas Peter ? Boleh aku nebak ? Pasti ortu anda dari NTT ya, dan pasti ortu anda perwira TNI-AU ya ? Kalau ya pasti ortu anda bakal senang sekali karena di Colorado Springs ada US Air Force Academy (AAU-nya Amerika)…

    Reply

  6. totok
    Nov 21, 2008 @ 20:06:35

    Wah, kita alumni SMP 2 yang boleh berbangga hati ya Cak Tri. Soalnya kita sama-sama bisa ngelayap ke luar negeri,…..gratis lagi.
    Nasibmu jadi PNS bisa membawa ke LN, lha nasibku jadi jurnalis juga membawaku ke LN.
    Hidup memang aneh ya Cak Tri, suatu saat aku kuliah di Akademi Wartawan Surabaya pernah nyambi jadi tukang cat bergelantungan ngecat temboknya Hyaat Hotel di Surabaya, saat yang lain ternyata aku sempat tidur di hotel yang lebih mewah dari itu,…di luar negeri lagi, berkali-kali lagi.
    Hebat gak, koncomu sing biyen boso Inggrise nang rapor entuk 4 isok ngelayap tekan LN ha…ha..ha. Nek Thomas nang Amrik iku biasa, soale dia pinter dan Inggrisnya pasti nyas nyis nyus koyok londo ha…ha
    Jadi sebenarnya, alumni SMP 2 itu hebat-hebat yo, atau nasib baik aja.
    Padahal biyen sekolah SMP tak sambi dadi loper koran Dharmo Kondo (he…he awakmu ternyata isih eling wektu tak pekso langganan). Awak kuru kurang gizi. Tapi sekarang, biar melarat masih terhormat ha…ha… minimal aku saiki dadi penulis biografine Pak Tarmadji, iku lho Ketua SH Terate karo sejarahe SH. Engko nek awakmu nang mbediyun tak kasih 1 buku, utowo kasih dong alamat rumahmu.
    Gak taulah. Nek gak nasib baik gak isok muter Asia he…he…he
    Tapi nasibe isih apik awakmu, tekan Amrik barang. Aku meh wae budal nang Jerman, tapi waktu tes boso Jerman isokku cuma Ich liebe dich n he….he…. Jadi yo gak sido, jan-jane yo eman, gratisan.
    Lha iku si Thomas muncul nang Blog iki. Dia memang tak suruh cerita di Amrik (sesuai usulanmu kan, ha…ha).
    Ok sampai ketemu besok,

    Tok,kon sempet ke luar negeri iku mungkin mergo jenengmu “Prihatin Rahayu” mbok ilangno.Coba yen nggak, mungkin saiki kowe isih ngecet temboke Hotel-hotel yang lainnya di seluruh Indonesia. Mergo jenengmu kari “Santosa” sing artine “kuat” (tough, die hard) mongko sampeyan isok jalan-jalan nang luar negeri kanti “abidin” (atas biaya dinas)…whekekkekkek….
    Wah..kon dikongkon Mas Tarmaji nulis sejarah SH Terate ? Aku mbiyen nate lho latihan SH bareng karo Seling, Edy Asmanto, Witono Basuki, lan Purwoko (Simbah). Tapi mungkin sing dadi pendekar mung Seling, Edy Asmanto lan Witono Basuki, sedangkan aku lan Simbah ming dadi “pendekar” (pendek lan kekar)…hahaha…
    Aku wis nate ketemu karo Mas Tarmuji lho pas mbiyen isih latihan SH neng Kabupaten, neng Pangongangan, lan neng Njoyo…. Wah, seneng krungu Mas Tarmuji masih sugeng…dulu awake mase kuwi kuru lan rambute lurus…
    O ya pancen enak turu neng hotel mewah, apamaneh yen dibayari lan mulihe nggowo opo-opo sing iso digowo (handuk, kimono, sandal, sikat gigi, benang lan jarum, dsb).Yen hotel neng Amrik iku boleh menurut aturan malahan dipersilahkan, tapi omonge nek hotel Jepun omonge kudu mbayar barang…hehehe…
    Iyo Tok, mudah-mudahan engko cepet ketemu asal janji kowe ra utang karo aku lho yo….whekekekkekkek…

    Reply

  7. thomas peter
    Nov 21, 2008 @ 21:53:27

    hahahahahahahahhahahah…..kenapa nama saya Thomas Peter?????

    hmmmmm….begini ceritanya….
    nama lengkap saya Thomas Peter Wijaya…
    yaaahhhh,,,,,saya sdikit bruntung laah soalnya temen2 saya disini tidak kesulitan manggil nama saya….cuma last name saya yg “INDO” banget..

    kadang2 mreka susah manggilnya….coz dsini khan nama saya Thomas Wijaya…..
    panggilannya Peter….hahahahahhaha….
    sounds weird….

    ortu saya bukan TNI kok….
    wiraswasta ajah….heheheh 🙂
    dan takdir-lah yg membawa saya sampe CO Springs…(untung aja ga ditempatkan di Alaska)..
    hehehehehehhe 🙂

    Yuuppp…..saya berusaha untuk mencari kesempatan lagi untuk bisa kembali nuntut ilmu disini…
    Semangat….Berusaha……

    Ooo..gitu tho ceritanya…. 😉
    Jadi sama dong dengan teman saya Charles David Boyer. Dia nggak suka dipanggil “Chuck” (dari kata Charles) makanya semua orang manggil dia David…hehehe…
    Colorado Springs is not bad lah, malahan you’re pretty lucky. Oswego juga ok, asal nggak ditempatin di LA atau San Diego saja…soalnya ntar nggak sekolah karena ngeliatin wanita berbikini mulu…whekekkekkek….

    Reply

  8. thomas peter
    Nov 21, 2008 @ 21:55:14

    Pak.Tri masi bekerja di BPPT sekarang????

    eyang saya juga kerja disitu…
    udah lama juga kayanya…….

    Eee…siapa nama eyang anda, bukan Prof. Kho dari ITB kan ?
    Siapa tahu eyangmu sekarang masih kerja di sana…nanti saya say Hi lah ama beliau…

    Reply

  9. thomas peter
    Nov 24, 2008 @ 21:35:16

    bukan……
    nama eyank saya Ir.Soewono…..
    dia bolak-balik jogja-jkt tiap minggu….
    senin-jumat kerja di jkt…
    weekend balik ke jogja…
    coz rumahnya jogja gt…..
    hohohohohohohoho 😉

    tp ak krg tau dia di bagian apa…..

    Hallo Peter,
    Saya sudah cek ke beberapa teman lama BPPT kayaknya tidak seorangpun ingat ada nama Ir. Soewono. Kemungkinannya anda salah nama (yang dikenal misalnya Ir. Sarwono) atau eyang anda itu sebenarnya tidak di BPPT tapi di Kementerian Ristek (gedungnya sama, boss-nya sama, tapi unit kerjanya lain). Dan biasanya orang2 BPPT tidak kenal dekat dengan orang2 Ristek, dan kalau ketemu just to say Hi saja…

    Reply

  10. totok
    Nov 25, 2008 @ 21:10:06

    Eh, ojok ngganti jenenge uwong. Pak Tarmadji diganti Tarmuji. Beliau masih sehat, saiki dadi Ketua DPRD Kota Madiun. Salah satu donatur koranku ya beliau iku, isih percoyo nek tak utangi, tapi mbayare……potong honor nulis buku ha….ha.
    Buku biografine wis dadi, engko nek nang mbediyun tak siapke siji tukunen ha….ha.
    Iyo aku yo ngerti nek sampean biyen wong SH Terate, tapi konco-konco liyane nang endi kabeh ya. Seling, Purwoko, Eddy Asmanto dll.
    Tapi jare wong Suroboyo, ”Jangkrik” tenan, arep ketemu wae wis dipalangi gak oleh diutangi. Nek nang sampean aku gak arep utang duwik, tapi utang yok opo carane golek utangan gae nggedekke koran hee……he.
    Aku jan-jane gak ngguwak jenengku Prihatin Rahayu Santoso, soale iku onok artine. Semula prihatin dulu dan berjuang keras, tapi selalu selamat alias Rahayu dan terakhir kuat. Tapi yo iku cak mbolak-mbalik, bari prihatin, terus rahayu, terus santoso eh……saiki mbalik prihatin maneh ha…..ha…ha. Tapi tak jamin isih tetep santoso alias kuat tenan, nek ora kiro-liro wis kenek struk.
    Betul cak, roto-roto hotel sing tak ampiri barang-barange oleh digowo gae sopenir, kecuali resepsionise gak oleh digowo. Tapi waktu nang Hong Kong, petugase tau tak apusi, aku nyetel film porno kan harus bayar, aku alasan salah pencet, mereka percaya, lumayan 15 menit gratis. Tapi gak ngerti yo nek sing kon mbayar sing ngundang aku he…he.
    Kapan mulih nang mbediyun, nek pensiun nang mbediyu wae, nang Jakarta stress kakehan macet. Ok salam untuk semuanya.

    Totok,
    Weee..hehe..salah setitik ora opo-opo….little wrong no what what lah….hahaha…
    Iyo aku isih kelingan jenenge njenengane Pak Tarmaji alias Mas Sutarmaji. Kalau nggak salah rumahnya Jalan Dr. Sutomo di ujung jalan tusuk sate dengan Jalan Kalimantan, iya bener tho ?..
    Aku mbiyen sempat di SH Terate 3 tahun, kelas 1-2-3 SMP lan awal SMA, tapi 2 tahun terakhir ora munggah-munggah kelas….kelas Jambon terus….pas arep naik nang Ijo diancam karo pelatihe…”Yang jambon dari tanggung nggak boleh ikutan naik ke ijo lho. Kalau ada yang berani ntar digebugi !..”. Oleh ancaman koyo ngono aku konsul karo Seling, “Wis to maju terus, melu ujian. Mengko nek ono opo-opo aku sing turun tangan”. Turun tangan ? Iyo nek Seling ono, yen dekne ora ono (dekne dudu pelatihe) terus aku digebugi untuku rampal kabeh, njur piye ? Tak itung-itung 7 bulan lagi sah-sahan dadi pendekar. Menurut etunganku, 7 bulan nggak cukup ngge sabuk Ijo lan Putih, opo maneh yen isih “ndongkrok” neng Jambon….akhirnya, aku malahan metu soko SH Terate. Tapi jiwaku dan reflekku isih katon SH-ne lho…ojo coba-coba sampeyan cak…mengko tak hiaaaaaattt….hahaha…
    Rong wulan soko kono, aku malah mlebu Betako MP ing Jalan Jambu dadi muride Mas Yadi Mintaraga. Neng panggonan anyar aku ketemu konco-konco SMP 2 meneh koyoto : Hamdani (3A), Syaiful (3B), Basuki (3C). Lumayan, belajar yoga untuk konsentrasi dan kesehatan. Mulane aku senajan ora tau sinau neng SMA lan universitas, nilaiku yo ora elek-elek banget. Yen C utawa B, yo oleh…hahaha.. Mboso wis tuwo ngene, nek loro sitik terus konsentrasi lan yoga…ajaib loro iso ilang…cuman aku isane ngobati awakku dewe, yen awake uwong paling yo nganggo pijet ala wong Meduro…hehe…
    Nggedekne koranmu ? Mengko lah cak, sopo ngerti aku ketemu wong sing penting lan dalam rangka CSR iso mbiantu dalane koranmu. Sing sabar wae…. Minggu ngarep aku neng Suroboyo (pabrik kapal), nggak ngerti iso mampir mBediyun opo ora. Sing jelas akhir tahun aku arep ngajak mlaku-mlaku Simbah Kakung* neng Semarang, lan mBediyun. Mudah-mudahan Simbah isih kuwat, soale wis rong tahun ora diajak mlaku adoh…hehehe… (* Suzuki Sidekick 1997-ku )…

    Reply

  11. totok
    Nov 26, 2008 @ 11:09:05

    Wah, nek simbah kakung ora kuwat kudu dijamoni diuntali telor ayam mesti jos. Pokoke nenak nang mbediyu kudu mampir, yo paling ora isih ngerti mlaratku masiyo ora weruh sugihku ha…gha….ha. Mlarat kok dipromosikan.
    Tapi biar gitu pokoke masih berharga, buktine wis puluhan tahun gak nang mbediyun, eh…isih onok sing merlokke. Sak liyane mas Madji, aku saiki yo ditarik nang Ponorogo ethok-ethoke dadi konsultan media he…he…he. Onok job anyar rek.
    Nek sampean job kapal, aku job cilik-cilikan wae. Sing penting otak masih berharga bagi orang lain. (sombong yo)
    Mas Madji iku omahe biyen nang Jalan A Yani, terus saiki omahe gedong magrong-magrong nangjalan letjen Haryono, cedak omahmu kae lho.
    Saiki SH jaya, soale wis duwe padepokan nang Jalan Merak, gede banget trus duwe guest house

    Yo mudah-mudahan si Mbak Kakung-e kuwat tekan Semarang lan mBediyoen…. 😉
    Yen ora kuwat yo didelok mengko wae, sakjane ora ono masalah ming senengane mesine panas yen nembus lalu lintas Jakarta sing super macet lan kiri-kanan-e mobil liyane lan beton-beton jembatan lan gedung….
    Wah,,syukur SH duwe padepokan dewe opo maneh ono guest house…kapan-kapan nginep neng kono…hahaha..

    Reply

  12. Anwar Ashari
    Apr 26, 2009 @ 17:03:57

    Saya setuju kalau daerah SUMBAR dikatakan gudangnya orang berbobot.
    Oleh penulis buku:
    40 HARI DI TANAH SUCI

    Reply

  13. lom bok
    Oct 09, 2010 @ 19:15:55

    hemmmm….

    Reply

Leave a comment