ASTAGA peduli pendidikan

Think bigger than yourself” atau “jangan pikirkan dirimu sendiri tapi pikirkan juga orang-orang lainnya” adalah nasehat bijak yang suka disuarakan oleh orang-orang bijak di luar sana..

Artinya, alangkah mudahnya memikirkan kebutuhan sandang, pangan dan papan sendiri karena hal itu kalau kita sabar akan datang dengan sendirinya. Namun sebagai orang yang serba dikaruniai (“advantage person“) kita selayaknya juga memikirkan orang-orang yang serba kekurangan (“disadvantage persons“) di luar sana. Dengan demikian, dunia ini akan menjadi dunia yang lebih baik bagi kita semuanya…

Oleh karena itu teman-teman saya IPB Angkatan 13 atau Angkatan 1976 yang disebut “ASTAGA” (singkatan “Ayo Santai Tapi Awas GAgal”) mengadakan Reuni Akbar di bulan Juli 2007 yang lalu setelah 27 tahun (!!!!) tidak saling ketemu selepas lulus di tahun 1980. Dari satu angkatan sejumlah 543 orang (sekitar 15 orang sudah meninggalkan dunia yang fana ini), sebanyak 350 orang (70 %)  hadir di Reuni yang diadakan di Sentul Selatan itu…

Hasil temu-temu teman tadi, pertemanan yang pernah terjadi nun di 27 tahun yang lalu ingin dipererat lagi dengan suatu kegiatan “tabungan akherat” yaitu memberikan beasiswa kepada para mahasiswa TPB (Tingkat Persiapan Bersama) IPB yang umumnya rentan terhadap kebutuhan beasiswa ini. Di tahun 2007 yang lalu telah diberikan 13 beasiswa untuk membayar SPP selama 1 semester masing-masing berupa uang Rp 1 juta. Mengapa 13 ? Karena itulah angka keramat untuk angkatan kita, Angkatan 13..

Sabtu tanggal 20 Desember 2008 kemarin ini di suatu sore hari yang dingin di Bogor, bertempat di (mantan) ruang sidang Rektorat IPB di kampus Baranangsiang hadir 26 orang (2 x 13 orang) calon penerima beasiswa “Astaga Peduli Pendidikan” beserta 13 orang penerima beasiswa tahun lalu.. Hadir pula 18 orang wakil Astagian dari seluruh Indonesia dan seluruh dunia, karena ada yang baru datang dari Medan dan dari Brunei…hanya untuk menyaksikan peristiwa bersejarah ini…

Acara yang dibuka oleh Erna..eh..Aska yang mantan penyiar Radio Marcella setelah molor setengah jam dari jadwal semula jam 17.00 itu sempat terganggu sound system yang belum terpasang. Tapi selanjutnya, Kang Asep yang punya gawe dengan lancar membawakan acaranya..

Yang mengharukan, acara dibuka dengan menyanyikan HYMNE IPB yang saya sendiri tidak pernah mendengarnya dalam 28,5 tahun terakhir ini ! Hymne yang syairnya dibuat oleh H. Syafei Atmodiwiryo dan aransemen oleh Koesbianto itu kita nyanyikan dengan khidmat…walaupun Astagian yang tidak pernah merambah kampus ini harus nyontek syairnya…

Institut Pertanian/pengabdi nusa bangsa/Menempa tunas muda/cendekia pencipta jaya

Bergema swara cita/amalkan ilmu tuk Nusa/Dengan semangat bergelora/jayalah IPB Kita

Tugas bakti civitasnya/laksanakan selalu/Tridharma nan mulia/IPB terus maju

Institut Pertanian/pengemban cita suci/Institut Pertanian Bogor/almamater kami

Acara kedua adalah perkenalan para Astagian yang hadir. Dimulai Desy (Fapet) yang alumni Sekolah Indonesia Kuala Lumpur itu dan Pak Desy (suaminya) yang dari Teknik Perminyakan ITB, Kang Asep (Statistika) yang sempat menikmati beasiswa Supersemar setahun tapi kemudian dicabut karena “melawan” pemberi beasiswa, Aska (Sosek) yang juga mengajar di Program S2 IPB, Bahtiar (Statistika) yang sekarang Warek I sebuah PTS papan atas di Jakarta, Gozali Muchdie (FKH) “orang Brunei” yang datang ke IPB pengin jadi dokter eh adanya dokter hewan dan sempat diuji lisan Prof. Titus (almarhum), “Dimana letak jantung anjing ?” dan dijawab “Sebelah kiri, Prof !” dan dihardik oleh Professor “Goblog kamu, keluar !!!!!”…dan ternyata hanya 3 orang yang lulus ujian lisan dari 30 orang termasuk dirinya (soalnya yang 27 orang menjawab “Di sebelah kanan, Prof !“). Ada lagi Siti Nuramaliati (Fapet ?) yang panggilan populernya “Lilik” yang sekarang jadi Biologist di LIPI, Ingrid (THP) dosen FKUI yang sempat “terjebak” ojek payungnya Prio Waspodo yang sekarang jadi suaminya, Hermien (Sosek) alias “Entuk” yang sekarang bekerja di Oil Company, Anna Mariana (HPT) yang bersama Rawit suka berjualan batik dan ngeceng di PKM di tanggal-tanggal tua dengan harapan ada yang ngajak makan (!!!) yang sekarang bekerja sebagai konsultan renewable energy di sebuah Oil Co, Gayatri (Agronomi) alias Rawit yang pernah menduduki kursi paling empuk di sebuah bank BUMN dan sekarang menjadi pendidik banker itu (“Waktu sekolah dulu di Agronomi belajar tentang bunga, eh setelah kerja malahan mengurusi bunga bank“), Nora Panjaitan (MP) orang Batak bersuara keras yang mengaku “tak pandai mencari suami” akhirnya dapat teman sebangkunya itu karena “mudah, murah, sudah tahu kelebihan dan kekurangannya”, Nurhaeni (MP) yang merupakan salah satu cewek “tercakep” di MP (maklum, jumlah ceweknya cuman 3 dari 40 orang mahasiswa MP), Priyo Waspodo (THP) yang jarang belajar karena lebih sering main gitar dan “ngojek payung” akhirnya dapat tumpangan Ingrid itu, Tri Djoko (STK) dosen cum peneliti yang pengin masuk Statistika karena “cewek-ceweknya paling ok punya” tapi setelah masuk jebul cowok semua itu, Rachman Effendi (STK) si juragan kaos dan tukang kredit tea, Balaman Tarigan (Agronomi) yang dulu waktu mahasiswa kacamatanya paling tebal dan it turns out sekarang kantongnya paling tebal itu, Komarsah (Tanah) yang dari dulu suka ngintip-ngintip di jurusan HPT akhirnya dapat Lidia dan sudah bercucu umur 8 bulan itu, dan last but not least Basuki (Tanah) yang sekarang mengabdi sebagai dosen dan lagi dikejar deadline sehingga “dipaksa” datang ke ruang pertemuan ini…

Pokoknya intro dari teman-teman Astagian cukup kocak, menyentuh, dan penuh motivasi sehingga adik-adik baik yang pernah menerima beasiswa Astaga maupun yang belum pada tertawa terbahak-bahak, merenung, dan mendengarkan sepenuh hati.. Oya, penerima beasiswa Astagian ini adalah dari Angkatan 44 (tahun 2007 kemarin) dan Angkatan 45 “Patriot” (tahun 2008 sekarang ini)..

Acara selanjutnya, setiap Astagian yang hadir secara bergiliran memberikan beasiswa kepada mahasiswa yang namanya dipanggil. Berdiri di tengah, diberi amplop coklat berisi uang Rp 2 juta untuk membayar SPP selama setahun, menandatangani kwitansi tanda terima, dan bersalaman dan mendengarkan petuah-petuah “kakak kelas” (eh karena jaraknya 32 tahun apa nggak sebaiknya disebut “bapak kelas” atau “ibu kelas” ? Hahahaha…)…Saya sendiri kebagian memberikan beasiswa kepada adik Rafika, NIM G14080084, “Selamat belajar ya !” pesan saya…

Sayang sms yang membanjir dari “komandan” alias isteri saya yang mengingatkan saya supaya segera mengantar anak sulung saya ke rumah mertuanya menyebabkan saya tidak bisa mengikuti acara ini secara penuh dan harus segera cabut ngebut ke arah Jakarta… dan saya kehilangan kesempatan untuk ditraktir Rawit (sebagai bendahara tentu saja !) dan kawan-kawan yang mungkin akan pergi ke Cafe DeDaunan menikmati pofertjes dan bajibur di malam yang dingin itu….

Tapi Bogor yang dingin, misterius, dan anggun itu telah melemparkan saya ke masa 32 tahun sebelumnya yang di bulan Januari 1976 kampus ini dan kota ini telah menerima saya sebagai salah satu mahasiswanya, berangkat dari sebuah kota kecil di Jawa Timur sana…

Mata sayapun berkaca-kaca mengingat ayah saya yang tergolek lemas karena sakit di bulan Januari 1977 dan saya dipanggil IPB untuk menerima beasiswa Supersemar.. Dan sekaranglah waktunya bagi saya dan teman-teman Astagian semuanya untuk lebih “berpikir lebih besar daripada mikir dirimu sendiri”…antara lain dengan bersama-sama menyingsingkan lengan baju untuk memikirkan pendidikan adik-adik kita di TPB IPB yang menurut rencananya di tahun 2009 nanti akan memberikan beasiswa bagi 39 orang (3 x 13) mahasiswa TPB IPB.

Hayo, siapa yang belum ikutan ??? Sebelum terlambat loh !

“Think bigger than yourself !”

“Ayooo !!!”

(Ditulis oleh Tri Djoko, bukan wartawan, tapi seorang Blogger)

6 Comments (+add yours?)

  1. alrisblog
    Dec 21, 2008 @ 21:18:44

    Wah pengen deh ngikutin jejak langkah pak Tri. Saya pernah nerima beasiswa supersemar beberapa bulan dan jadi anak asuh selama setahun.
    Kalo dipikir-pikir banyak lho siswa, mahasiswa yang terbantu beasiswa supersemar itu. Kalo yang ini mungkin “minyak pelumas” dalam bidang pendidikan, ya pak Tri.

    Tapi nanti kalau ekonomi anda sudah mantap..tap…tap…sebaiknya memelihara satu atau dua anak asuh yang selalu diberi sangu setiap bulannya supaya bisa tetap sekolah. Ingat, kita sekolah sampai tahap setinggi ini kan karena doa “mereka” juga….

    Reply

  2. alrisblog
    Dec 21, 2008 @ 21:41:34

    Insya Allah, pak. Cita-cita saya memang pengen jadi bapak asuh dalam bidang pendidikan. Duh, betapa bahagianya kalo anak asuh berhasil dan sukses. Saya juga senyum-senyum membaca cerita pak Tri mengenai teman-temannya. Untung tukang warnetnya gak liat, kan bisa dikira orgil kalo senyum-senyum sendiri, hehehe….

    Hehehe…senyumlah…mumpung senyum belum dilarang di republik ini….
    Teman-teman saya memang banyak yang ueedaaaan….jadi kuatkanlah hati ini untuk menghadapi “keedanan” mereka itu…hihihihihi….

    Reply

  3. alrisblog
    Dec 22, 2008 @ 10:31:33

    Adagium bahwa “ilmu ditemukan di Eropa, dikembangkan di Amerika, dibuat produknya di Jepang, dan dipakai oleh orang Indonesia” bener sekali pak. Sebagai orang lapangan yang sering blusukan masuk dusun keluar kampung saya mengalaminya. Sesekali kalo adagium itu dibalik bisa gak pak, ya. Indonesia gak usah jadi penemulah cukup jadi pembuat produk aja, saya pikir akan sangat membantu cita-cita mulia para pendiri bangsa : gemah ripah loh jinawi, tototentrem kertaraharja (kalo kalimat ini pak Tri pasti lebih nyamleng dan maknyuss yang menjelaskannya, suer saya cuma nyontek doang, hehehe…)

    Lha celakanya hari ini sudah dibuat di Jepang, besoknya eh produknya dibuat pula di China dengan harga murah sampai 1/3-nya. Lha kapan Indonesia bisa bikin produk ? Bisa, produk anak ! Hahahaha….
    Industri manufaktur Indonesia udah kacau beliau dari awal berkat tidak nyambungnya kebijakan satu dept dengan dept Perindustrian. Tidak ada insentif-disinsentif sehingga pertumbuhan kacau beliau…

    Reply

  4. alris
    Dec 23, 2008 @ 23:19:13

    “xxxxxx yang sempat “terjebak” ojek payungnya xxxx xxxxxxx yang sekarang jadi suaminya.”
    Wah dari jaman baheula kalo pintar main gitar emang jadi nilai jual yang berbeda kalo untuk menarik perhatian dan mendapat cewek, ya pak. Saya jadi ingat teman (cowok) kost sebelah rumah waktu kuliah dulu yang pintar main gitar, sampai-sampai saya juga jatuh cinta. Saya jatuh cinta sama kepiawaian dia memainkan gitar, bukan sama orangnya lho. Dan hampir tiap malam -sekitar jam 22.00 sampai pukul 23.30- teman itu main gitar memainkan lagu-lagu romantis, maklum jugalah lagi umur sedang rawan-rawannya falling in love. Saya juga iri, dia begitu digandrungi banyak cewek, banyak yang cantik dan kayak putri solo (padahal itu kejadiannya di Padang bukan di Solo). Kebetulan sekali (hidup emang banyak kebetulan, tidak disangka, ndilalah…) disekitar kami kost dikelilingi rumah kost bertingkat puteri . Dan kamar kost sicowok memainkan gitar ada di lantai dua, jadi kalo malam kala dia memainkan gitar suara merdu petikan gitarnya menyelinap masuk kamar-kamar kost para cewek dan mungkin menyelusup ke relung hati penghuninya. Kata orang sesuatu yang dikeluarkan dari hati akan sampai ke hati. Gak aneh lagi bagi saya kalo dia disukai banyak cewek, dia memainkan petikan gitarnya dari hati. Jadi kalo saya iri dia digandrungi banyak neng geulis pada waktu itu, menandakan iri karena tak mampu, wakakaka….. (maksudnya tak mampu main gitar).
    Menurut saya si xxxxxx itu bukan hanya “terjebak” ojek payungnya teman pak Tri tapi bisa jadi juga karena di pintar main gitar. Pintar main gitar? wah, saya gak tau, suer. Kan saya belum kenal beliau hehehe…

    Uda Alris,
    Yah…memang kalau sedang “jatuh cinta” jadi nggak bisa membedakan antara “Solo” dengan “Solok” (pakai “k”) hahaha….. Ngapain jauh-jauh perumpamaannya ke “gadis Solo” segala padahal lokasinya di “Solok” ? hehehe…. Ibarat susah mendapatkan cinta gadis Filipina karena gadis Filipina sulit didapat cintanya hampir sesulit gadis Jerman yang sulit membalas cinta ? (Gak nyambung ya ?…hehehe…sengaja)…

    Umur teenagers atau pasca teenagers tapi pre married bagi cowok kalau bisa main gitar adalah nilai plus. Gadis-gadis pasti jatuh cinta sama kita, sama gitar kita, atau sama nyanyian kita (kadang-kadang sama suara kita yang sember, “Waduh kasihan cowok itu punya suara sember dan fals…siapa tahu saya bisa ngajari dia nyanyi..”….)…

    Sebenarnya mau main gitar di lantai 2, lantai 1 atau di tengah lapang juga gak masalah, pasti kalau gitarannya bagus…si gadis pasti cepat atau lambat masuk “perangkap” (lho, emangnya gitar = bubu ?)…

    Saya sebenarnya juga bisa main gitar dan bisa nyanyi, tapi pas main gitar di dekat jendela kamar gadis-gadis….bapaknya marah dan ngusir saya dan teman-teman…hahaha…. Kalau di negara bagian Ohio, memetik gitar di bawah jendela kamar seorang gadis itu melanggar undang-undang dan bagi pelakunya bisa ditangkap polisi dan dipenjara lho ! Aya-aya wae !

    Reply

  5. Leny
    Dec 24, 2008 @ 15:02:21

    wuihhh mulia banget bapak dan temen2nya…
    jadi teringat 8 th-an lalu sewaktu kuliah temen2 yg dapat beasiswa girang banget.
    Dulu saya sering hunting beasiswa dari perush2 oilco yg prasyaratnya dicari dari yang nilai akademik-nya bagus, krn sebagian besar krn perush itu mencari bibit sdm yg bagus juga. Sayang sekali saya selalu kalah bersaing :(. Tapi ndilalah teman2 saya yg pinter2 yg dpt beasiswa itu anaknya org2 mampu semua, jadinya pas dpt beasiswa malah dibuat nraktir temen2nya.

    Kalo saya sebenarnya lebih setuju beasiswa yg utk mereka yg kurang mampu financially. Lebih kerasa banget benefitnya.

    Kalo yg dpt beasiswa dari astagian itu kriteria nya apa pak?

    Mbak Leny,
    Kriterianya…ya dipilih dari yang paling membutuhkan. Direktur TPB IPB kita minta untuk men-short list 50 orang calon penerima beasiswa (yah.. mereka ini mungkin yang memang sudah sering menghadap Direktur TPB untuk minta bantuan, atau mahasiswa yang nunggak SPP-nya).

    Lalu oleh Bu Nora Panjaitan short list tadi diwawancara satu persatu, siapa orang tuanya, bapak dan ibunya kerja apa, saudaranya berapa, yang sekolah berapa, rumahnya terbuat dari apa (gedeg, setengah tembok, tembok), lantainya terbuat dari apa (tanah, plester, kayu, tegel, keramik, marmer). Akhirnya ketemu 26 orang yang paling membutuhkan..

    Dan akhirnya kita beri beasiswa untuk membayar SPP di TPB IPB @ Rp 2 juta. Tahun 2007 lalu yang kita beri 1 x 13 = 13 orang. Alhamdulillah tahun 2008 ini yang kita beri 2 x 13 = 26 orang, dan insya Allah di tahun 2009 depan yang kita beri 3 x 13 = 39 orang (mengingat situasi ekonomi semakin pabaliut)…

    13 adalah angkatan kita, maka yang kita beri beasiswa angka kelipatan dari 13. Kalau setiap angkatan bisa menyumbang beasiswa seperti itu, wah….this world is the best place to live for all…..

    Saya dulu juga senang sekali mendapatkan beasiswa, mungkin lebih senang daripada mendapatkan gaji. O ya, jaman saya dulu yang dapat beasiswa dari oilco (Caltex) cuman Amril Aman yang memang cum laude dan kakaknya kerja di Caltex. Photonya ada di “About Me”…

    Reply

  6. atmo
    Dec 30, 2008 @ 22:16:44

    Mas Tri, salam kenal dari saya. Saya iseng2 nulis nama saya di pakde Google, lalu antara lain nemu blog anda ini, karena ada sepenggal kata : ” H. Syafei Atmodiwiryo”. Dari dulu saya agak “risi” karena terjadinya kesalahan yg telah berpuluh tahun, barangkali, hingga saat ini tidak kunjung diperbaiki. Mestinya, lagu dan syair/lirik Hymne IPB itu diciptakan oleh M.(singkatan dari Mohammad) Syafei Atmodiwiryo. Entah siapa yg mulai salah tulis itu. “M” ditulis “H”. Kalau sekarang sih alhamdulillah memang sudah “H” (haji) sejak 1997. Tapi kalau dulu, th 1963 itu, waktu nulis dan nyusun lagu serta kata2 Hymne IPB, boro2 naik haji, untuk hidup sehari2 saja mesti mutar otak agar uang saku kiriman ortu cukup buat hidup sebulan di Bogor. Tapi ya sudahlah. Sudah kadaluwarsa (lebih dari 30 th katanya secara hukum).
    Saya tetap bersyukur, dan terharu, serta bangga, lirik dan lagu yg ditulis 45 th y.l. oleh mahasiswa tingkat III yg belum genap berusia 21 th itu, hingga sekarang masih tetap berkumandang di kampus IPB, paling tidak waktu acara wisuda.
    Terimakasih, mas Tri, anda telah membangkitkan kenangan mendalam pada diri saya dgn tulisan di atas.
    Ngomong2 kalau baca rekam jejak anda, bener2 membuktikan IPB itu singkatan dari Institut Pleksibel Banget ya mas? He he he, bercanda aja kok. OK, selamat berjuang di jalur yg anda tekuni sekarang ini maupun nanti bila telah purna bakti seperti saya. Maju terus, pantang mundur. Amalkan terus kalimat2 yg tertera pada lagu Hymne IPB, insya Allah negara kita akan jadi negara kelas dunia!

    Yth. Kang Syafei,
    Saya tidak ada kata-kata lain selain terharu, jebul pengarang besar “Hymne IPB” bersempat mengunjungi Blog saya yang sederhana ini..

    Tak kirain Kang Syafei teh memang profesional pengarang lagu seperti A.T. Mahmud, Ibu Soed, Pak Kasur, Ismail Marzuki dsb…. jebul kok mahasiswa IPB. Hal ini yang “baru” saya tahu karena waktu tingkat I disuruh nyanyi ya nyanyi, tanpa tahu siapa pengarang dan penulis lagu Hymne IPB itu, apalagi sejarah penulisannya…

    Masalah M. keliru ditulis H., wah..saya juga nggak tahu Kang kapan kesalahan mulai terjadi. Tapi alhamdulillah sejak 1997 itu sudah “holds” kata orang Matematik teh..(tapi janji kang, nanti saya investigasi yah..)…

    Salam hormat selalu dari adik-adik Angkatan 13 (1976) sampai Angkatan 45 (2008) tentu saja..

    Reply

Leave a reply to alris Cancel reply