KISS, Keep It Simple Stupid !

Tiga tahun dua bulan tinggal di Amerika saya sudah merasa cukup mengamati, mengapa bangsa Amerika bisa menjadi bangsa yang besar ? Setiap kali saya selalu bertanya-tanya, kira-kira atas dasar apa yang membuat menjadi kuat dan maju ? Pengamatan saya berikut mungkin salah, tapi selama tidak ada pendapat yang sebaliknya, anggap aja benar deh !

Pertama, bangsa Amerika maju karena menghargai hukum. Tidak hanya menghargai hukum yang dicerminkan dengan besarnya gaji professor di School of Law dibandingkan dengan gaji professor di jurusan lain, dan bisa dikatakan gaji Assistant Professor di School of Law gajinya masih lebih besar daripada gaji Full Professor di Department of Computer Science, tempat saya belajar. Ada pembagian kerja yang jelas dalam hal legislasi antara Senat dan House of Representatives. Penerapan hukum yang sekecil-kecilnya misalnya usia lift berdasarkan pemeriksaan yang terakhirpun terpampang jelas di setiap lift di asrama saya dan setiap lift di gedung-gedung kampus saya.

Kedua, bangsa Amerika menghargai Statistik. Bila melihat pertandingan American Football, basketball, dan baseball di TV ABC, CBS, NBC ataupun ESPN, setiap kali selalu ditampilkan “odd” atau chance suatu team untuk menang bila ketinggalan skor di 3rd quarter untuk basketball, misalnya. Jadi selain pemirsa TV di rumah bisa menikmati “indahnya kekerasan” dalam permainan American Football, pemirsa juga bisa menebak-nebak secara statistik apa kans menang atau kalah team idamannya. Sebagai negara maju yang tergabung dalam kelompok negara ekonomi maju OECD, Amerika setiap tahunnya harus “menyerahkan” data statistik ke OECD secara detail berdasarkan petunjuk yang disebut “Frascati Manual”. Oleh sebab itu, ada UU Statistik yang ketat berlaku di negara-negara OECD sehingga kalau lembaga pemerintah meminta data statistik kepada perusahaan swasta, maka tidak ada alasan bagi perusahaan swasta tersebut untuk tidak memberikan datanya, kecuali kalau ingin menghuni “hotel pordeo” alias penjara !

Ketiga, sifat keras kepala, pantang menyerah, bekerja keras sampai titik keringat terakhir, menghargai orang pinter (scholar), menghargai pendidikan, dan selalu mencari cara baru untuk bekerja, rupanya karena adanya etos kerja yang disebut “Puritanisme”. Mengenai Puritanisme itu sendiri, saya juga belum terlalu ngeh apa maksudnya, dari mana asalnya, mengapa begini, mengapa begitu. Tapi intinya sifat ngotot dan pantang menyerah itu katanya berasal dari Puritanisme tadi. Mungkin anda sendiri bisa mencari tahu lebih lanjut apa itu tentang Puritanisme…

Keempat, bangsa sebesar Amerika rupanya cara berpikirnya justru malah sangat sederhana. Mereka menyebutnya “sesederhana mungkin” alias Keep It Simple Stupid disingkat KISS (tapi KISS sempat diterapkan di Indonesia, yang artinya Keluar Istana Sendiri-Sendiri, artinya pada saat rapat di istana dengan Presiden semua menteri mengangguk-angguk setuju, tapi setelah keluar pagar istana setiap menteri membuat keputusannya sendiri-sendiri). Contohnya KISS adalah nomor penduduk Amerika yang disebut Social Security Number (SSN) yang jumlah digitnya hanya ada sembilan digit (saya sendiri waktu sekolah SSN saya adalah 999-94-xxxx, dimana 999 mencerminkan “mahasiswa asing”). Bandingkan dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang dibuat oleh Dinas Kependudukan di Indonesia yang jumlah digitnya ada 14 digit !!!! Selain jumlah digit NIK lebih panjang, cara memasukkannya dalam database pun ngawur. Malahan bisa dibilang data kependudukan di Indonesia tidak menggunakan database seperti pengertian mahasiswa semester 3 jurusan Teknik Informatika di seluruh Indonesia, yang ada KEY yang bersifat khas !

Tidak menggunakan database, dan hanya menggunakan Spreadsheet semacam Excel, pantas saja data kependudukan yang tercermin dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) dalam Pemilu hari ini sangat amburadul sekali. Jika warganegara Amerika nomor penduduknya hanya satu yang disebut SSN dan berlaku juga untuk NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak), dan untuk kepentingan yang lainnya. Maka di Indonesia setiap penduduk harus menghapalkan segepok nomor yang “melekat” pada dirinya yaitu Nomor Induk Kependudukan (NIK), Nomor Induk Mahasiswa (NIM), Nomor Induk Pegawai (NIP, yang sekarang ini berlaku 2 nomor yang berbeda bagi PNS !!!!!!!), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dan nomor-nomor lainnya. Padahal kalau di Amerika, satu nomor SSN berlaku sebagai KEY untuk segala urusan. Keep It Simple Stupid, KISS !!!!

Saya tidak bilang orang Indonesia tidak suka kiss, malahan paling suka malah (makanya jumlah anaknya banyak !)…

Tapi KISS yang satu ini, orang Indonesia pasti paling nggak mau. Katanya “kalau bisa dipersulit, kenapa dipermudah ?”..

Nah Lu !!!

Kenangan jadi pemantau pemilu

Di dua pemilu sebelum Pemilu 2009 ini, saya bertugas sebagai Pemantau Pemilu dari Forum Rektor di Pemilu 1999 dan Pemilu 2004..

Di Pemilu 1999 sebagai mantan Ka Biro Kemahasiswaan di kampus saya, saya ikut terlibat sebagai Pemantau Pemilu dari Forum Rektor. Di wilayah Jakarta Barat waktu itu, Universitas Trisakti adalah Ketua Simpul, dengan Sub Simpul di Universitas Mercu Buana. Jadi rekan2 Biro Kemahasiswaan kampus saya sangat dekat bekerja dengan rekan2 Pemantau Pemilu dari Trisakti dan Mercu Buana..

Pemilu 1999 bisa disebut Pemilu yang penuh euphoria, walaupun saya tidak mencatat, tapi dari sudut pandang pengamatan saya seluruh rakyat berbondong-bondong membanjiri TPS dan semuanya dapat panggilan memilih bagi yang berhak. Terutama di Kecamatan Palmerah, daerah kerja saya yang terbentang dari kampus saya di sebelah barat sampai Kali Banjir Kanal Barat dekat Pasar Tanah Abang..

Di Pemilu 1999 di Jakarta itu, hampir di semua TPS di Kecamatan Palmerah kecuali 2 TPS di kompleks Polri Petamburan, pemenangnya adalah PDIP sedangkan di 2 TPS itu pemenangnya adalah Golkar. Pemenang kedua dst saya sudah lupa, tapi kalau tidak salah Golkar hanya menduduki No.3 setelah PDIP dan PPP. Dari memantau beberapa TPS di Kecamatan Palmerah tahun 1999 itu, saya bisa merasakan bagaimana Metode Quick Count dilakukan. Karena dengan mengamati 3-10 TPS di Kecamatan Palmerah saja kita sudah bisa menebak siapa pemenang pemilu di kecamatan ini, apalagi jika TPS nya ditarik dengan metode Sampling tertentu seperti stratified random sampling…

O ya, di Pemilu 1999 itu saya bekerja sama memantau Pemilu dengan para pejabat Biro Kemahasiswaan di kampus saya dan sekitar 250 mahasiswa. Waktu itu Pak Sosro Adimarwoto sebagai Purek III Bidang Kemahasiswaan masih sugeng, dibantu oleh Ka Biro Kemahasiswaan Pak Dafris Arifin, dan saya sendiri, Pak Elidjen, Pak Paulus, Pak Besar, Bu Nonny, dan Pak Fernandes. Ikut mendaftar 250 orang mahasiswa sebagai relawan Pemantau Pemilu Forum Rektor yang diberi uang saku kalau tidak salah Rp 10.000 saja. Tapi seluruh pejabat Kampus kami dan para mahasiswa sangat antusias sebagai saksi di TPS-TPS…

Pada Pemilu 2004 saya terlibat lagi sebagai Pemantau Pemilu Forum Rektor. Suasana Pemilu 2004 hampir sama antusiasnya dengan Pemilu 2004, walaupun kemeriahannya sedikit berkurang karena kampanye pawai terbuka seperti tahun 1999 sudah tidak kelihatan.

Seperti Pemilu 1999, Pemilu 2004 kami ikut Pemantau Pemilu Forum Rektor simpul Jakarta Barat yang diketuai oleh Universitas Trisakti, dengan Sub Simpul Universitas Mercu Buana. O ya, di kedua Pemilu tersebut sebenarnya Forum Rektor sudah menggunakan metode Quick Count yang dirancang rekan-rekan dari ITB tapi karena pada tahun-tahun itu handphone masih berupa barang langka, maka Quick Count tidak bisa dilakukan secepat yang dilakukan oleh LSI, misalnya. Tapi seperti saya katakan sebelumnya, quick count untuk Jakarta bisa dilihat dengan melihat beberapa TPS saja dan kita bisa segera menyimpulkan kira-kira partai apa yang menjadi Pemenang Pemilu..

Baik untuk Pemilu 1999 dan Pemilu 2004, Pak Sosro Adimarwoto sebagai Purek III bidang Kemahasiswaan masih sugeng, jadi team kami dipimpin oleh tokoh sesepuh yang disegani.

Beda Pemilu 1999 dan Pemilu 2004 tentang perhitungan suaranya. Di Pemilu 1999 perhitungan suara dimulai pukul 13.00 dan selesai dalam waktu 2-3 jam saja. Jadi mahasiswa saya yang jumlahnya ratusan itu dari pemantauan kami bisa pulang dengan senyum lebar pada pukul 15.00 atau paling lambat 16.00, menyerahkan hasil laporan perhitungannya ke kampus.

Pemilu 2004 entah mengapa perhitungan suara molor sangat lama. Mungkin karena ada pilihan baru yaitu pemilihan anggota DPD. Di Pemilu 2004 perhitungan suara dimulai jam 13.00 sampai jam 19.00 bahkan sampai jam 21.00. Pada jam 22.00 masih ada beberapa mahasiswa yang belum melapor ke kampus yang artinya perhitungan suara di TPS yang diamatinya belum selesai.

Banyak cerita suka dan duka yang dialami oleh para mahasiswa saya. Suka bagi yang diperlakukan seperti Raja, terutama di Pemilu 1999 yang penuh dengan euforia, sampai mahasiswa ditawari makanan dan minuman oleh penduduk setempat secara “mbanyu mili” yaitu mengalir terus-menerus seperti air. Dukanya, bagi para mahasiswa yang sudah mengenakan jaket kampus berwarna “burgundy” itu masih juga dicuekin oleh penduduk setempat, sehingga makanan dan minumanpun ada yang harus beli sendiri. Mengenai lokasi TPS, ada yang di kantor kelurahan atau di dekat rumah mewah. Tapi ada juga TPS yang didirikan di sebelah kandang ayam yang tentunya baunya tidak dijamin…hahaha…

Di Pemilu 2009 ini Biro Kemahasiswaan sudah tidak ada karena berubah nama dan berubah misi. Entah karena alasan itu atau bukan, di Pemilu 2009 ini kampus tidakĀ  ikut memantau pelaksanaan pemilu…

Kenangan yang indah di tahun 1999 dan 2004 yang lalu, terutama di tahun 1999. Saya dan para mahasiswa yang berjalan dengan rompi “Pemantau Pemilu Forum Rektor” dan topi putih yang disponsori UNDP, sangat dihormati oleh penduduk setempat, dan begitu muncul di TPS langsung disediakan kursi oleh rakyat yang sedang bersemangat itu…

Pemilu 2009 ?

I’d rather submit myself to ignorance…

(Apapun artinya itu)…