Tawa terakhir adalah tawa terpanjang…

Ini bicara tentang satu prinsip kehidupan lagi. Siapa yang mempunyai tawa terakhir, dialah yang bakalan tertawa paling panjang. He/She who has the last laugh, laugh longer…..

Banyak kejadian di sekitar kita yang dialami orang-orang di sekitar kita yang menyebabkan orang-orang tersebut tertawa duluan. Misalnya seorang remaja pria naksir temannya remaja putri yang cantik jelita, dan si cantik jelita ini menolak cinta si remaja pria ini. Sebaliknya, remaja putri tadi memutuskan untuk menikah dengan seorang pria lain yang tidak terlalu tampan tapi kaya. Maka bisa diduga si remaja pria tadi akan patah hati berkeping-keping, dan kemungkinannya ia akan pata hati seumur hidupnya, atau kemungkinan lainnya ia akan segera melupakan kepatahhatiannya itu dan segera menemukan cinta yang lain lagi…

Tapi intinya, apakah si remaja pria yang patah hati tadi bisa bersabar ? Nah, itulah masalahnya. Bersabar adalah pekerjaan kedua yang paling sulit dilakukan, setelah pekerjaan menunggu. Bila ternyata, sebagai sambungan dari cerita kita tadi, si remaja putri yang menikahi orang kaya tadi kemudian ditinggal suaminya setelah menikah 10 tahun. Dan sebaliknya, si remaja pria yang mula-mula patah hati tadi, tapi bisa bangkit dari kepatahhatiannya dan kemudian 5 tahun kemudian menemukan remaja putri lain yang tidak kalah cantiknya, dan mereka “happily live ever after” ….maka terbuktilah rumus “siapa tertawa terakhir, dialah yang tertawa paling panjang”…

Saya punya 2 orang teman sekantor, dua-duanya di pertengahan tahun 1980an sama-sama menduduki jabatan setara eselon 3. Sebagai pejabat eselon 3, keduanya berhak membayar murah (disebut “dem”) barang inventaris kantor berupa sepeda motor Yamaha L2S 100 cc berplat merah. Nah, si A teman saya itu sehari-hari sudah mempunyai kendaraan dinas berupa sepeda motor plat merah, dan ketika ada kesempatan men-dem sepeda motor tadi, iapun melakukannya dan kini sepeda motor itu menjadi milik pribadinya dan platnya pun sudah diubah ke plat hitam. Sedangkan si B, karena ia tinggal di kota lain yang jauh dari Jakarta ia memutuskan kendaraan dinasnya dipakai si Z, anak buahnya. Ketika tiba waktunya nge-dem sepeda motor plat merah tadi si Z bertanya kepada si B “Pak B, boleh nggak sepeda motor ini saya yang nge-dem, karena toh sudah sehari-hari saya bawa”. Dan si B dengan enteng menjawab “Terserah sampeyan Pak Z, kalau mau nge-dem silahkanlah. Saya toh sudah punya sepeda motor sendiri yang usianya baru 6 tahun”. Dan si Z pun dengan berseri-seri mengurus proses “dem” tadi ke bagian Perbendaharaan Kantor…

Empat tahun kemudian, apa yang terjadi ? Bagi eselon 3 yang belum pernah mendapatkan kendaraan dinas, diberi kesempatan mendapatkan mobil !!! Ya, mobil !!! Apa yang terjadi ? Si A yang sudah pernah nge-dem sepeda motor kantor tadi ditetapkan tidak berhak (tidak eligible) untuk mengambil mobil karena ia tercatat sudah pernah mengambil sepeda motor. Sedangkan si B, yang jatah sepeda motornya diberikan kepada anak buahnya si Z tadi, masih mempunyai kesempatan mendapatkan mobil karena ia tercatat belum pernah mengambil sepeda motor…

See ? He/She who has the last laugh, laugh longer. Siapa yang mendapatkan kesempatan tertawa yang terakhir, tertawanya bakalan yang paling panjang….

Artinya, siapapun yang bisa sabar sampai kesempatan datang, ia akan menikmati buah kesabarannya tadi dengan sebuah hadiah yang maniiiiisss sekali………

Persoalannya, bisakah anda sabar selama itu ?

5 Comments (+add yours?)

  1. rumahagung
    Apr 13, 2009 @ 21:43:24

    ya TUHAN,Bapak…
    pas bgt nih topik ama kondisi saya.
    saya emank hrs bersabar…
    semoga saya bs tertawa nantinya yah Pak.
    mohon doa restunya..
    hehehehehhe..!!

    ud kyk mao berangkat perang aj.
    hehehehhee..!!

    Agung,
    Mungkin pesan ini bukan hanya berlaku untuk Agung saja. Bahkan pesan ini bisa berlaku untuk siapa saja bahwa, kalau mau bersabar dan “keep your mouth shut and pray”, pasti pada akhirnya akan memetik kemenangan, kelegaan, kemakmuran,,,,dan bisa tertawa panjang…

    Reply

  2. rumahagung
    Apr 14, 2009 @ 23:31:27

    hehehehhee..!!
    mungkin mulutnya ga ampe nutup rapet amat gpp kali Pak yah?!
    soalnya klo urusan cewe,kykny sedikit byk kita perlu persuade dia deh.
    hehehehehhee..!!
    tp ga bole byk2,dikit aj.
    hehehehehehhe…!!

    ok PAk…
    saya hrs nunggu kira2 4-5bln lg.
    stlh ud nunggu 3thn.
    astaga TUHAN…
    hahahahaha..!!

    Reply

  3. tutinonka
    Apr 15, 2009 @ 13:43:10

    Yang sulit adalah, bagaimana kita tahu bahwa kesempatan itu akan datang (lagi?)

    Bu Tuti,
    Kata tepatnya bukan “tahu” tapi tempe….eh enggak ding. Kata tepatnya bukan “tahu” tapi “percaya”…

    Kalau kita “percaya” kepada mukjizat yang diberikan sama yang Di Atas, maka kita pasti tahu bahwa semua kemenangan atau yang enak-enak itu akhirnya akan datang….

    Wooo…wooo…wooo…Ibu terkena “sindiran” posting ini ya ? Sebenarnya saya tujukan ke beberapa orang terdekat saya (anak, calon mantu, isteri) yang kesannya tidak sabar. Dan saya mau mencoba mengatakan, kalau situ sabar, pasti akhirnya akan subur…alias…gemuk !!!

    Tapi bener lho Bu, bagi Ibu juga berlaku, kalau sekarang ini belum bisa tertawa….nanti kalau pas sudah bisa ketawa….ketawanya pasti paling puanjaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaang…….!!

    Hahaha….

    Reply

  4. tutinonka
    Apr 16, 2009 @ 20:53:54

    Nggak kok Pak, saya nggak merasa tersindir, lha wong saya nggak ngantri apa-apa (kecuali ngantri lulus … hehehe … )

    Saya pernah mendapatkan tawaran perumahan dosen, tapi dengan syarat harus membuat pernyataan bahwa saya belum punya rumah. Wah, ya saya emoh, wong nyatanya saya sudah punya rumah, meskipun ala kadarnya.

    Nah, kalau saya dapat kesempatan main film (wakakak … 😀 ) itu kesempatan yang harus diambil atau yang harus saya tunda sampai saya bisa akting, Pak?

    Bu Tutinonka,
    Wah…kalau masalah tawaran rumah itu persis saya Bu. Saya dulu sudah punya rumah tipe 45 di Cimanggis dari kantor isteri (jadi atas nama isteri). Lalu karena saya staf paling senior saya berhak dapat rumah tipe 75/200 di Perumahan BPPT di Depok. Saya lalu disidang 4 direktur, disuruh mengundurkan diri dari rumah Depok atau kalau mau ngambil rumah Depok disuruh menjual rumah Cimanggis. Wah…gila ini, pikir saya. Saya tetap di rumah Cimanggis yang kecil tapi milik sendiri, dan melepaskan rumah di Depok. Saya pikir “Aku gak pateken kalau nggak punya rumah di Depok”…

    Wah..siapa bilang ada yang ngelarang Ibu main film ? Saya sudah melihat 1000 film. Apa ibu pengin main seperti Liza Minelli yang nyanyi terus ? Atau seperti Ingrid Bergmann yang setiap cowok suka ? Atau seperti Marylin Monroe dengan langkah geyal-geyol dan ketika terpeleset (di film “Niagara”) semua cowok satu gedung bioskop bangkit pengin menolong ? Hopo tumon…

    Menurut saya seseorang tidak harus jadi orang lain yang bukan merupakan “destiny”nya…misalnya saya tidak perlu jadi polisi atau tentara, walau saya berbakat jadi reserse dan intel…hehehe….

    Jadi main film, menurut saya itu bukan “destiny” Ibu sehingga tidak harus dikejar impian ke arah sana. Cukup mengejar “destiny” Ibu sendiri sebagai dosen, pengarang, dan penyanyi. Opo isik kurang to Bu ? Hahahaha…

    Reply

  5. alris
    Apr 19, 2009 @ 13:53:05

    Saya merasa tertantang dengan posting pak Tri ini. Bisakah saya sabar, dan sanggupkah saya menjalani sabar. Saya sangat percaya sabar akan membawa kesuburan. Cuma saya masih bertanya jalan yang saya lakoni sekarang ini apakah destiny saya?

    Uda,
    Sebenarnya posting tersebut nasehat yang serius bagi saudara-saudara dekat saya (isteri, anak, keponakan, calon mantu), yang intinya “Bila you bisa sabar, sesabar-sabarnya, menyamai Nabi Yakub dan Nabi Nuh dan Nabi Musa dan Nabi Muhammad, maka apapun yang anda minta pada akhirnya akan diberikan oleh Nya”..

    Destiny Uda ? Sebenarnya jangan tanya saya. Itu sebenarnya bisa dirasakan di dada, atau bisa dipikirkan (kalau dipikir-pikir, mestinya begini…begitu…). Destiny itu bisa dekat dengan kita, jika kita lebih mendengar apa kata hati kita, dibandingkan apa kata orang banyak. Jika kata orang banyak yang lebih kita dengarkan, ibarat sinyal telpon yang sudah kuat, tiba-tiba sinyalnya mati lagi (ibarat GSM = Geser Sedikit Mati)…

    hehehe….

    Reply

Leave a comment