Kamar Hotel Bintang 5 di kampus Binus

Bagi anda alumni Binus yang sudah lama nggak ke kampus Anggrek, pasti kaget deh kalau suatu saat anda berkunjung kembali ke kampus tercinta itu.

Selain tempat parkir motor di belakang yang sekarang sudah berdiri gedung parkir mobil 8 lantai, bekas food court di lantai 1 pun sudah berubah menjadi praktek tataboga (Food & Beverage) bagi mahasiswa Hotel Management di Binus. Ya Hotel Management (saya lebih suka menyebutnya “Hospitality Management”) adalah jurusan terbaru yang usianya belum genap 1 tahun…

Penyakit biasa untuk orang Jakarta

Jika anda tinggal di Indonesia khususnya di kota Jakarta dan sekitarnya, seringkali anda menderita penyakit-penyakit ini : sakit perut, masuk angin, dan sariawan…

Awalnya saya merasa biasa saja kalau dua minggu sekali menderita sakit perut, dua hari sekali menderita masuk angin, dan sebulan sekali terkena sariawan. Saya pikir wah ini penyakit biasa dan gampang menyembuhkannya, jadi buat apa worry ?

Saya pikir awalnya itu penyakit tropis biasa saja. Kalau kita berdiam di negara tropis, tentu resikonya kita bisa terkena salah satu dari penyakit tropis “favorit” tadi yaitu : sakit perut, masuk angin, dan sariawan..

Pada suatu hari di tahun 1992 sayapun menerima surat beasiswa dari pemerintah Republik Singapura untuk belajar IT di negara tersebut selama 9 bulan, dengan embel-embel selama 9 bulan tinggal di hotel dibayari, dan setiap bulannya dapat uang saku, serta round-trip airline ticket.

Mungkin karena tahu saya moslem, pihak MFA (Deparlu Singapura) menempatkan saya di hotel yang dekat dengan perkampungan Melayu di daerah Tanjung Katong. Mungkin biar mudah mendapatkan makanan muslim, mungkin pikir mereka seperti itu. Nah, selama 9 bulan tinggal di Singapura inilah ajaib….tidak sekalipun saya menderita : sakit perut, masuk angin, dan sariawan. Ketiga penyakit itu seolah sudah terhapus dari perbendaharaan tubuh saya.

Tapi sayangnya, itu hanya sewaktu saya tinggal di Singapura. Balik lagi ke Indonesia, dan tinggal di pinggiran Jakarta, penyakit favorit itupun timbul lagi.

Sekarang, bisakah anda mengira-ngira apa sebabnya jika tinggal di Jakarta saya sering menderita sakit perut, masuk angin, dan sariawan ? Sedangkan sewaktu tinggal di kota yang berjarak 1,500 km di utara Jakarta saya tidak pernah sekalipun menderita penyakit itu ?

Inilah analisis saya kecil-kecilan. Makanan yang saya beli di Singapura kurang begitu pedas dibandingkan dengan di Jakarta, karena kepedasan makanan itu bisa saya pilih sendiri. Kalau tinggal di Jakarta, di rumah sambel terasi bikinan isteri saya enak tapi pedas sekali, yang menyebabkan perut sensitif saya kurang begitu bisa menerima. Begitu pula di kantor atau di kamus, makanan yang saya beli cenderung bersambel pedas. Atau dengan kata lain, mana enak makan tanpa sambel pedas di Jakarta ini ? Nah, pedasnya sambel itu yang menyebabkan bakteri di perut saya berontak dan mengakibatkan perut saya seperti diaduk-aduk nggak karuan. Terncem Bo !!!

Di Singapura saya tinggal di hotel yang cukup lumayan mewah, dengan kamar besar dan air hangat tersedia di kamar mandi. Air keranpun dijamin “potable” alias “layak minum sejernih Aqua”. Mandi dengan air hangat, dengan shower ataupun bath tub, membuat saya betah mandi berlama-lama. Termasuk mengguyur punggung saya dengan air hangat selama 10-15 menit. Mungkin ini yang menyebabkan angin-angin jahat urung mampir ke badan, sehingga saya nggak pernah masuk angin selama tinggal 9 bulan di Singapura…

Begitu pulang ke Indonesia, sayapun tinggal di rumah BTN tanpa AC dan yang ada cuman kipas angin. Panasnya Jakarta rupanya tidak enak buat dibawa tidur, kecuali ditemani oleh suara howos-howos kipan angin mengipasi badan yang kepanasan. “Side effect”nya, ya itu tadi…masuk angin….enter wind…hehehe….

Nah, membahas sariawan nih susah-susah gampang. Buku kesehatan SD mengatakan bahwa sariawan alias “scorbut” atau “mouth ulcer” nih gara-garanya kurang vitamin C. Dosis vitamin C saya di rumah cukup tinggi, setiap hari minum 1000 mg vitamin C berupa tablet effervescent (tulisan benar nggak ya ?) dari merk terkenal yang wadahnya orange. En toh, cukup sering saya menderita sariawan ini. Sudah dihajar dengan tablet vitamin C, buah yang cukup, teh dicampur madu, dengan cairan warna hitam yang dioleskan cotton bud dan ditaruh di lubang sariawan, plus minum 3-6 kaleng minuman segar cap kaki sekian, toh sariawan enggan pergi. Kadang saya harus minum 1-2 tablet antibiotik baru namanya si Sari yang tidak rupAwan itu bisa pergi…

Di Singapura ? Ndak…ndak pernah saya kena sariawan. Salah satu penjelasan mengapa di Jakarta saya sering terkena sariawan mungkin mutu udara di sini yang lebih “berisi” daripada di Singapura sana yang udaranya bersih sih sih…

Jadi selama tinggal di Jakarta, siap-siap saja mencari WC yang “siap huni”, balsem untuk masuk angin berikut uang logam untuk kerokan, dan makanan yang kecut-kecut untuk mengusir si Sari…

Alamak !! Repot nian !!