Kerkhoff : kuburan Belanda di Madiun

Seingat saya pada saat kami bermobil sekeluarga menuju ke suatu tempat, mungkin dalam perjalanan pulang ke Jawa, anak saya yang kecil begitu saja bertanya, “Pah…dulu di Madiun papah suka belajarnya dimana ?”..

“Emmm…emmm…di kuburan Belanda !”, jawab saya sekenanya waktu itu…karena sambil menyopir sambil memperhatikan banyaknya lubang di jalan pantura yang waktu itu kami lalui…

“Hah…kuburan Belanda ?”, kedua anak saya dan isteri saya sampai bangun dari kursi tempat duduknya di mobil….

“Iya, kuburan Belanda alias Kerkhoff yang ada di Juritan, utara Pasar Spoor, dan berarti utara rel KA Madiun”, kata saya..

Lalu, sayapun bercerita bahwa waktu saya kelas III di SMP 2 ada teman sekelas saya di kelas IIIa yang bernama Prasodjo dan rumahnya persis di depan kuburan Belanda di Klethak itu. Karena Prasodjo ini anak desa yang tinggal di Madiun bersama neneknya, iapun sering kesepian dan karena itu sering mengundang kami untuk menemaninya. Lama-lama kami senang dengan rumahnya yang persis di depan Kerkhoff alias kuburan Belanda itu, karena sunyi sepi (maklum..orang-orang Belandanya kan lagi bobok..hehe..), dibuai dengan merdunya alunan pohon-pohon bambu yang bergesekan ditimpa angin, diiringi pula oleh suara gemericiknya air sungai Madiun…

Dengan suasana seperti itu, maka teman-teman Prasodjo yang berjumlah 5 sampai 10 orangpun segera jatuh tertidur dibuai mimpi. Pada mulanya kami tertidur di teras rumah eyangnya Prasodjo, tapi lama-lama eyangnya Prasodjopun sadar ada beberapa tamu tak diundang yang suka tertidur di rumahnya..

Kebiasaan itu terus kami lakukan beberapa kali, sepulang sekolah dengan bersepeda ramai-ramai ke rumah Prasodjo yang terletak di barat kota, yang dari SMP 2 kami yang terletak di tengah kota kira-kira berjarak 1,5 km..

Sampailah pada saatnya kami akan menghadapi ujian akhir. Beberapa temanpun berunding enaknya belajar bersama di mana ? Apakah di rumah Purwoko di bawah pohon mangga ? Atau di rumah Budi Mulyanto di bawah pohon mundu (kesemek, persimon) ? Atau di rumah saya yang agak jauh di timur selatan kota di bawah pohon mangga dan kelapa ?

Entah kenapa, semuanya memilih di rumah Prasodjo saja. Nah, sepulang sekolah seminggu sebelum ujian kamipun bersepuluh naik sepeda ke Klethak, rumah eyang Prasodjo. Dalam waktu kurang dari 10 menit kami sudah sampai di sana dan kamipun memilih beberapa kuburan Belanda yang waktu itu di tahun 1972 masih ada lantai marmer dan nisan marmer serta ada atap cungkupnya. Malahan di beberapa makam suka disertai patung-patung putih berupa malaekat bersayap…

Entah karena orang Belanda yang dimakamkan di situ pinter-pinter, atau arwah mereka senang mendapat kunjungan anak sekolah yang tidak tahu takut dan bersemangat tinggi dalam belajar, seminggu setelah ujian kamipun dinyatakan lulus semuanya dengan nilai memuaskan. Kalau nggak salah, jumlah nilai saya adalah 147 atau kedua tertinggi di sekolah, karena kalah nilai 1 pelajaran yaitu olahraga dari Eddy Asmanto yang jadi juara SMP. Mungkin saya tidak kalah dalam mata pelajaran dari Eddy, lha wong saya diajar sama Pak Marmo yang kolot didikan Belanda sedangkan Eddy diajar sama Pak Paryono…

Sekitar 3 tahun lalu saya pulang ke Madiun kembali sekeluarga naik mobil sendiri. Dalam perjalanan dari rumah (alm) orang tua saya di Ngrowo ke rumah (alm) orang tua isteri di sebelah utara kota Madiun, sayapun sempatkan mampir ke Kerkhoff kuburan Belanda yang sering saya pakai tempat belajar dulu waktu SMP….

Mobilpun saya arahkan menyusur Jalan Pahlawan, melewati rel KA di sebelah stasiun Madiun, dan gang kedua belok ke arah kiri…..tetapi…ternyata mata saya tidak menangkap adanya kuburan Belanda itu lagi !

Kuburan Belanda itu sekarang telah menjadi perumahan penduduk, entah sejak kapan !