Istilah ini saya dapatkan dari Bung Wimar Witoelar yang waktu itu mengomentari kejatuhan Presiden Suharto di pertengahan tahun 1998. Bung Wimar menyebut apa yang dilakukan oleh Presiden Suharto yang banyak membantu anak-anaknya dalam berbisnis seperti “legally fine, morally wrong”. Artinya secara hukum itu sah-sah saja karena tidak melanggar aturan hukum yang ada, tapi secara moral mengangkat putrinya sendiri sebagai Menteri itu tidak dapat dibenarkan..
Makna “dalam” dari istilah ini, hati-hatilah anda melangkah karena seberapa benarpun tindakan anda dilihat dari sisi pandang hukum, namun tindakan anda juga harus dilihat pula dari sisi moral, dan malahan dari sisi ethics. Hukum dalam artian kitab-kitab hukum pidana yang ada di KUHP, UU, Perpres, Kepmen, SK Dirjen, dan sebagainya. Moral dalam artian ukuran kepatutan tindak tanduk dipandang dari sisi masyarakat pada umumnya. Dan ethics dalam artian kepatutan tindakan yang dilakukan apakah memenuhi syarat etika atau tidak..
Apapun profesi anda, baik guru, tentara, polisi, pengusaha, politikus, pelaut, dokter, advokat, dan sebagainya.. mestinya anda melihat dengan sangat hati-hati apakah langkah anda sudah benar menurut hukum, moral, dan etika ?
Karena kalau tidak, anda akan dibicarakan oleh orang banyak di belakang punggung anda bahwa apa yang anda lakukan ternyata “legally fine, morally wrong”. Sebagai contoh adalah : kawin lagi, menikahi anak gadis di bawah umur seperti yang terjadi di sekitar Semarang baru-baru ini, pegawai negeri yang “ngasong” di waktu jam kerja, pegawai negeri yang “kelayapan” di mall di waktu jam kerja, anak sekolah yang sepulang sekolah masih dengan baju sekolah “kelayapan” di mall, dan sebagainya…
Idealnya, tindakan yang anda lakukan adalah “legally fine, morally fine, and ethically fine”..
Kalau sudah begitu, saya pengin memandang anda sebagai “manusia paripurna”….primus inter pares…
Recent Comments